HALAMAN

Friday, April 14, 2017

Islam dan Kebaikan Universal



DUNIA HAWA - Saya sebagai seorang muslim menganut asas bahwa manusia (dalam lingkupnya di dunia) pada dasarnya harus baik dulu, mengesampingkan apa pun agamanya. Karena ada beberapa saudara muslim saya beropini seperti ini, "Yang penting muslim dulu, bukan baik." Mereka--ada yang--beralasan, "Nabi Muhammad itu kebaikannya disepakati oleh orang Arab, tapi beliau tetap dimusuhi hanya karena muslim.

Jadi tidak peduli baik atau jahat, yang penting agama dulu." Pendapat yang seperti ini saya kurang sepakat. Karena nanti akan timbul anggapan di benak masyarakat bahwa selama menjadi muslim, baik-buruk manusia urusan belakang. Ini justru memperkeruh citra islam.

Nabi Muhammad Saw. dimusuhi bangsa Arab karena menyerukan ke jalan yang benar (islam) kepada masyarakat yang masih memeluk erat agama nenek moyangnya adalah merupakan hal yang wajar. Peralihan apa pun, baik ideologi, politik, ekonomi, pemerintahan dll akan menimbulkan persinggungan dan konflik itu lumrah terjadi. Apalagi transisi agama, yang langsung menyentuh titik vital manusia. 

Semua utusan Tuhan yang dikirimkan ke kaumnya masing-masing pasti mendapatkan problem serupa meski tak sama persis. Jadi penolakan dalam dakwah keagamaan adalah hukum alam yang tak bisa diganggu gugat. Justru aneh jika penyebaran suatu agama berjalan mulus dan lancar tanpa adanya halangan. 

Penolakan dakwah Muhammad oleh masyarakat tidak ada sangkut pautnya dengan baik-buruk pekerti beliau. Mereka yang beranggapan bahwa agama lebih utama mengesampingkan kebaikan manusia, dengan bersandar pada alasan tersebut sesungguhnya telah keliru dalam memahami persoalan. 

Pandangan mereka tidak jernih disebabkan cinta buta dan takut menggunakan akal lebih dalam karena bisa-bisa memupuskan keyakinan mereka. Siapa pun mereka dan dimana pun posisinya, ketika membawa hal baru dalam masyarakat, secara otomatis sistem akan bergerak untuk menyaringnya. Sistem ini mendorong masyarakat untuk menolak hal tersebut atau malah sebaliknya, menerima.

Yang seharusnya disoroti dalam proses dakwah Nabi Muhammad seharusnya bukan siapa-siapa yang menentang beliau (karena ini wajar), tapi marilah melihat para sahabat yang memutuskan untuk mengikuti tindak-tanduk beliau, bahkan memilih setia. Maka akan timbul pertanyaan, bagaimana beliau mampu mengajak masyarakat yang sudah mendarah daging keyakinannya itu, kemudian berpaling ke agama islam? 

Ini yang kemudian--seharusnya--menjadi bahan perhatian dan pertimbangan. Dan jika saudara pernah berkunjung ke Arab, pasti akan menyadari betapa keras dan bebalnya mereka. Nabi Muhammad diturunkan di masyarakat yang seperti ini, dengan peradaban yang sedemikian rupa, dan beliau berhasil menghimpun pengikut yang bukan hanya banyak, namun siap mengorbankan harta dan nyawa untuk beliau.

Jika bukan karena beliau sudah merupakan insan yang baik dari awal, tentulah dakwah islam hanya akan membentur tembok-tembok rumah. Karena beliau terkenal sebagai orang baik di masyarakat, berbondong-bondong mereka (meskipun tidak semua) percaya apa yang beliau katakan. Justru kunci diterimanya islam di jazirah Arab adalah kebaikan.

Ini yang luput dicerna oleh golongan yang memandang remeh kebaikan dibandingkan agama. Padahal akhlak nabi yang luhurlah--yang diembannya semenjak umur belia sampai akhir hayatnya--yang membuat beliau dapat mengetuk pintu hati kaum Quraisy. Dan sekarang, islam mampu menyebar ke seluruh dunia.

Sekarang banyak saudara muslim saya yang fokus mencari kebenaran agama dan melupakan kebaikan agama. Padahal kebenaran adalah hak preogratif Tuhan semesta alam. Yang kita anggap benar belum tentu benar. Kebenaran yang kita anut adalah kebenaran relatif. Di sinilah batas kapasitas kita sebagai manusia untuk memahami kebenaran. Namun, berbekal kapasitas itu, manusia dapat menemukan kebaikan dengan jelas. Kebaikan adalah perkara yang dititipkan Tuhan untuk manusia temukan di kehidupan dunia. Ia dengan jelas dapat dibedakan dengan perkara yang tidak baik.

Kebenaran agama adalah urusan hamba dengan Tuhannya. Ia menjadi hubungan pribadi yang sangat intim. Manusia bebas memilih untuk percaya Tuhan atau tidak sama sekali. Bukankah dalam Quran sendiri disebutkan bahwa, "Tidak ada paksaan dalam beragama." (Q.S. Al-Baqoroh: 256). Di ayat yang lain menyebutkan, "Katakanlah, kebenaran itu dari Tuhanmu. Yang mau beriman ya beriman, yang menolak ya silakan." (Q.S. Al-Kahfi: 29). Manusia benar-benar dibiarkan bebas untuk memilih keyakinannya masing-masing. Namun kebaikan, adalah suatu tuntutan kepada masyarakat. Ia adalah perkara yang wajib dilakukan bagi setiap umat manusia, apa pun agamanya, apa pun keyakinannya. 

Adalah kekeliruan berdakwah, jika menyerukan kepada islam namun memisahkannya dengan kebaikan. Islam dan kebaikan itu sendiri harusnya sudah menjadi satu paket. Ia ditawarkan bersama-sama. 

Bahwa menjadi muslim, Anda dituntut untuk menjadi orang baik, kepada seluruh manusia. Kita tidak bisa membatasi pergaulan sebatas kepada pemeluk agama yang sama, dan juga tidak bisa membatasi kebaikan hanya kepada pemeluk islam. Kebaikan di dunia itu universal, dan islam menawarkan kebaikan itu.

@agus g ahmad


No comments:

Post a Comment