Sebagai pecinta batik dan pembuat film, Nia Dinata merasa terpanggil
untuk membuat film dokumenter tentang batik. Apalagi, di Indonesia belum
ada film yang secara khusus mengabadikan keragaman corak batik di
Indonesia berikut cerita di balik pembuatannya.
Menyusul
dikukuhkannya batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan
Nonbendawi dari Indonesia oleh UNESCO sejak 2 Oktober 2009, film Batik: Our Love Story akhirnya rampung dan diputar secara perdana pada September 2011.
Bukan
hal yang mudah mengawali pembuatan film yang menyentuh realitas
kehidupan pembatik, termasuk para perempuan pembatik ini. Nia mengaku
ada banyak hal yang ternyata tidak dipahaminya mengenai batik, meskipun
sudah mengenal kain ini sejak kecil.
"Waktu kecil saya tumbuh
bersama nenek buyut saya yang mengoleksi batik. Ia merawat kain-kain
batiknya dengan menutupkannya di atas sangkar ayam, lalu diasapi dengan
menyan. Cara itu membuat batiknya selalu wangi. Ini menjadi suatu lovely memory buat saya," papar Nia, saat diskusi mengenai filmnya di @america, Pacific Place, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Batik
memiliki makna filosofis, dan orang Jawa hidup dengan memegang teguh
filosofi tersebut. Semua tahapan dalam hidup mereka selalu ditandai
dengan penggunaan batik. "Misalnya tujuh bulanan anak, pakai batik.
Cukuran, pakai batik. Meninggal pun dibungkus kain batik," ujar Nia,
yang melakukan riset tentang batik di Cirebon, Pekalongan, Yogyakarta,
Solo, Madura, dan Lasem selama tiga bulan, sejak Januari 2011.
Di
kawasan lain, batik juga menyimpan makna tersendiri. Hal inilah yang
lalu mengembangkan motif batik di setiap daerah, karena para pembuatnya
mengaitkannya dengan kultur mereka. Batik dari Madura menampilkan
gambar-gambar ikan dan kapal, karena para pria di sana mencari nafkah
sebagai nelayan. Motif ikan dan kapal menggambarkan doa dari para istri
agar suami mereka selamat saat bekerja.
Lain lagi dengan batik
pekalongan. Orang-orang China peranakan di kota tersebut sangat menyukai
bunga, sehingga batik pekalongan pun banyak menggunakan motif bunga.
"Orang
Jawa lebih filosofis, sehingga banyak menampilkan motif pemandangan
yang indah, dan beragam. Motif untuk anak yang mau hamil, motifnya
berisi doa-doa. Untuk pengantin digunakan motif sidomukti, yang sangat
kaya pengembangannya. Tetapi pada akhirnya orang Indonesia mencintai
batik karena mereka mengembangkannya with heart and soul," tugas Nia.
Dari riset yang dilakukannya, diketahui pula bahwa motif print seperti batik ternyata bukan hanya dimiliki oleh Indonesia.
Namun Nia berpendapat bahwa hal ini tidak perlu diperdebatkan, karena
pada akhirnya terbukti bahwa orang Indonesia lah yang mencintai batik
dan mengenakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Yang membuatnya
lebih bahagia saat proses pembuatan film ini adalah menyaksikan
bagaimana dedikasi para perempuan pembuat batik. "Mereka rela duduk
berjam-jam dalam sehari untuk membatik. Itu artinya they have pure love terhadap batik," tukasnya.
sumber :
No comments:
Post a Comment