Dunia Hawa - Para ibu resah gara-gara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Lagi-lagi pangkal soalnya adalah ucapan-ucapan Ahok yang membuat bulu kuduk berdiri: ngeri!
“Mas, tolong kasih masukan, dong, ke Ahok agar jangan terpancing emosi gara-gara lawan-lawannya. Kalau ia difitnah, suruh saja tersenyum agar tidak membuang-buang energi. Jangan-jangan lawan Ahok memang sengaja membuat pernyataan yang memancing Ahok agar ia marah-marah dan bicara kasar.”
Pagi tadi (Sabtu 16 April), kata-kata di atas masuk ke grup WA saya. Yang mengirim seorang ibu. Tak lama kemudian, ibu lain menimpali: “Iya, itu urun rembuk buat Ahok, kalau ngomong jangan emosi. Tolong sampaikan ke dia.”
Membaca dua pesan itu, saya cuma bisa tersenyum. Dalam hati, saya hanya bisa berujar: “Memangnya saya siapa?”
Ya, siapakah saya? Kenal Ahok pun saya tidak. Relawan Ahok juga bukan. Bergabung dengan Teman Ahok yang bermarkas di Pejaten Pasar Minggu Jakarta Selatan, saya juga belum pernah. Saya hanya warga Jabodetabek yang doyan iseng menulis di Kompasiana. Itu saja!
Entahlah kalau ibu-ibu di atas menganggap saya berkelas seperti Sunny Tanuwidjaja, orang dekat Ahok, yang dicegah ke luar negeri gara-gara kasus reklamasi Teluk Jakarta yang bikin Mohamad Sanusi jadi pesakitan KPK karena telah resmi berompi oranye.
Ya, rompi itulah yang diharapkan Karni Ilyas dan para nara sumber yang tidak senang dengan Ahok dikenakan ke tubuh Ahok setelah Basuki diperiksa selama 12 jam di KPK, Selasa (12 April) lalu, bertepatan dengan acara ILC yang dipandu Karni Ilyas di TV One. Alamak! Mereka kecewa, sebab Ahok keluar dari gedung KPK masih mengenakan kemeja batik. Ada kompasianer yang menulis KPK kehabisan stok rompi aranye yang ukurannya pas dengan badan Ahok.
Gubraaak! Ngeri! Setelah diperiksa KPK, Ahok, bukannya semakin takut, melainkan tambah bernyali. Ia menuding Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengaudit pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras “ngaco”. Ahok pun berang lantaran surat keberatannya yang dikirim ke BPK delapan bulan lalu hingga saat ini tidak direspons. Jebreeet!! Saat menjelaskan soal itu (disiarkan pula oleh banyak televisi), urat leher Ahok menegang sambil mengibas-ngibaskan fotokopi suratnya ke BPK yang dianggap angin lalu.
Boleh jadi gaya Ahok seperti itulah yang membuat para ibu yang mengirim pesan WA ke saya resah dan berdesah (maklum, mereka, kan perempuan): “O .... seram!”
Saya lantas mencoba mencari referensi tentang gaya Ahok berkomunikasi yang bikin kaum perempuan ngeri-ngeri tak sedap.
Apa mau dikata. Hasilnya? Banyak ahli dan “pembela” Ahok yang memaklumi gaya berkomunikasi mantan bupati Belitung Timur itu. Seorang sahabat yang kebetulan berprofesi sebagai wartawan mengatakan: “ Ahok berani bicara sekeras itu dan bikin merinding banyak orang karena dia bersih. Ya, inilah yang menjadi modal Ahok. Selama yang dihadapi adalah orang-orang yang diketahuinya kotor dan maling, sampai mati pun Ahok ya akan seperti itu.”
Mencoba berselancar ke Google guna mencari tahu karakter Ahok, bertemulah saya dengan tulisan Denny Siregar yang juga memahami Ahok. Argumentasi Denny juga masuk akal. Denny antara lain menulis karena yang dihadapi Ahok adalah bandit-bandit, maka kata-kata “bandit” juga yang keluar dari mulutnya.
Apakah selamanya Ahok berbicara kasar? Tidak juga. Ahok, menurut Denny, akan berbicara lembut jika ia berhadapan dengan orang-orang yang santun, terutama kelakuannya. Ahok bahkan bisa menangis saat membicarakan nasib warga DKI yang papa.
Namun, masih menurut Denny, Ahok bukanlah Jokowi. Itulah kekurangannya, tapi sekaligus kelebihannya. Ia tidak ingin menjadi Jokowi. Ahok adalah Ahok. Ia seperti Abu Dzar, yang tidak sanggup menahan lisannya ketika ada ketidakberesan.
“Ibarat bidak catur, Ahok adalah benteng. Ia berjalan dengan lurus dan tidak mampu berkelit seperti kuda. Tapi jangan sampai ada musuh di hadapannya. Pasti diterjangnya. Ia juga berfungsi membatasi gerak raja sehingga tidak bisa menyeberang dari garisnya,” tulis Denny.
Maka wajar pula kalau Christianto Wibisono menulis bahwa Ahok adalah pejuang anak bangsa yang hanya sedikit di republik ini. Ia termasuk manusia langka yang hidup di zamannya. Ia tidak takut resiko, ia maju terus sampai akhir hayatnya. Ia siap menang, siap kalah. Ia siap dicampakkan oleh bangsanya sendiri, namun tidak menyerah.
Dilatarbelakangi semangat itu, Ahok, mungkin akan tenang-tenang saja melihat para musuhnya berkoar-koar dan memaki-makinya di TV One, sebab dia amat mengetahui semua rahasia orang-orang yang memakinya. Oleh sebab itulah selama ada mereka, Ahok tetap akan melawan tidak dengan kekuasaan yang dimilikinya, tetapi dengan kata-kata dan gaya berbicara.
Halo para ibu. Maaf, saya tidak bisa memenuhi permintaan Anda. Kalaulah saya dekat dengan Ahok, saya pun tidak bisa memberikan saran kepadanya. Lha, bagaimana saya akan memberikan saran, sebab Ahok pernah bilang seperti ini: “Semisal Sunny brengsek, katakanlah dia dapat duit dari Aguan, memangnya Sunny bisa mempengaruhi kebijakan gua? Enggak bisa. Emak gue aja nggak pernah gue dengerin.” (Majalah Tempo 11-17 April 2016).
Begitu, ibu-ibu. Harap maklum, ya, saya tidak bisa menyampaikan pesan Anda. Jika ibu pendukung Ahok, janganlah terlalu berharap Ahok bakal menang dalam Pilkada Serentak 2017 nanti. Pasalnya, Ahok sendiri siap kalah, kok.
[gan pradana/ kompasioner
No comments:
Post a Comment