DUNIA HAWA - Baru saja saya melihat video pengusiran Djarot dari masjid jami al-atiq di Tebet, Jakarta Selatan. Beberapa media juga sudah memberitakannya. Beberapa penulis sudah menanggapi. Dan saya juga sangat terdorong untuk menanggapi sikap-sikap jahiliyah tersebut.
Penolakan ummat muslim Jakarta terhadap Djarot sebenarnya sudah pernah terjadi pada saat acara haul Soeharto di masjid at tin. Dan itu artinya pengusiran Djarot dari masjid al-atiq merupakan kejadian yang kedua. Kejadian sangat memprihatinkan yang menunjukkan betapa hanya untuk urusan politik, ada orang-orang yang menyalah gunakan masjid.
Menurut saya, akar masalah dari pengusiran dan sikap-sikap biadab ini sebenarnya karena doktrin negatif dan kebencian terhadap orang-orang yang berbeda pilihan politik sudah terlanjur tertanam.
“Mereka yang memilih pemimpin seorang nasrani atau yahudi itu orang munafik. Bila kita memilih orang non muslim sementara ada orang muslim sebagai pilihan, itulah kita dicap jadi seorang munafik,” ujar seorang jamaah yang menggunakan mikrophone.
Pidato atau khutbah jumat sejenis itu sudah ada sejak Ahok resmi dinyatakan maju sebagai Calon Gubernur. Selama berbulan-bulan terus diulang setiap jumatan, dan kalau sekarang terjadi penolakan atas nama kebencian kepada lawan politik, itu hanyalah buahnya, atau konsekuensi logis dari khutbah jumat penuh kebencian yang sudah diserukan selama berbulan-bulan lamanya.
Yang menarik di sini adalah, khutbah jumat yang merupakan seruan-seruan pergerakan tersebut sangat sesuai dengan materi ceramah Eep Saifullah Fatah yang merupakan timses Anies Sandi. Eep pernah bercerita di Aljazair, partai FIS berhasil menang karena di setiap khutbah atau ceramah selalu diselipkan kalimat seruan.
“Jadi semua ulama, khatib yang mengisi ceramah-ceramah di masjid, termasuk dan terutama shalat jumat, bukan hanya menyerukan ketaqwaan, tapi dilanjutkan dengan seruan-seruan politik. Tetapi bukan seruan partisan. Kalau seruan partisan itu gini, pilih si A jangan pilih si B. Itu partisan. Bukan seruan itu yang disuarakan.
Jadi setelah khotib mengatkan ittaqullah…ittaqullah…ittaqullaha haqqa tuqatihi dan seterusnya, khotib menyampaikan: hai kalian ummat Islam, kalian punya hak. Tidak ada orang lain yang akan menjaga dan menegakkan hak itu kecuali kalian sendiri. Kalian tidak bekerja, hanya menunggu, maka hak itu tidak akan tegak. Jemput dan rebut hak itu. Bertumpu pada diri sendiri jangan bertumpu pada orang lain siapapun dia. Kecuali para pemimpin yang kalian percaya. Kalau ada pihak yang mencederai hak itu, maka lawan dengan sebagaimana Islam mengajarkan.
Terus menerus disampaikan, ketika hari pencoblosan ternyata melekat. Dan tanpa uang, tanpa jaringan yang kuat, FIS bisa memenangkan,” itu kata Eep Saifullah Fatah yang merupakan konsultan serta timses Anies Sandi.
Dan kenyataan yang kita lihat selama beberapa bulan terakhir di masjid-masjid Jakarta, para khotibnya menyerukan suara-suara politik “larangan memilih pemimpin kafir.” Persis seperti ceramah Eep. Para khotib itu tidak sedikitpun menyerukan suara partisan pilih Anies dan jangan pilih Ahok, tidak. Mereka begitu terstruktur, sistematis dan massif menyerukan suara politik dalam khutbah-khutbahnya.
