Wednesday, April 26, 2017

Dari Kami yang Katanya Sudah Bisa Move On


DUNIA HAWA - Sejarah akan mencatat, nama Ir. Basuki Tjahaja Purnama dan Drs. H. Djarot Saiful Hidayat menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur yanghumanis dan peduli dengan warganya. Dimana warga DKI Jakarta beberapa hari yang lalu memberhentikan langkah menuju periode kedua kepemimpinan mereka berdua.

Warga DKI Jakarta lebih memilih pasangan Gubernur lain untuk memimpin Jakarta di lima tahun mendatang. Semua perjuangan sudah dilakukan, datang dari seluruh pelosok negeri untuk memenangkan Pak Ahok-Djarot sudah dilakukan. Kampanye di seluruh media online juga dilakukan dengan baik. Bahkan pergerakan kampanye-pun sudah berjalan sampai ke lapisan masyarakat Jakarta yang paling dalam.

Harapan pendukung Ahok-Djarot memang sangat tinggi, apalagi ada pengumpulan KTP yang dikoordinasi oleh Teman Ahok. Namun setingginya harapan bukan menjadi suatu kepastian dalam hasil akhirnya. Pesaing Gubernur yang kita dukung menjadi pemenang dengan selisih hampir satu juta suara menurut hasil quick count KPUD Jakarta. Selisih suara yang cukup banyak mengingat jumlah suara yang ikut dalam Pilkada putaran kedua sekitar lima juta suara.

Artinya memang, secara jumlah warga DKI Jakarta ingin mengakhiri kepemimpinan Gubernur yang masih menjabat sampai Oktober Tahun ini. Entah isu apa yang bisa membuat kalah Gubernur petahana, tapi melihat perkembangan di beberapa media mau tidak mau yang paling sukses menggoyang Pak Ahok turun dari Gubernur adalah isu agama.

Buat semua orang hasil Pilkada Jakarta ini seperti menjadi raport kenaikan kelas. Disana akan terbaca seberapa dalam cara pandang warga Ibukota dalam menyikapi permasalahan agama dalam kepemimpinan pemerintahan. Hasil perhitungan suara memang belum secara resmi diumumkan, namun diprediksi tidak jauh berbeda dengan hasil saat ini.

Warga Jakarta kelihatannya sudah melek informasidigital. Hampir di setiap gang-gang sempit di Jakarta, warga di sana sudah memakai smartphone, mereka mendapatkan informasi yang benar atauhoax bercampur menjadi satu. Tidak ada filter yang jelas, karena membeli kuota internet tidak ada hubungannya dengan kecerdasan si pengguna.

Untuk sebagian warga Jakarta, memilih berdasarkan agama menjadi pilihan yang sangat rasional dibandingkan dengan kinerja dan hasil pembangunan yang ada. Bahkan di rumah susun yang sudah terbangun, suara petahana masih kalah dibandingkan dengan suara calon lain. Mereka lebih percaya Jakarta akan dibangun dengan lebih sopan dan naratif.

Dilihat dari beberapa pernyataan baik itu Gubernur baru maupun Wakilnya, setelah Pilkada ini bahasa-bahasanya berubah menjadi normatifdan tidak terlihat menggebu-gebu seperti sebelum tanggal 19 April lalu. Mungkin karena belum menjabat jadi terlihat bingung atas pertanyaan yang ada.

Orang bijak sering berkata, setiap hal yang sudah terjadi pasti ada hal yang baik untuk diambil. Menjadi kalah dan menang memang ditentukan dalam hasil, namun memilih menjadi pandai dan bijak adalah pilihan dari setiap kita. Menjadi pendukung Ahok-Djarot adalah harga mati, lakukan yang terbaik sampai usaha terakhir. Tetapi ketika kenyataan menjadi berbeda dengan harapan tidak otomatis membuat kita sebagai pendukung menjadi lemah otak dan sama seperti kaum sebelah.

Kegagalan akan menjadi warna dalam setiap kehidupan masing-masing dari kita. Termasuk Gubernur yang baru saja kalah. Ahok boleh saja kalah dalam pertandingan Pilkada kemarin, namun sebagai manusia Ahok jelas tidak kalah. Dan beliau menitipkan cara-cara berdemokrasi yang baik kepada kita semua. Beliau memang sering dianggap tidak sopan, berkata-kata kasar dan terlihat angkuh. Namun sikap menerima kekalahan menjadikan Pak Ahok tidak seperti orang yang kalah.

