DUNIA HAWA - Kalimat ‘pelecehan seksual’ mungkin sudah tidak asing lagi di sebagian besar kalangan masyarakat Indonesia. Karena setiap tahun selalu ada kasus mengenai pelecehan seksual. Ironisnya, kasus pelecehan seksual pernah dialami dari berbagai kalangan. Mulai dewasa, remaja, hingga anak-anak tidak luput menjadi sasaran. Tapi tahukah anda apa itu pelecehan seksual sesungguhnya?
Pelecehan seksual adalah semua perilaku yang mengarah ke perilaku seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh pihak yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif, misalnya malu, marah, atau tersinggung.
Perilaku sederhana seperti siulan nakal, candaan atau komentar berkonotasi seks, sentuhan, cubitan, colekan, ajakan untuk berkencan atau berhubungan seks yang disertai ancaman, hingga pemerkosaan, merupakan beberapa contoh pelecehan seksual
Para pelaku pelecehan seksual selalu menggaet wanita sebagai sasaran. Ini jelas memilik alasan karena wanita dianggap lebih lemah dari pada pria. Kelemahan wanita inilah yang dimanfaatkan para pelaku pelecehan seksual untuk melancarkan aksi yang melanggar kemanusiaan manusia.
Terlebih lagi, anak yang masih di bawah umur sering menjadi sasaran utama perbuatan yang tak sepantasnya ini. Kasus pelecehan seksual juga marak terjadi di mana saja. Dan pelaku yang melakukannya tidak hanya orang asing, tetapi bisa saja orang yang dekat dengan korban yang tidak pernah disangka sebelumnya.
Pelecehan seksual terjadi karena memiliki alasan, bisa saja para pelaku pelecehan seksual memiliki dendam sebelumnya kepada korban. Akan tetapi alasan seperti ini jarang sekali di temukan. Rata-rata para pelakunya melalukan aksinya tanpa memiliki hubungan apapun sebelumnya atau belum mengenal korban sama sekali. Berikut merupakan beberapa penyebab maraknya kasus pelecehan seksual, antara lain.
1. Ancaman hukuman yang relatif ringan dan sistem penegakan hukum lemah, memerlukan pengorbanan biaya dan pengorbanan mental yang sangat tinggi cenderung membuat korban menghindari proses hukum.
Proses hukum yang rumit dan berbelit-belit, penanganan yang kerap tidak manusiawi, dan ancaman hukuman minimal 3 tahun maksimal 15 tahun membuat kasus-kasus kekerasan seksual tenggelam selama bertahun-tahun dan membiarkan para korbannya tumbuh tanpa intervensi psikologis yang tepat.
2. Nutrisi fisik hormon yang terkandung dalam makanan masa kini semakin membuat individu anak matang sebelum waktunya, yang sudah matang menjadi lebih tinggi dorongan seksualnya.
3. Nutrisi psikologis seperti tayangan kekerasan, seks dan pornografi melalui berbagai media telah mencuci otak masyarakat Indonesia dengan karakter iri, dengki, kekerasan, danpornoaksi. Termasuk di dalamnya lagu-lagu yang semakin tidak kreatif, isi dan tampilannya hanya seputar paha dan dada telah semakin merusak mental masyarakat Indonesia
4. Perkembangan IT (internet) dan kemudian perangkat gadget yang memungkinkan transfer dan transmisi materi porno secara cepat dan langsung ke telapak tangan.
5. Fungsi otak manusia yang khas, neurotransmitter, kapasitas luhur manusia telah membuat individu menjadi kecanduan seks, terutama pada individudi bawah 25 tahun dalam masa perkembangan mereka.
6. Persepsi masyarakat tentang pendidikan kesehatan reproduksi dan upaya perlindungan diri cenderung ditolak, diterjemahkan sederhana sebagai pendidikan seks dan bahkan diabaikan yang pada akhirnya justru menghambat proses persiapan perlindungan anak. Batas usia awal untuk mulai memberikan pendidikan ini kepada anak juga menjadi kontroversi.
7. Sistem sosial masyarakat yang masih banyak mengandung kekerasan gender atau tokoh otoritas kerap menjadi penyebab makin suburnya praktik kekerasan seksual karena figur laki laki atau tokoh otoritas pelaku kejahatan seksual dianggap tidak bersalah dan lebih menyalahkan perempuan atau korban sebagai penyebab.
Banyak kasus kekerasan seksual oleh tokoh laki-laki dan otoritas (kaya atau berkedudukan) justru dimaklumi oleh masyarakat dan bahkan balik menyerang atau menyalahkan korban.
8. Fakta bahwa kekerasan dan kekerasan seksual telah terjadi di mana saja, rumah, sekolah, klub olah raga, pengajian, sekolah minggu dan lain-lain. Praktik membela diri dan mengalihkan isu kekerasan seksual kepada hal lain justru semakin menyuburkan kekerasan seksual. Sudah saatnya kita semua mengambil perandan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, sekolah, keluarga dan media.
9. Persepsi sosial yang berkembang di masyarakat membuat korban tidak berani melapor, dan para pelaku pelecehan seksual menjadi lepas. Sudah melapor pun tidak ditangani dengan baik bahkan ada yang mengalami kekerasan baru, baik fisik, verbal maupun kekerasan seksual tambahan.
Dalam kasus pelecehan seksual yang terjadi pada anak di bawah umur, peran orang tua menjadi sangat penting dalam kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap hal-hal yang dialami anak. akan tetapi masih banyak orang tua yang belum menyadari pentingnya mengajarkan pendidikan seksual bagi anak dibawah umur.
Mereka beranggapan bahwa mengajarkan pendidikan seksual kepada anak-anak merupakan hal yang tabu dan belum pantas diajarkan. Berikut merupakan hal-hal penting yang dapat dilakukan orang tua untuk mewaspadai bahaya pelecehan seksual.
Pertama, selalu mengontrol apa yang dilakukan anak. Ini bukan berarti membatasi keseharian kegiatan yang dilakukan oleh anak. Tetapi, mengawasi atau mengontrol kegiatan keseharian anak tersebut. dan membiasakan anak menceritakan pengalaman keseharian yang dakukan di luar rumah.
Kedua, mengetahui orang-orang yang berada di sekitar anak. Selain keluarga dekat atau saudara di rumah, ketahui siapa saja orang-orang yang ada di sekitar anak, yang mereka kenal, entah itu teman, orangtua teman, guru, pelatih dan lain sebagainya. Dan tanya bagaimana pendapat anak tentang orang-orang tersebut.
Ketiga, tidak mencegah anak untuk tahu apa yang terjadi di media, meski memang orangtua juga perlu hati-hati memberitahukan anak. Tanya mereka apakah ada hal-hal semacam ini yang terjadi di sekolah atau tempat les. Buat mereka paham bahwa hal ini penting dibicarakan dan buat mereka nyaman untuk menceritakan hal-hal seperti ini.
Keempat, memberi perhatian sehingga mengetahui bila ada perubahan yang terjadi pada anak. Setelah seorang anak mengalami pelecehan seksual, akan tampak beberapa hal berbeda yang dialami anak. Bisa saja dalam hal fisik atau dalam hal psikis. Dan terakhir, mengajari anak dalam pertahanan diri. Pertahanan diri sangat penting bagi anak untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan ketika berada di luar jangkauan orang tua.
Kasus-kasus pelecehan seksual kini seolah sudah menjadi sebuah berita biasa yang tidak hanya terjadi di kota-kota besar. Bahkan sebagian besar kasus yang belum dilaporkan merupakan kasus pelecehan seksual yang terjadi di desa atau kampong-kampung kecil. Ini membuktikan bagaimana parahnya Negara Indonesia mengenai masalah pelecehan seksual.
Wanita dan anak-anak yang seharusnya dilindungi malah menjadi sasaran empuk para predator/pelaku pelecehan seksual. UU dan penegak hukum juga di anggap terlalu lemah untuk menangani kasus tersebut. kurang terbuka dan perasaan malu untuk melapor juga menjadi penyebab masih maraknya pelecehan seksual di Indonesia.
Sudah seharusnya masyarakat Indonesia mulai menyadari bahwa kehadiran wanita dan anak-anak harusnya di dukung dan di hormati. Terutama bagi laki-laki yang hanya dapat mementingkan hawa nafsu diri sendiri.
No comments:
Post a Comment