DUNIA HAWA - Usai pembacaan vonis dua tahun untuk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia, GNPF MUI mengimbau seluruh masyarakat Islam untuk menerima keputusan hakim yang (katanya) mulia tersebut.
Ketua GNPF MUI, Bachtiar Nasir mengatakan keputusan menerima vonis tersebut sebagai upaya rekonsiliasi yang memang dibutuhkan oleh Jakarta dan Indonesia. Menurutnya rekonsiliasi harus dijalankan karena ia merasa ada perpecahan dan kesulitan bertenggang rasa di Jakarta. Makian kafir yang dilontarkan dengan mudahnya kepada Ahok, dan pengusiran Haji Djarot dari masjid, seolah-olah dilupakan begitu saja oleh para penduduk bumi datar.
Hal ini menjadi sebuah hal yang paling najis yang saya pernah dengar. Mereka yang memulai, mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan. Namun ejakulasi masih belum maksimal, seruan untuk mundur dari tuntutan kepada Ahok mulai terdengar dari para petinggi, baik dari GNPF MUI maupun FPI.
Lihat saja ketuanya, Bachtiar Nasir dan Rizieq. Ketakutan mulai mereka rasakan karena mereka sadar, jika ejakulasi mereka berhasil, mereka akan segera dihancurkan oleh tekanan massa yang lebih besar dari yang dapat mereka bayangkan.
Selama ini kita tahu bahwa 7 juta adalah angka yang fiktif, namun ada jumlah yang nyata akan datang dengan kekuatan melawan ormas-ormas bajingan yang radikal dan berani menggunakan nama Islam. Banyak yang mengatakan bahwa ormas-ormas ini justru tidak sedang menjalankan ajaran Islam.
Satu bentuk rekonsiliasi yang ingin diwujudkan oleh GNPF MUI adalah silaturahmi antar tokoh sentral di antara dua kubu yang pernah berseberangan itu. Bachtiar Nasir boleh saja berkata demikian, namun kita tahu bahwa Rizieq sedang ketakutan dan bersembunyi dari kepolisian, sedangkan Ahok sedang mengalami masa tahanan paling lama dua tahun.
“Rekonsiliasi harus dijalankan dan harus ada tenggang rasa menerima segala keputusan setelah berbulan-bulan perpecahan terasa di Jakarta. Sekarang tugas kita adalah menghentikan pertikaian, berusaha memaafkan, dan menjalin kembali tali persaudaraan,” – Bachtiar Nasir, Ketua GNPF MUI
Ciri khas dari kaum bumi datar sangat jelas. Perkataan mereka lebih besar dari nyali mereka. Para pembaca pasti tahu seberapa kecil nyali pimpinan mereka, Rizieq Shihab yang mangkir dari panggilan kepolisian beberapa kali terkait kasus Firza Hots. Lihat juga Buni Yani yang ketakutan dibully oleh para pendukung Ahok di media sosial.
Jadi berbicara mengenai upaya rekonsiliasi, tentu Bachtiar Nasir hanya berucap kosong, alias kotoran banteng (bullshit). Kita lihat saja nanti, siapa petinggi yang diutus. Mereka adalah segerombol orang-orang bermasalah dengan hukum. Panggilan yang tidak dipenuhi menjadi salah satu hal yang kita sayangkan.
Jika satu kata saja bernilai dua tahun, kita tentu harus maklum mengapa Rizieq masih tidak berani datang ke Indonesia. Kalimat-kalimat yang begitu banyak menghujat agama Kristen, Pak Jokowi, Pancasila, dan bahkan sampai ke Gus Dur, membuat ia berhutang waktu lebih dari usianya. Belum lagi makian Rizieq kepada Hary Tanoe dengan melontarkan istilah “BABI” kepada Bos MNC tersebut.
Melihat keadaan ini, tentu sebagai orang waras kita harus maklum bahwa Rizieq ketakutan. Ia tahu nilai kalimatnya adalah penjara ratusan tahun. Saya cukup yakin bahwa terlalu banyak kebusukan-kebusukan yang dilontarkan dari mulut busuk Rizieq. Alih-alih menganggap dan dianggap ulama, sejatinya Rizieq adalah seorang provokator yang harus diciduk dan dihukum.
Sampai kapan polisi diam dan mendiamkan Rizieq? Kita sebagai para kaum bumi bulat tidak sempurna sadar bahwa polisi juga bisa salah. Namun jelas-jelas sebuah pelanggaran hukum jika sembilan kasus Rizieq ini tidak ditangani sesegera mungkin. Kecemasan yang ditimbulkan karena mulut busuk Rizieq, harus dibayar lunas. Kepolisian harus berani menangkap Rizieq. Jangan takut kepada pembesar-pembesar yang ada di belakang Rizieq. Jika berani, bongkar saja siapa mereka.
Jadi sebagai warga bumi bulat tidak sempurna, kami tentu sangat menunggu respons dari pihak kepolisian di dalam menindaklanjuti kasus yang menjerat Rizieq. Balada cintanya, penghinaan terhadap Pancasila, Presiden, dan agama tertentu, menjadi banyak senjata yang dapat membunuh karakter Rizieq kapan saja.
Sudah sepantasnya warga Indonesia sekarang mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Kita tunggu bagaimana pihak pemerintah bersikap mengenai kejadian ini. Kami terima bahwa Ahok boleh saja dijadikan pancingan untuk menguak seluruh kebobrokan hukum dan keberpihakan hukum yang ada. Namun kami tidak terima jika Ahok hanya dijadikan salah satu sarana pemuasan hawa nafsu dan ejakulasi para bajingan yang berbalutkan agama dan politik.
Betul kan yang saya katakan?
No comments:
Post a Comment