Batik sudah menjadi gaya hidup. Bukan hanya dalam bentuk kain
tradisional saja, tetapi juga dalam bentuk apa saja dalam semua bidang
kehidupan. Di rumah, misalnya, sarung bantal, seprai, taplak meja,
hingga peralatan makan juga bisa menggunakan motif batik. Sehingga batik
boleh dibilang sudah menjadi bagian dari putaran gaya hidup global.
Banyak
desainer fashion dunia sekarang juga sudah mengadaptasi batik Indonesia
dalam koleksi busana mereka. Mereka tidak mengambil teknik membatiknya,
yang sudah diakui UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan
dan Nonbendawi dari Indonesia sejak 2 Oktober 2009, melainkan motifnya.
Beberapa perancang atau label yang menggunakan motif ini adalah Dries
Van Noten, Nicole Miller, Burberry Prorsum, dan Diane von Furstenberg.
Desainer
Belgia Dries Van Noten, yang menggunakan motif batik untuk koleksi
Spring/Summer 2010 yang dipamerkannya di Paris Fashion Week. Jika Anda
mengamati foto-foto busana koleksinya, tampak sekali bahwa perancang
yang dikenal dengan gaya print-nya ini memanfaatkan beberapa
motif kain Indonesia. Selain batik, ia juga menggunakan tenun ikat dan
tenun songket. Ia menggunakan motif-motif tersebut untuk dicetak di atas
bahan katun maupun satin. Van Noten juga mempadupadankan motif satu
dengan yang lainnya dengan gaya yang playful.
Sementara
itu, perancang Amerika Nicole Miller mengeluarkan Resort Collection 2009
yang jelas sekali tampak menggunakan motif batik mega mendung. Ia
mengambil tema "Bali", karena ia mengaku menerima oleh-oleh kain motif print dari asistennya yang habis melakukan perjalanan ke Bali.
Kesan Bali sendiri hanya muncul pada motif catur yang biasa dipakai pria-pria Bali. Batik mega mendung itu dipadupadankannya dengan motif garis dan motif catur bali, dan muncul dalam bentuk dress, kaftan, tunik, topi, atau sekadar menjadi aksen.
Kesan Bali sendiri hanya muncul pada motif catur yang biasa dipakai pria-pria Bali. Batik mega mendung itu dipadupadankannya dengan motif garis dan motif catur bali, dan muncul dalam bentuk dress, kaftan, tunik, topi, atau sekadar menjadi aksen.
"Maka,
mengutip kata-kata Bapak Dino Patti Djalal, Duta Besar Indonesia untuk
Amerika Serikat, inilah waktu tepat bagi warisan Indonesia dalam
memenuhi desain kontemporer Amerika Serikat," papar pengamat fashion
Petty Fatimah, saat diskusi mengenai "Pengaruh Batik pada Industri
Fashion Amerika" di @america, Pacific Place, Jakarta, beberapa waktu
lalu.
Menurut Petty, di luar upaya para desainer papan atas untuk
menggunakan kain etnik bermotif batik tersebut, beberapa selebriti
Hollywood juga punya andil yang cukup besar dalam mempopulerkan batik print.
Banyak dari mereka yang memang sempat terlihat mengenakan busana dengan
motif batik. Di antaranya Lenka, Adele, dan Adam Clayton (basis U2, yang memakainya saat tampil di Somerville Theatre, Boston, Massachussets, Amerika Serikat), juga Paris Hilton, Jessica Alba, Rachel Bilson, Reese Witherspoon, dan Nicole Richie.
"Provokasi
media memang luar biasa. Ketika selebriti terlihat memakai batik, hal
itu bikin orang jadi ikut tertarik dengan batik," ujar Petty.
Foto-foto
para selebriti mengenakan busana bermotif batik menjadi bukti lain
bahwa batik sudah merasuk di dunia internasional. Bahkan produk budaya
Indonesia lain seperti kain tenun pun mulai mencuri perhatian. Di pentas
mode dunia seperti New York Fashion Week atau Milan Fashion Week, kata
"tenun" sudah disebut sebagai "ikat", membuktikan bahwa kata ini sudah
diakui sebagai bahasa internasional.
Meskipun umumnya para
perancang tersebut belum memahami teknik pembuatan batik yang
sebenarnya, atau bahwa motif batik yang mereka gunakan merupakan motif
batik Indonesia, sebaiknya kita mensyukurinya saja. Para perancang pasti
akan membutuhkan waktu untuk mengenali dan memahami asal-muasal motif
batik yang mereka pakai. Apalagi, motif print seperti batik
atau ikat memang tidak hanya berasal dari Indonesia. Afrika juga
memiliki batik dan ikat, salah satunya seperti yang kerap dikenakan oleh
Nelson Mandela.
Sutradara Nia Dinata dalam kesempatan yang sama
berpendapat bahwa kita sebenarnya tidak perlu saling berdebat mengenai
siapa pemilik teknik dan motif batik yang sebenarnya. "Toh, yang cinta
batik itu tetap orang Indonesia," tegasnya.
Kita lah yang
menggunakan batik sebagai busana sehari-hari. Selain itu, barangkali
hanya di Indonesia setiap kawasannya memiliki motif batik yang khas.
Inilah kelebihan kita, dan karenanya kita tak perlu mengkhawatirkan
klaim dari negara lain.
sumber :
No comments:
Post a Comment