DUNIA HAWA - Usaha menggagalkan Ahok sudah dimulai sejak tahun lalu. Bahkan, kalau mau jujur sejak dia menjadi Gubernur. Cara halus dan barbar dilakukan supaya Ahok berhenti menjadi Gubernur DKI dan kali ini tentu saja gagal untuk melanjutkan jabatannya sebagai Gubernur DKI. Kita tentu saja mengingat beberapa kasus yang dikaitkan dengan Ahok. mulai kasus Sumber (tidak) waras, kasus perda reklamasi, bahkan keterlibatan Ahok dengan para pengembang pun digoreng menjadi sebuah isu hangat. Sampai-sampai Ahok disebut Gubernur Pengembang. Hehehe..
Tidak berhenti disitu, Ahok juga diserang ketika dia menjadi calon Gubernur Independen. Isu adanya uang pengembang masuk dalam rekening Teman Ahok menjadi sebuah isu yang digunakan mengait-ngaitkan Ahok dengan uang yang diduga adalah uang suap. Entah bagaimana caranya, segala sesuatu diusahakan supaya Ahok berhenti jadi Gubernur dan berhenti mencalonkan diri menjadi Gubernur.
Usaha yang terus gagal tidak menyurutkan mereka. Usaha lain digalang dan tinggal mencari celah saja melakukannya. Akhirnya celah itu datang, Ahok yang sebenarnya tidak ada menyinggung mengenai dan merendahkan surat Al Maidah 51, disangkakan melakukan penistaan agama. Skenario pun dijalankan dengan memancing keriuhan melalui share video dan membuat pernyataan yang memancing keriuhan. Keriuhan sudah terjadi dan dikuncilah dengan pernyataan keagamaan dari MUI. Kemudian tinggal menggerakkan massa.
Nah masalah menggerakkan massa tinggal panggil saja ahlinya. Siapa lagi kalau bukan FPI. Demo pertama, 14 Oktober 2016, tidak begitu banyak tetapi sudah berhasil menjadi ajang pemasaran demi cairnya dana lebih besar dan dengan begitu demo pun akan lebih banyak jumlahnya. Dana pun cair dan massa akhirnya berjibun pada tanggal 4 November 2016. Demo yang bahkan sampai membawa-bawa nama Presiden. Isu yang diangkat adalah Presiden melindungi Ahok dan Ahok jadi kebal hukum. Padahal proses hukum sedang berlangsung.
“Sebelum demo juga sudah diproses. Saksi sudah didatangkan, saksi ahli juga, ini kan memang ada prosedurnya. Tapi kok pada enggak sabaran? Tapi itu bukan PKB, saya tahu,” ujar Jokowi.
Usaha menolak Ahok dan menggagalkan Ahok tidak berhenti pada demo 4 November. Usaha tiada henti juga dilakukan oleh kelompok-kelompok lebih kecil. Usaha penolakan Ahok dengan cara dan gaya sama dengan yang mendemo Ahok pada tanggal 4 November. Setiap penolakan yang dilakukan oleh beberapa orang ini seringnya malah memancing keributan. Ada dugaan skenario penolakan ini sudah diatur. Baca_disini.
“Kita menduga ada yang memprovokasi atau memobilisasi. Dasarnya dari saksi-saksi yang kita ajukan, mereka (pendemo) bukan warga situ,” ujar Tim Sukses Ahok-Djarot, Wibi Andrino.
Ahok sendiri menilai tindakan mereka tidaklah lagi mencerminkan suasana demokrasi yang baik dan sehat. Tentu saja mereka tidak paham tentang demokrasi, karena mereka selalu main hakim sendiri dan memaksakan kehendak. Selalu mengusung cara-cara kekerasan dan bergerombol dengan massa. Memberikan intimidasi dan provokasi yang menjadi ciri khas kelompok ini.
“Kenapa, sih, takut sama Ahok? Kalau kamu bagus, ya, kamu buktikan, dong, kamu satu putaran. Ahok kalah, ya, sudah. Kenapa mesti pakai cara barbar, pakai cara turun (ke jalan). Apalagi sekarang ada hoax di mana-mana,” ujar Ahok di kediaman pribadinya di kompleks Pantai Mutiara, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis malam, 11 November 2016.
Ahok sendiri menyadari bahwa usaha untuk menggagalkan dan menghentikannya menjadi Gubernur sangat terencana dan terorganisir. Bahkan siap untuk rusuh jikalau ada perlawanan. Dengan bijak, Ahok tidak mau meladaeni massa dan memilih untuk tidak memberikan kesempatan kepada mereka memanfaatkan kericuhan dan nanti dipakai untuk menentang Ahok.
“Jujur saya mau turun. Sebetulnya di lapangan itu orang kita sudah siap 100 lebih di situ. Dan mereka juga udah panas, saya bilang ya enggak usah ribut deh, kasian orang. Ya sudah kita ngalah saja,” ungkapnya.
Sampai sekarang kalau ditanya kenapa mereka ini menentang Ahok, saya selalu menjawab semua ini persoalan tentang uang. Tidak ada kaitannya dengan agama dan nilai-nilai kebudayaan apalagi keIndonesiaan. Jelas ini masalah uang. mereka tidak pernah buat rusuh kalau ada uang yang terus masuk ke kantong mereka. Apalagi sejak jaman Ahok, uang ke ormas dihentikan. Pergerakan mereka pun sudah sepi sebenarnya. tetapi karena sekarang ada uang masuk, maka mereka akan bergerak lagi.
Sebenarnya tidak suka dengan seorang calon dan tidak mau sebuah daerah dipimpin oleh seorang calon itu adalah hak di dalam demokrasi. tetapi cara dan mekanismenya harus juga dalam sistem demokrasi. Lakukanlah dengan cara elegan dan saling menghargai serta menjaga kenyamanan dan keamanan bersama. kalau melakukan penolakan dan memancing kerusuhan, itu berarti kita sudah jauh mundur ke jaman yang segala sesuatunya diselesaikan dengan perang dan kekerasan. Sekarang jaman dimana segala sesuatu diselesaikan dengan diskusi dan berdemokrasi.
Hal ini sepertinya sangat sulit dipahami oleh kelompok ini yang memang menolak demokrasi. bahkan tidak sungkan mencela Pancasila dan dasar negara kita. tidak menghargai proses hukum, karena mereka merasa bahwa hukum itu adalah mereka dan bisa mnenentukan segala sesuatu seenaknya. Jokowi dilarang intervensi tetapi mereka sendiri mengintervensi dan memutuskan ahok salah tanpa ada proses diskusi dan hukum.
Entah sampai kapan usaha mereka menggagalkan Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta. Menang pun nanti, Ahok tidak akan berhenti mereka demo. Alasannya bukan karena Ahok Kristen dan Cina, melainkan karena Ahok membersihkan jakarta bukan hanya dari sampah dan kotoran di sungai, tetapi juga dari para mafia, tikus kantor, dan ormas preman yang terus merongrong negara. Sekarang ini sebenarnya adalah pertempuran politik dan Jokowi sudah melihat hal itu. sayangnya, masih banyak yang gelap mata dan gelap otak sehingga tidak bisa melihat dan berpikir jernih tentang hal ini. Semoga kita bukan salah satuunya.
Salam Jernih.
[palti hutabarat]
No comments:
Post a Comment