Sunday, March 12, 2017

Miris, Warga Kebayoran Ini Terpaksa Tandatangan Pilih Anies-Sandi


DUNIA HAWA - Cara-cara yang tidak sportif dan tidak manusiawi kembali terjadi di RT 05/RW02 Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama. Yoyo Sudaryo (56), warga RT 05/RW02 Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, dan keluarganya dituding sebagai pendukung Ahok-Djarot hanya karena pernah bercanda dengan tetangganya bahwa ia tidak memilih Ahok yang Kristen, tapi pilih Djarot yang Muslim.

Namun nasib apes menimpa Yoyo Sudaryo, ia terpaksa harus menandatangani Surat Pernyataan bermaterei untuk memilih paslon Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada hari pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta putaran dua yang akan dilaksanakan pada tanggal 19 April 2017 karena ibu mertuanya Siti Rohbaniah (80) meninggal dunia dan ditolak disalatkan oleh pengurus masjid Darussalam Pondok Pinang.Yoyo Sudaryo dan keluarganya kesulitan mensalatkan jenazah mertua karena pengurus masjid tidak mau mengurus jenazah mertuanya. Jenazah mertuanya baru mau disalatkan oleh pengurus Masjid pada hari Kamis tanggal 9 Maret 2017 setelah Yoyo Sudaryo menandatangani surat pernyataan yang disodorkan oleh Ketua RT 05 Makmun Ahyar.“Kamis pagi, udah rapi mau dikafani, dimandiin, nggak ada masalah. Siangnya, pas mau disalatin saya disuruh tanda tangan, yang bikin tulisannya Pak RT. Isinya bahwa saya berjanji akan mendukung pasangan Anies-Sandi di putaran dua nanti. Ada meterainya juga,” ungkap Yoyo.Yoyo merasa heran kok bisa sampai begini dengan prilaku pengurus Masjid yang menolak mensalatkan mertuanya. Padahal ibu mertuanya tidak ikut memilih dalam putaran pertama pada tanggal 15 Februari 2017 karena sudah uzur.

Karena tidak tega jenazah ibu mertuanya jenazah ibu mertuanya tidak diurus, Yoyo akhirnya terpaksa menandatangani Surat Pernyataan itu yang disodorkan oleh Ketua RT 05, Makmun Ahyar.“Awalnya sih, saya nggak curiga, lagi kesusahan nggak nyangka nggak mau disalatin. Menurut saya mau pilih siapa itu urusan saya sama Tuhan. Tapi yang penting ibu saya disalatin,” ungkap Yoyo sedih.Entah cara-cara tidak berprikemanusiaan ini siapa yang memulainya dengan memprovokasi pengurus Masjid di seantero Jakarta untuk menolak mensalatkan jenazah para pendukung Ahok, yang jelas bukan dari kubu Ahok-Djarot, melainkan dari kubu Anies-Sandi. Secara logika berpikir memang demikian adanya.

Dulu pada putaran pertama, setiap kali Ahok dan Djarot kampanye, segelintir oknum terus membuntuti dan memprovokasi warga yang dikunjungi Ahok dan Djarot untuk menolak mereka, kini di putaran kedua pakai cara yang lebih tidak manusiawi lagi, yaitu menolak mensalatkan jenazah para pendukung Ahok.

Sesuatu yang tampaknya bodoh memang sengaja diatur sedemikian rupa. Tujuannya sudah jelas, untuk menciptakan kegaduhan dalam masyarakat.

Bagaimana sikap Bawaslu menindaklanjuti fenomena yang tidak sportif ini? Masih diam juga? Bukankah memilih Ahok dan Djarot adalah hak tiap warga negara dan urusan pribadi tiap orang? Perbedaan pilihan yang bersifat duniawi jangan dibawa ke akidah.

Bawaslu kok sepertinya melempem dengan pelanggaran-pelanggaran yang sering terjadi dalam pilkada DKI Jakarta selama ini, seharusnya mereka lebih aktif terhadap setiap pelanggaran yang terpampang dengan jelas didepan mata.

“Agama itu menerangi, bukan membenci.
Agama itu mengasihi, bukan memusuhi.
Agama itu rahmat, bukan kebencian.”

Padahal MUI sudah mewanti-wanti dan mengimbau agar umat Islam tidak melampaui batas dalam urusan pilkada DKI karena mengurus jenazah, mulai memandikan, mengkafani, mensalatkan, hingga menguburkan itu sudah jelas bagi umat Islam, yaitu suatu kewajiban dan hukumnya fardu kifayah.

Oleh karena itu, para Pengurus Masjid jangan pernah melampaui batas menghukum seseorang dengan menolak mensalatkan jenazah umat Islam yang meninggal. Jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya, maka semua orang yang bermukim atau bertempat tinggal di daerah tersebut berdosa.

Apakah Allah SWT pernah mewajibkan sebuah ibadah kepada orang yang sudah meninggal? Saya rasa tidak. Kewajiban agama hanya diperuntukan kepada mereka yang masih hidup. Artinya setelah manusia meninggal, maka segala kewajibannya otomatis gugur.

Jadi kalau Allah memerintahkan manusia untuk melakukan sholat jenazah, itu adalah kewajiban kepada mereka yang masih hidup. Yang terkena hukum wajib sholat jenazah itu adalah mereka yang saat itu masih hidup.

Kedegilan seperti ini makin memuakkan. Demi kepentingan politik segelintir oknum, mereka menolak kewajiban yang diperintahkan Allah SWT. Mereka tunggangi mesjid demi kepentingan politik segelintir oknum tamak dengan menjadikan masjid sebagai sarana intimidasi untuk memenangkan Cagub pilihan mereka dalam pilkada DKI ini.

Bisa kita bayangkan apa jadinya Jakarta ini jika cagub dan cawagub pilihan mereka memenangkan Pilkada DKI yang diperoleh dari cara-cara yang tidak manusiawi seperti itu?

Saran saya bagi para pendukung Ahok dan Djarot, pura-pura saja bilang dukung Anies dan Sandi, nanti pada tanggal 19 April 2017 baru ramai-ramai coblos paslon nomor 2 Ahok dan Djarot, biar pada gigit jari dan  nyahok sekalian koalisi Hambalang itu yang pengecut sehingga tidak sportif bertarung dalam Pilkada DKI ini.

@argo


Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment