HALAMAN

Tuesday, May 23, 2017

Misteri Khalifah ISIS Abu Bakar al-Baghdadi



DUNIA HAWA Butuh waktu selama sepuluh tahun bagi Amerika Serikat untuk menemukan dan membunuh Usamah bin Ladin, pemimpin sentral al-Qaidah. Meskipun telah tiada, karisma kepemimpinan Usamah sebagai ikon jihadis global tak tergantikan oleh penerusnya sekalipun Aiman al-Zawahiri. Sampai akhirnya muncul tokoh bernama Abu Bakar al-Baghdadi.

Para ahli sepakat bahwa al-Baghdadi, pemimpin militan negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), punya pangaruh lebih kuat ketimbang Usamah bin Ladin yang hanya berlatar belakang miliuner.

Pada tahun 2015 TIME menetapkan al-Baghdadi sebagai orang berpengaruh dunia(person of the year) nomor dua. Sementara itu, Forbes memasukkan al-Baghdadi dalam daftar orang berpengaruh di dunia menyalip Hillary Clinton.

Dipimpin al-Baghdadi, organisasi ISIS yang asalnya hanya kumpulan militan level lokal, hanya dalam waktu relatif singkat bermutasi menjadi organisasi paling ditakuti, mendunia, dan kaya raya. Al-Baghdadi berhasil mewujudkan khayalan kaum jihadis untuk memiliki negara khilafah, sebuah mimpi yang tak pernah menjadi kenyataan pada masa Usamah bin Ladin.

Identitas al-Baghdadi mendadak paling dicari semenjak organisasinya memenangi pertarungan pada tahun 2014 di dua negara, Irak dan Suriah. Memang, selama ini lebih banyak tulisan menceritakan sejarah asal-usul ISIS dibanding membahas siapa sosok di balik organisasi ultraradikal ini.

Abu Bakar al-Baghdadi memiliki nama asli Ibrahim bin Awwad al-Badri. Ia lahir tahun 1971 di dekat kota Samarra. Dia menempuh studi Islam dan memperoleh gelar master dan doktor di Universitas Ilmu Islam di daerah Adhamiya, pinggiran Baghdad. Konon, dia tinggal di rumah sederhana di dekat masjid di Tobchi, daerah sebelah barat Baghdad yang penduduknya terdiri warga Sunni dan Syiah. Al-Baghdadi mengenakan kacamata, pandai bermain sepakbola, dan berperilaku layaknya sarjana.

Menurut tetangganya, Abu Ali, yang berbicara kepada Daily Telegraph, al-Baghdadi datang ke Tobchi ketika dia berusia delapan belas tahun. “Kadang-kadang ia memimpin salat, saat imam masjid Tobchi bepergian,” kata Abu Ali.

Al-Baghdadi makin reaksioner seiring berjalannya waktu. Abu Ali menceritakan kenangannya tentang reaksi al-Baghdadi ketika ada acara pernikahan di Tobchi di mana kaum pria dan wanita menari bersama. Al-Baghdadi sedang menyeberang jalan dan melihat acara tarian itu. Dia berteriak ini bid’ah! Lalu dia membubarkan tarian tersebut.

Wael Essam, jurnalis Palestina yang berpengalaman meliput Irak, mewawancarai banyak orang Sunni yang pernah berteman dengan al-Baghdadi saat masih kuliah. Menurut mereka, al-Baghdadi adalah anggota Ikhwanul Muslimin. William McCants, penulis buku The ISIS Apocalypsemenyatakan, al-Baghdadi bergabung dengan Ikhwanul Muslimin saat ia sekolah pascasarjana setelah dibujuk pamannya.

Menurut Essam, al-Baghdadi dekat dengan Mohammed Hardan, salah satu pemimpin Ikhwanul Muslimin. Hardan berangkat perang bersama mujahidin di Afghanistan dan pulang tahun 1990-an, dan pulangnya mengadopsi ideologi salafisme. Al-Baghdadi bergabung dengan kelompok Hardan secara organisasional dan ideologis. Dia juga pernah bergabung dengan Jays Mujahidin, kelompok militan Sunni.

Sekitar akhir tahun 2003 al-Baghdadi diam-diam mendirikan faksi islamis sendiri bernama Jays Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah. Setahun kemudian dia dijebloskan ke kamp Bucca (sebuah fasilitas penjara AS di Irak yang ditutup pada tahun 2009).

Tertangkapnya al-Baghdadi saat itu sebenarnya akibat ketidaksengajaan. Suatu ketika ia mengunjungi temannya di Fallujah bernama Nessayif. Intelijen Amerika Serikat membekuk mereka. Sebenarnya Baghdadi bukan sasarannya—melainkan Nessayif-lah yang diincar AS.

Abu Ahmed, mantan anggota ISIS yang mengenal al-Baghdadi di kamp Bucca, mengatakan kepada Guardian bahwa aparatur penjara awalnya memandang al-Baghdadi sebagai orang yang pandai mengingat ia memiliki gelar doktor dalam studi Islam. Hal ini juga membuat tahanan lain menaruh hormat kepadanya.

Al-Baghdadi adalah sosok yang pendiam, namun memiliki kemampuan bergerak di antara faksi-faksi yang bertikai di fasilitas tersebut, ketika mantan loyalis Saddam dan jihadis bercampur. Menurut William McCants, pihak Amerika mengizinkannya mengunjungi beberapa blok di kamp Bucca untuk memecahkan konflik; namun sebenarnya al-Baghdadi menggunakan kesempatan ini untuk merekrut lebih banyak pengikut.

Selama di penjara al-Baghdadi mengabdikan dirinya untuk urusan agama, memimpin salat, melakukan khutbah Jum’at, dan menyelenggarakan kelas untuk tahanan. Al-Baghdadi membentuk aliansi dengan banyak dari mereka dan tetap berhubungan saat dibebaskan pada Desember 2004.

Al-Baghdadi dibebaskan karena pihak Amerika menilai dia bukan sebagai ancaman tingkat tinggi bagi pasukan koalisi atau institusi Irak. Namun, sejak itu dia semakin berorientasi ekstrem. Ia bergabung dengan Majelis Syuro Mujahidin, organisasi cikal bakal ISIS yang dibentuk al-Zarqawi untuk menghimpun kelompok jihad Irak.

Mengingat dia menganut gagasan kemurnian agama (puritan), al-Baghdadi nampaknya tidak tertarik untuk bekerjasama dengan kelompok pemberontak yang beragam secara ideologis. Ia meninggalkan Ikhwanul Muslimin dan menyebutnya sesat. Ia juga meninggalkan Jays Mujahidin dan bahkan memusuhinya.

Al-Baghdadi selalu konsisten dalam pandangannya terhadap militan Sunni yang bukan bagian dari organisasinya. Al-Baghdadi mengatakan, “Memerangi mereka (kelompok Sunni lain) lebih utama daripada memerangi Amerika.”

Al-Baghdadi dipuja pengikutnya karena ia dipandang memenuhi banyak kriteria kepemimpinan. Konon, dia termasuk anggota konfederasi tribal Quraisy, salah satu suku terhormat di Timur Tengah karena suku ini berhubungan erat dengan Nabi Muhammad SAW. Lebih jauh, al-Baghdadi juga diklaim pengikutnya memiliki trahketurunan Nabi SAW dari garis cucunya yang bernama Hussein bin Ali bin Abi Thalib.

Saya pernah membaca biografi al-Baghdadi yang ditulis Turki al-Bin’ali, seorang ideolog ISIS asal Bahrain. Dia menggarisbawahi tentang nasab keluarga al-Baghdadi dan mengklaim memiliki trah keturunan Nabi Muhammad (ahl al-bait). Al-Baghdadi dikatakan berasal dari kabilah al-Badri yang sebagian besar berada di Samarra dan Diyala dan secara historis penduduknya dikenal sebagai keturunan Nabi.

Secara luas kaum militan islamis memang meyakini bahwa prasyarat kunci seorang khalifah atau emir harus berasal dari suku Quraisy. Dengan dilegitimasi sebagai tokoh yang berasal dari suku terpandang (Quraisy) sekaligus keturunan mulia (ahl al-Bait), plus punya gelar doktor studi Islam, tentu menjadi kombinasi identitas yang sempurna di mata kaum militan. Kriteria yang tidak dimiliki Usamah bin Ladin atau penerusnya, Aiman al-Zawahiri, yang hanya seorang insinyur dan dokter.

Meski profilnya sedikit demi sedikit mulai terungkap, hingga kini keberadaan al-Baghdadi tetap misterius. Akibatnya sering beredar rumor dan spekulasi tentang dirinya, mulai berita kematiaannya karena serangan udara sampai mati diracun.

Namun, seandainya suatu saat al-Baghdadi benar-benar meninggal, jelas ini akan menjadi pukulan keras bagi kelompok yang mengandalkan militansi dan fanatisme buta para pengikutnya tersebut. Tapi itu butuh waktu berapa tahun?

@iqbal kholidi


No comments:

Post a Comment