HALAMAN

Tuesday, November 22, 2016

Bedakan Antara "Kafir" dan "Kristen"


DUNIA HAWA - Saya kadang mesam-mesem membaca banyak "meme" dan pernyataan di medsos atau "dumay" tentang larangan "orang kafir" menjadi pemimpin (maksudnya, "kepala daerah") atas umat Islam. Tetapi yang "mereka" maksud dengan "orang kafir" itu adalah "Ahok yang Kristen". Mereka bilang ini amanat Kitab Suci (baca, Al-Qur'an) yang kedudukannya jauh lebih tinggi daripada "Konstitusi".


Kata "kafir" dan "Kristen" itu dua hal berbeda. Kata "kafir" itu sangat rumit dan kompleks sekali dalam Al-Qur'an. Ada sekitar 421 kali, Al-Qur'an menyebut kata "kafir" atau "kufr" dengan makna beragam dan konteks yang berbeda-beda tetapi muaranya kurang lebih sama, yaitu "menutupi sesuatu". Itulah sebabnya ada ayat Al-Qur'an yang menyebut petani itu "kafir" karena kerjaannya "menutupi benih di tanah". Demikian pula di ayat lain menyebut suku-suku di Mekah sebagai kafir karena menutupi kebenaran yang disampaikan Nabi Muhammad. Demikan seterusnya.

Sementara "Kristen" itu jelas "kaum beriman" bukan "kafir" meskipun tentu saja ada umat Kristen yang "kafir" sebagaimana ada umat Islam yang "kafir" kalau mereka "menutupi sesuatu". Seperti umat islam, umat Kristen juga penganut paham monoteisme. Karena itu, banyak para ulama dan sarjana Muslim yang menolak status "kafir" atas non-Muslim. 

Jadi, kalau kampanye "anti-Kristen Ahok" dengan alasan ia "kafir" sehingga kaum Muslim haram memilihnya sebagai "kepala daerah" adalah tidak tepat. Seperti "pepatah": "Joko Sembung Naik Ojek"--Tidak Nyambung Jek. Buktinya, banyak para ulama (termasuk para ulama Mesir) dan tokoh Islam yang mendukung dan membolehkan non-Muslim, termasuk Kristen, menjadi pemimpin politik-pemerintahan di daerah yang mayoritas Muslim. PKS Solo dulu juga mendukung Walikota Kristen: F.X. Hadi Rudyatmo.

Beberapa negara mayoritas Muslim juga memiliki (atau pernah memiliki) kepala daerah non-Muslim, baik walikota, gubernur, sampai presiden. Contohnya di Senegal, Palestina, Turki, Lebanon, dlsb. Di Lebanon, presiden-nya juga Kristen, Pak Michel Sulaiman, yang merupakan seorang Kristen Maronite. Apakah para ulama, cendekiawan Muslim, dan umat Islam di Turki, Sinegal, Palestina, atau Lebanon itu pada tidak paham Al-Qur'an? Apakah para ulama Mesir itu tidak tahu tafsir Al-Maidah yang bikin heboh itu? Tidak kan? Kannnn

Jadi ini sebetulnya soal tafsir saja. Sah-sah saja mau menafsiri "larangan umat Islam memilih pemimpin non-Muslim" tetapi jangan ngotot, marah-marah dan ngamuk kalau ada ulama, tokoh Muslim dan umat Islam lain yang membolehkan memilih non-Muslim sebagai pemimpin. Kalau ada yang bilang salat atau puasa Ramadhan itu "haram" baru silakan protes. Lagi pula, kalau gak suka Ahok ya tidak usah dipilih dalam pilkada nanti. Gampang kan? Pilih Pak Djarot Saiful Hidayat saja yang jelas Muslim. 

Saya ngomong begini bukan karena saya pendukung Ahok tetapi karena ingin "membimbing mereka agar kembali ke jalan yang lurus" he he. Soal Koh Ahok jadi gubernur atau tidak itu urusan orang Jakarte bung, bukan urusan gue he he

Jabal Dhahran, Arabia

@Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi, MA

Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

No comments:

Post a Comment