Jadi kalau ada yang bertanya siapa biang kerok dari khutbah-khutbah politik selama beberapa bulan terakhir, maka yang paling pantas untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Prabowo dan tim suksesnya: Eep Saifullah Fatah. Karena tentu bukan sebuah kebetulan kalau apa yang terjadi di masjid-masjid Jakarta, begitu sejalan dengan materi ceramah Eep. Bahwa kemudian tim Anies mengatakan ceramah itu ada jauh sebelum pasangan resmi terbentuk, itu bukan sebuah bantahan, melainkan sebuah konfirmasi bahwa apa Eep sudah mengatakannya lebih dulu sebelum adanya khutbah politik.
Inilah akar seruan politik dalam khutbah jumat yang begitu sejalan dengan analisis kemenangan FIS di Aljazair, yang disampaikan oleh timses Anies Sandi.
Iblis Tak Pernah Mengusir Muslim dari Masjid
Dalam analisis sederhana saya, pengusiran terhadap Djarot dari masjid, merupakan buah dari ditanamnya seruan politik dalam khutbah jumat selama berbulan-bulan. Anda para pembaca boleh berbeda pendapat dan membantahnya, hanya jika mampu memberikan bukti lebih akurat dari tulisan saya. Jika tidak, maka terima saja ini sebagai kenyataan tak terbantahkan.
Pengusiran seorang Djarot, muslim taat dan sudah melengkapi rukun Islamnya dengan menunaikan ibadah haji, merupakan sebuah peristiwa sejarah yang begitu penting bagi peradaban manusia.
Setau dan seingat saya, belum pernah ada kelompok orang yang berani mengusir seorang haji dari masjid. Bahkan iblis pun tidak mampu mengusir seorang muslim dari masjid. Jika ini salah, silahkan dikoreksi dalam kolom komentar.
Seorang iblis dan syetan, yang memang mendapat tugas atau ditugaskan oleh Tuhan untuk mengganggu manusia, tidak pernah bisa mengusir seorang muslim dari dalam masjid dengan cara menakut-nakuti atau menunjukkan wujudnya. Tidak pernah. Iblis dan syetan hanya berani mengganggu, bukan mengusir secara lantang. Sebab masjid adalah rumah Tuhan. Tidak ada iblis atau syetan yang berani macam-macam dengan bertindak berlebihan.
Tapi menariknya, di Jakarta, kelompok pendukung Anies mengacungkan salam oke oce, sambil berteriak lantang Allahuakbar mereka mengusir seorang Haji Djarot dari masjid. Luar biasa. Ini artinya para pendukung Anies ini mampu melakukan sesuatu yang tidak pernah mampu dilakukan oleh iblis atau syetan.
Dan sekali lagi, jika ada yang bertanya mengapa pendukung Anies bersikap seperti itu, saya meyakini dan menyimpulkan bahwa itu semua karena seruan politik yang sudah diulang-ulang selama berbulan-bulan terkait larangan memilih pemimpin nonmuslim.
Jika ada yang bertanya mengapa seruan memilih pemimpin muslim hanya ada di Jakarta? Menurut saya karena Eep hanya menjadi timses Anies Sandi di Pilgub DKI, bukan Pilkada daerah lain.
Tapi kalau ada yang bertanya siapa yang paling bertanggung jawab atas moral dan sikap-sikap iblis yang ditunjukkan oleh pendukung Anies? Saya kurang bisa menjawab dengan pasti. Sebab melibatkan banyak pihak. Dari mulai konsultan seperti Eep, khatib jumat, takmir masjid, sampai orang-orang bodoh yang buta agama.
Terakhir, bagaimanapun ini sudah terjadi. Bahwa Anies Sandi membantah mereka tidak terlibat dengan kampanye negatif seperti itu, menurut saya hanyalah omong kosong belaka. Ilmu seruan politik dalam khutbah jumat, serta kelompok orang yang berteriak allahuakbar setiap menitnya, keduanya merupakan elemen tak terpisahkan dari tim sukses Anies Sandi.
Dan saya melihat ini merupakan kejadian yang sangat luar biasa. Sebab untuk pertama kalinya dalam sejarah peradaban manusia, ada sekolompok orang yang hanya karena urusan politik, mampu dan berani bertindak jauh lebih dari yang mampu dilakukan oleh iblis dan syetan.
Begitulah kura-kura.
No comments:
Post a Comment