DUNIA HAWA Kelakuan kubu Anies-Sandi memang ada-ada saja. Tidak pernah membuat hal yang aneh-aneh dan selalu saja membuat kebingungan dan kegaduhan. Tidak saat kampanye Pilkada DKI Jakarta, tidak juga saat sudah resmi menjadi pemenang Pilkada Jakarta.
Kelakuan-kelakuan aneh ini membuat kita jadi kebingungan dan malah semakin sulit untuk menepiskan pikiran negatif ada yang sedang dikejar oleh kubu Anies-Sandi sehingga kebelet untuk ikut serta dalam pembahasan APBD-P 2017 dan juga RAPBD 2018. Dalam tulisan saya sebelumnya, sudah saya sampaikan juga, bahwa kegaduhan seperti ini tidak ada saat Jokowi menggantikan Foke.
Kegaduhan politik ini sontak membuat opini liar berkembang. Ada tudingan kubu Anies-Sandi sedang ada target pendanaan Pilpres 2019, ada juga opini kubu Anies-Sandi ingin bayar biaya kampanye yang sudah dikeluarkan Sandiaga, bahkan ada tudingan untuk kembali memenuhi pundi-pundi mereka yang kering karena tidak dapat dana proyek yang masuk kantong pribadi.
Kubu Anies-Sandi yang telah membentuk tim sinkronisasi tidak sedang menunjukkan sebuah proses transisi kepemimpinan dengan baik, malah membuat proses transisi kepemimpinan menjadi tidak beretika. Pasangan Ahok-Djarot yang masih punya kewenangan seperti tidak dianggap dan ingin segera mungkin memasukkan program-program mereka ke APBD DKI. Bukan hanya APBD 2018, bahkan APBD-P 2017.
Bahkan kalau memungkinkan, mereka-mereka ini ingin mengambil alih semua kewenangan Ahok-Djarot dengan segera. Tetapi sayangnya, semua itu tidak memungkinkan dan mereka harus bersabar. Namanya memang tidak punya etika politik, kubu Anies-Sandi sudah grasak-grusuk dan sangat berisik terkait keinginan mereka ikut serta dalam penyusunan APBD.
Bahkan mereka tidak peduli kalau yang mereka inginkan tersebut malah mengganggu kinerja Ahok-Djarot dalam menyelesaikan kepemimpinan mereka. Seharusnya secara etika, mereka hormati masa-masa terakhir pengabdian Ahok-Djarot untuk warga Jakarta. Ini malah mengganggu dan buat kegaduhan.
Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta M Taufik menilai pemerintahan Plt Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menutup diri terkait sinkronisasi program milik pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Hal ini dianggap berbeda dengan pemerintahan Fauzi Bowo dulu.
“Ya, menurut saya (Djarot) tertutup kalau kondisinya begini. Orang mau membangun masyarakat terus dipersulit, gimana. Memangnya beda yang mau dibina oleh Pak Ahok-Djarot dengan Anies-Sandi? Sama masyarakat Jakarta juga, gitu lo. Terus kenapa jadi ribet,” kata Taufik di gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (17/5/2017).
Taufik merasa bahwa pemerintahan Ahok-Djarot ini tidak seperti Foke yang memberikan ruang kepada pasangan Jokowi-Ahok untuk melakukan sinkronisasi program. Bahkan Taufik menuding bahwa kubu Ahok-Djarot seperti ingin menghalangi keinginan mereka membangun masyarakat DKI.
Padahal, kalau memang yang dibangun sama-sama masyarakat DKI, kenapa Taufik harus seperti cacing kepanasan?? Serahkan saja kepada Ahok-Djarot yang melayani mereka sampai akhir jabatan mereka. Ada saatnya mereka yang melayani dan tidak akan ada yang mengganggu. Tetapi sepertinya bukan itu maksud mereka. Kubu Anies-Sandi sepertinya hanya ingin merecoki dan mengganggu kerja Ahok-Djarot di masa terakhir kepemimpinan mereka.
Djarot sendiri sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta merasa bahwa apa yang dituding Taufik tersebut terlalu berlebihan. Djarot merasa bahwa sebagai tim sinkronisasi, tim ini tidak punya kewenangan apapun yang diperbolehkan ikut mengutak-atik dan menyusun APBD. Mereka tidak punya kewenangan resmi dan statusnya sama dengan warga DKI umumnya yang mekanisme penyampaian programnya tidak bisa diistimewakan.
“Tertutup apa,” kata Djarot di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (18/5/2017).
Menurut Djarot, sinkronisasi program Anies-Sandiaga harus lewat DPRD DKI. Alasannya, karena Pemprov DKI memiliki tim sendiri untuk penyusun anggaran di APBD perubahan 2017. Karena itu, tim sinkronisasi bisa menitipkan program mereka lewat fraksi Gerindra dan PKS di DPRD DKI.
“Iya dong kalau menurut saya (harus lewat DPRD DKI). Itu harus lewat DPRD karena di dalam penyusunan anggaran kami punya tim nih, tim dari anggaran eksekutif. Kalau itu ya lewat DPRD. Kan itu ada fraksi Gerindra, fraksi PKS, silakan lewat sana,” ucap Djarot.
Pendapat Djarot sudah benar. Tidak mungkin mereka melibatkan tim sinkronisasi untuk kembali masuk dan sibuk utak-atik semua proses penyusunan anggaran. Karena semua sudah dilakukan dalam sebuah proses yang sistematis. Tidak bisa dengan begitu saja memasukkan program di tengah-tengah proses. Apalagi kalau itu dari kubu pemerintah.
Yang masih memungkinkan mekanismenya adalah dari DPRD yang tentu bisa melakukan pengajuan program. Tetapi kalau melalui mekanisme tersebut, maka bisa dipastikan apa yang menjadi keinginan kubu Anies-Sandi tidak akan terpenuhi. Karena mereka dalam segala sesuatunya hanya berpusat pada dua partai, yaitu Partai Gerindra dan PKS.
Kalau tim ini memang adalah tim sinkronisasi, maka seharusnya, tim ini tidaklah perlu masuk dan merecoki proses penyusunan yang dilakukan oleh pemerintahan Ahok-Djarot. Cukup nanti saat sudah memimpin melakukan sinkronisasi. Atau dengan kata kerennya menyesuaikan atau menyelaraskan.
Kalau tergesa-gesa dan kebelet seperti ini, maka tidak lagi cocok disebut Tim sinkronisasi, melainkan tim sing kronisasi. Atau dengan kata lain, tim yang ingin memperjuangkan keinginan kroni-kroninya. Kalau dusah begitu, maka sudah lain ceritanya. Haruslah menunggu sampai resmi berkuasa sehingga para kroni bisa leluasa mengerjai APBD DKI.
Bersabarlah wahai kubu Anies-Sandi. Beretikalah dalam berpolitik. Hargai dan hormatilah mereka yang masih punya kewenangan untuk menyelesaikan kepemimpinan mereka dengan baik. Jangan kelakuan preman pun dipakai dalam masa akhir kepemimpinan Ahok-Djarot dengan mengambil alih segera mungkin.
Semua akan indah pada waktunya. Jadi bersabarlah dan lakukan saja semuanya sesuai dengan SOPnya. Tidak perlulah menuding yang aneh-aneh seperti yang sudah terlalu sering dilakukan pada masa kampanye.
No comments:
Post a Comment