HALAMAN

Wednesday, May 24, 2017

Ketika Politikus PKS Bersandi Korupsi dengan Bahasa Arab dan Istilah Qur’an



DUNIA HAWA Anda sudah tahu soal kasus korupsi baru yang melibatkan politikus asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS)? Alkisah mantan Wakil Ketua Komisi V DPR, Yudi Widiana Adia, terseret dugaan suap proyek jalan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.  Yudi yang telah ditetapkan sebagai tersangka, diduga menerima suap miliaran rupiah dari pengusaha So Kok Seng alias Aseng.

Sebagai komitmen fee untuk memuluskan proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara tersebut, Aseng dan Tan Lendy, temannya, bertemu dengan Muhammad Kurniawan, anggota DPRD Kota Bekasi asal PKS. Kurniawan memang menjadi perantara komunikasi antara Yudi dengan Aseng. Mungkin ini sebuah trik dari mereka juga agar kalau terjadi kasus maka bisa mengelak bahwa tidak saling mengenal atau tidak pernah bertemu. Kan yang ketemuan orang lain.

Kurniawan dikenal Yudi saat menjadi tenaga honorer Komisi V DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan sering membantu tugas-tugas Komisi V DPR.

Komitmen fee itu berupa uang 214.300 dollar AS yang dibungkus goody bag. Aseng juga memberikan kepada Kurniawan parfum merk Hermes, serta jam tangan merek Panerai, yang disimpan dalam kotak. Harga parfum merek Hermes berkisar antara Rp 1,5 juta hingga Rp 3 juta.  Sementara satu arloji Panerai bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah.

Nah yang unik percakapan antara Yudi dan Kurniawan seringkali menggunakan kode dengan Bahasa Arab dan istilah yang ada dalam Al Qur’an. Hal itu terungkap saat sidang di Pengadilan Tipikor.

Kurniawan : semalam sdh liqo dengan asp ya?

Yudi: “naam, brp juz?“

Kurniawan: sekitar 4 juz lebih campuran Itu ikhwah ambon yg selesaikan, masih ada minus juz yg agak susah kemarin, skrg tinggal tunggu yg mahad jambi

Yudi: naam.. yg pasukan lili blm konek lg?

Kurniawan: sdh respon beberapa.. pekan depan mau coba dipertemukan lagi sisanya?

Coba nih ya bayangkan kalau misalnya yang ngomongin berapa uang yang sudah masuk dari hasil korupsi dan pakai istilah juz adalah Ahok atau pihak-pihak yang berlawanan dengan PKS dan dipandang kurang Islami (menurut mereka). Wuhhhh pasti langsung heboh bawa-bawa penistaan agama, penistaan Al Qur’an, demo berjilid-jilid, sampai mungkin menyuruh cepat-cepat dipenjara.

Atau jangankan itu Ahok, kalau misal Presiden Jokowi saja yang mengucapkan pasti akan digoreng habis-habisan oleh cyber army dan simpatisannya.

Tapi ketika yang melakukan golongannya sendiri? Tutup mulut semuanya. Juz sendiri adalah pengelompokkan surat-surat dalam Al Qur’an di mana dalam 1 Qur’an terdapat 30 juz.

Padahal mereka jelas malah menggunakan term itu untuk menutupi suatu perbuatan tercela bernama korupsi. Korupsi itu baik perbuatannya maupun uang atau hasil yang didapat sifatnya haram. Nah kalau dalam kasus Ahok saja yang penyebutnya tidak punya niat melakukan perbuatan tidak baik bisa dikenai dalih penistaan agama dan sebagainya, yang begini juga harusnya bisa dicap penistaan juga kan? Atau karena mereka Muslim sehingga bebas dan sah-sah saja mengucapkannya?

Satu lagi yang ingin saya soroti di sini. Di saat kader-kader PKS seringkali mengkafir-kafirkan dan membawa-bawa persoalan etnis terutama terhadap Tionghoa, kok malah ada politisinya yang melakukan kesepakatan jahat berupa korupsi dan menerima fee dari pengusaha yang etnis dan agamanya sering mereka serang? Lho konsistensinya ke mana? Apakah kalau menguntungkan mereka maka tak lagi dikafir-kafirkan atau diserang dengan isu SARA?

Anda tentu masih ingat bahwa pernah ada kader PKS dari Yogyakarta bernama Dwi Estiningsih yang bahkan mempersoalkan dipakainya 5 pahlawan yang kebetulan non-Muslim dalam cetakan rupiah yang baru. Lah ini padahal pahlawan lo tapi oleh mereka dipersoalkan. Pahlawan yang jelas-jelas ikut berjuang memperebutkan kemerdekaan yang kita nikmati sekarang. Entah bagaimana kelanjutan kasus Dwi itu sekarang karena saat itu Ia sempat mengiba dengan dalih anak-anaknya masih kecil-kecil. Yang jelas Dwi sampai saat ini juga tampaknya masih aktif di media sosial.

Ketika kita menyadari bahwa sangat mudah mereka berstandar ganda tentang apa yang selalu mereka teriak-teriakkan, layakkah mereka kita percaya?

@rahmatika


No comments:

Post a Comment