Warga DKI yang berbondong-bondong datang ke Balai Kota menjadi saksi bahwa, pemimpin yang disukai warganya tidak hanya ada di negeri dongeng. Mungkin sejarah akan mencatat, kelincahan Ahok dalam mengelola anggaran yang terbatas namun efektif dalam pengelolaan.

Jalan Lingkar Semanggi menjadi salah satu saksi bahwa pembangunan itu tidak melulu lewat anggaran yang sudah disahkan. Pak Ahok sangat pandai mengambil posisi kapan beliau harus keras dengan para pengusaha, kapan harus lembut dengan warga yang butuh pertolongan. Namun sayang periode lima tahun kedepan sepertinya tidak akan ada lagi antrian warga untuk mengadu ke Gubernurnya. Karena memang sepertinya bukan itu tipe kepemimpinan Gubernur baru Jakarta.

Dan kini episode terbaru warga Jakarta sudah jelas, Gubernur baru di bulan Oktober nanti. Anggaran memang sudah tidak bisa dirubah, Gubernur baru mungkin bakal berdalih baru bisa kerja setelah awal tahun depan, dengan pengesahannya anggaran yang sudah disetujui bersama para anggota Dewan yang terhormat. Untuk Pak Ahok, biarkanlah beliau menjalankan peran barunya. Saya rasa beliau tidak kurang cerdas untuk bertanggung jawab kepada keluarganya. Kepada warga Jakarta saja beliau sangat bertanggungjawab, apalagi untuk kehidupan keluarganya. Semua issue yang ada janganlah membuat kita sebagai pendukung menjadi fanatik dan hanya melihat ketokohan seorang manusia saja.

Perjuangan bersama dengan Pak Ahok harus kita kembalikan kepada perjuangan membela toleransi, membela demokrasi yang baik. Pak Ahok masih bisa salah, karena memang beliau adalah manusia biasa. Namun negara ini adalah negara Pancasila, negara yang seharusnya penuh dengan toleransi dalam berkehidupan. Itulah sebenarnya yang harus kita perjuangkan.

Menyindir Gubernur baru dengan Peraturan Mendagri yang mana Presiden bisa menurunkan Gubernur di tengah jalan adalah tindakan bodoh dan sangat reaktif. Apalagi memaksa Presiden harus menjawab pertanyaan soal resufle kabinet untuk dihubungkan di menteri apa nanti Pak Ahok akan dilantik, hal itu sangat tidak produktif. Karena kita menjadi mirip pendukung sebelah yang mau ganti Presiden di tengah jalan dan sudah ada kabinet bayangan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Jadi untuk para pendukung Ahok-Djarot, jadilah pendukung yang cerdas. Mempunyai hati yang besar untuk menerima kekalahan dengan hati yang lapang. Jangan sisakan pikiran tidak waras di otak kita, sungguh sangat sayang waktu yang kita gunakan hanya untuk memaksa Gubernur baru turun dari takhta, dan membuat opini Ahok menjadi salah seorang menteri di Kabinet ini. Toh urusan resufle kabinet wilayah Pak Presiden. Mari kita bangun bangsa ini dengan cara yang lebihelegan. Memberikan usulan program yang masuk akal untuk Gubernur sebelah bisa menjadi salah satu cara yang baik mendorong kota yang sama-sama kita cintai ini. Mendukung perilaku-perilaku yang sehat tidak provokatif, dan menjunjung tinggi nilai kebangsaan. Dimana yang menang tidak jumawa dan yang kalah tidak perlu merasa inferior.

Tangisan dan lagu Maju Tak Gentar di Kantor Gubernur pagi tadi mungkin menjadi klimaksepisode Pilkada DKI Jakarta. Warga yang datang bercampur aduk dalam perasaan. Ada yang sedih dan tidak percaya, terharu dengan ketegaran sangGubernur dan sisanya adalah rasa hormat yang mendalam. Terhadap Gubernur yang telah meletakan definisi kerja yang sesungguhnya. Tetap semangat Pak Ahok, tetap tersenyum Pak Djarot maafkan kami yang tidak sekuat bapak berdua untuk menghadapi kerasnya ironi ini.

@hisar Ivan hutabarat 


SHARE ARTIKEL INI AGAR LEBIH BANYAK PEMBACA

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment