Wednesday, May 4, 2016

Tjoet Nyak Dhien Berhijab?


Foto atau lukisan Tjoet Nyak Dhien yang bersanggul dianggap hasil skenario penjajah dan pemerintah sekuler.
  
Dunia Hawa - Di intetnet dan media sosial beredar foto yang diklaim sebagai foto asli Tjoet Nyak Dhien (1850-1908). Di bawah foto tercantum keterangan: “Foto Asli Cut Nyak Din, lengkap dengan hijab dari Kerajaan Islam Aceh Darus Salam. Bedakan dengan gambar di buku sejarah sekolah!”

Sebuah akun facebook Seuramoe Mekkah menganggap lukisan Tjoet Nyak Dhien, dan pejuang perempuan Aceh lainnya seperti Tjoet Meutia dan Laksamana Malahayati yang digambarkan bersanggul, sebagai skenario penjajah dan pemerintahan sekuler.

Foto yang diklaim sebagai Tjoet Nyak Dhien berhijab tersebut jelas salah. Foto yang diambil tahun 1903 tersebut, sebagaimana dikoleksi KITLV Belanda, adalah foto istri Panglima Polem. Pada foto lain, berpose bersama adik dan ibu mertuanya (Potjoet Awan), istri Panglima Polem tidak berhijab.

Panglima Polem dan Muhammad Daud Syah, sultan kerajaan Aceh Darussalam, memimpin pertempuran melawan pasukan Belanda di bawah Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler pada perang Aceh pertama (1873-1874). Istri dan anak Sultan ditangkap Belanda pada 26 November 1902. Sedangkan Panglima Polem dengan istrinya ditangkap Belanda pada 6 September 1903. Sultan pun menyerah dan menandatangani perjanjian damai pada 10 Januari 1903.

Tjoet Nyak Dhien sendiri melanjutkan perjuangan setelah suami keduanya, Teuku Umar, gugur. Suami pertamanya, Teungku Ibrahim Lam Nga, juga wafat ketika melawan Belanda.

Tjoet Nyak Dhien, yang telah tua, rabun, dan berpenyakit encok akhirnya ditangkap Belanda. Ini foto Tjoet Nyak Dhien (duduk di tengah) setelah ditangkap Letnan E. Firing.

Tjoet Nyak Dhien dibawa ke Kutaraja (sekarang Banda Aceh). Dia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Dia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, dia dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, dan meninggal pada 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.

[ Hendri F. Isnaeni/ historia.id

Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment