DUNIA HAWA - Warga Jakarta dan jagad media sosial dihebohkan dengan video baiat warga untuk memilih Gubernur Muslim dan menolak Gubernur kafir, atau munafik. Video tersebut membenarkan beberapa spekulasi yang mengemuka, bahwa kubu Anies-Sandi yang memainkan isu SARA. Sungguh, sikap Anies tersebut sudah masuk dalam wilayah “merah”, karena bisa mengancam keharmonisan di tengah kebhinnekaan.
Anies-Sandi seharusnya belajar dari tragedi Mesir, Irak, dan Suriah yang hancur karena isu SARA. Bukan malah memainkannya yang hanya untuk memuaskan gairah nafsunya menjadi Gubernur Jakarta dan mengorbankan persatuan dan keberagaman yang sudah lama terjalin di Jakarta.
Sudah terbukti, betapa bahayanya jika suatu negara atau wilayah jika isu SARA tidak bisa dikendalikan dan berkembang begitu cepat. Lihat saja, negara-negara yang pernah mengalaminya seperti Mesir, Irak, Yaman dan Suriah.
Di Mesir, Muhammad Morsi dan pendukungnya Ikhwanul Muslimin ketika itu ingin mencoba membentuk Mesir menjadi lebih Islami. Langkah pertama yang diambil Morsi adalah menyingkirkan kaum Kristen Koptik dan Islam Progresif dari panggung perpolitikan.
Bukan hanya itu, Morsi juga mengkhianati janji kampanyenya yang akan menggandeng semua warga Mesir tak terkecuali, termasuk warga yang menganut Kristen Koptik di pemerintahannya. Dan lihat apa yang terjadi setelah itu, warga Mesir terbelah menjadi dua antara pendukung Morsi, Ikhwanul Muslimin dan pendukung Islam Progresif dan umat Kristen Koptik. Jadi, konflik Mesir bukan hanya Islam dan Non-Islam, akan tetapi sesama Islam juga terlibat dalam kubangan konflik SARA tersebut.
Lain halnya dengan Irak dan Suriah. Di Irak konflik berkepanjangan antara Sunni-Syiah yang notebene-nya sama-sama Islam menjadi perang yang menakutkan. Banyak korban tak bersalah berjatuhan, termasuk anak-anak kecil yang tidak tahu apa-apa.
Hampir sama apa yang dialami Irak, Suriah juga memiliki konflik SARA yang menakutkan. ISIS yang mengaku sebagai penegak hukum Allah di dunia membabat habis yang tak sepaham dengannya, termasuk Islam Sunni-Syiah. Dari konflik-konflik tersebut tidak ada yang diuntungkan, yang ada hanyalah kerugian dan kematian konyol yang merugikan semua pihak.
Tentu, Indonesia khususnya Jakarta tidak ingin seperti kejadian di tiga negara tersebut. Hanya gara-gara perbedaan politik, agama diseret ke dalam kepentingan politik. Yang tak lain tujuannya adalah agama hganya dijadikan alat untuk melenggangkan tujuan orang-orang tertentu dalam memenangkan pertarungan politik.
SARA di Pilkada Jakarta
Belum selesai isu penistaan agama yang jelas-jelas dipolitisasi. Kini, Pilkada Jakarta diramaikan lagi isu SARA dengan bertebarnya spanduk tentang larangan disalatinya jenazah pendukung Ahok di masjid dan mushalla. Ditambah lagi, video kubu Anies-Sandi yang membaiat ibu-ibu untuk memilih gubernur Muslim dan mengintimadasi pemilih gubernur non-muslim/kafir dengan label sebagai munafik.
Padahal, konteks munafik surat at-Taubah yang menjadi landasan kubu Anies-Sandi adalah ‘Abdullah bin Ubay bin Salul. Sedangkan, cap munafik atau kafir sendiri pada seseorang sangat dilarang oleh Imam Ghazali.
Dalam kitabnya, Bidayatul Hidayah melarang tindakan memvonis kafir, munafik, atau musyrik pada orang Islam lain. Alasannya, karena keimanan adalah rahasia hati yang hanya menjadi urusan pribadi masing-masing kita dengan Allah SWT.
Kubu Anies-Sandi dalam video tersebut seakan-akan mengklaim Islam milik mereka dan yang tak sependapat dengan mereka dinyatakan salah dan tidak benar. Padahal, Imam Ghazali sudah sangat jelas meyatakan dilarangnya label munafik atau kafir terhadap seseorang. Sedangkan, tingkat keilmuan Imam Ghazali sudah diakui dunia dan tidak diragukan lagi.
Pemahaman kubu Anies-Sandi seperti mengingatkan kita terhadap ISIS dan Ikhwanul Muslimin. Betapa tidak, ISIS berkali mengungkapkan dalam beberapa videonya bahwa yang tak sepaham dengan dirinya atau yang menghalangi perjuangannya akan dibantai dan dianggap musuh.
Berbeda tipis dengan Ikhwanul Muslimin. Mereka sangat menginginkan sekali berdirinya negara Islam hingga cara apapun dilakukannya demi tujuan tercapai. Jika sudah memegang kekuasaan, mereka perlahan-lahan menyingkirkan kaum yang tak sependapat dengan ideologinya.
Sedangkan kita tahu, kubu Anies-Sandi didudkung banyak organisasi dan partai yang beraliran sama dengan Ikhwanul Muslimin. FPI misalnya yang jelas-jelas dalam visi-misi organisasinya menggelorakan berdirinya Khilfah Islamiyah, begitu juga dengan PKS.
Label kafir dan munafik terhadap pemilih selain Anies-Sandi dalam video baiat tersebut sangat keterlaluan. Hanya gara-gara perbedaan politik persatuan dan keberagaman Jakarta yang sudah mapan dan membawa ketentraman digadaikan.
Padahal, dalam wadah NKRI tidak ada yang disebut kafir, yang ada warga Indonesia. Yang mana, orang pemeluk Islam disebut orang Islam, pemeluk Kristen disebut orang Kristen, pemeluk Hindu disebut orang Hindu dan seterusnya. Karena, titik acuan NKRI adalah Pancasila, bukan Islam.
Kita tahu, NKRI ada bukan hanya karena orang Islam semata, melainkan berbagai elemen keagamaan yang sekarang diakui Indonesia juga turut ikut andil dalam memperjuangkan NKRI. Sehingga, Pancasila sebagai dasar negara sudah final dan sudah diakui seluruh rakyat Indonesia, kecuali para pemberontak dan mereka yang ingin merongrong-rong kebhinnekaan yang sudah terjalin cukup lama.
Bahkan, Ulama besar NU KH Achmad Siddiq pernah mencetuskan ide tentang trilogi persaudaraan (ukhuwah): persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah), persaudaraan kebangsaan (ukuhuwah wathaniyah), dan persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah basyariyah).
Tujuannya, persaudaraan orang muslim bukan hanya pada kalangan sesama muslim saja melainkan persaudaraan sesame manusia dan sebangsa. Hal ini diperkuat dengan ungkapan Ali bin Abu Thalib, yang menyatakan “Dia yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudara dalam kemanusiaan.”
Seharusnya, kubu Anies-Sandi harus banyak belajar tentang keberagaman dan kebhinnekaan. Bukan malah menjadikan warga Jakarta terpecah belah hanya karena perbedaan politik. Bahkan, intimidasi melalui agama terus dikobarkan dan menggadaikan ketentaraman dan keberagaman warga Jakarta yang selama ini sudah sejuk dan aman demi nafsu politik memeangkan Pilkada Jakarta semata.
Oleh karena itu, kita sebagai warga yang cerdas jangan mudah terprovokasi dan menolak segala bentuk dan upaya yang mengusik nilai-nilai Pancasila. Bahwa, Indonesia ada itu karena masyarakatnya yang beragam dan saling menghormati. Di samping itu, menjadikan isu SARA sebagai senjata untuk menjegal Ahok-Djarot oleh kubu Anies-Sandi adalah cara-cara yang tidak elegan dan memecahbelah bangsa.
No comments:
Post a Comment