DUNIA HAWA - Jika pepatah mengatakan “katakanlah dengan bunga”, maka hal itulah yang telah jadi ejawantah para pendukung Ahok-Djarot. Ribuan karangan bunga membanjir di Balai Kota. Doa-doa tersemat dalam bermekarannya bunga-bunga.
Komunikasi politik yang ditunjukkan oleh para pendukung Ahok-Djarot dari awal sebenarnya sangat kreatif. Usai kekalahan Ahok-Djarot, komunikasi politik yang dibangun oleh para pendukung dan simpatisan Ahok-Djarot terus berlanjut.
Bunga-bunga yang berdatangan, sambil terangkai doa, harapan, kekecewaan, dan itikad untuk “tak mau move on”, mewarnai Jakarta yang terancam seragam karena kemenangan gubernur yang didukung kaum takfiri. Sebagai minoritas, Ahok khususnya, terus mendapat dukungan moril yang membanjir.
Bentuk komunikasi politik timbal balik dari pendukung Ahok-Djarot, adalah simbolisme. Ini akan memuat banyak tafsir. Khusus untuk lawan politik Ahok, seperti misalnya Fadli Zon, sampai memberikan pernyataan yang tidak cerdas untuk orang sekaliber dia.
Ribuan! Ribuan karangan bunga dan dituduh sebagai pencitraan murahan. Sikap reaksioner dari Fadli Zon itu yang justru membuat pendukung Ahok terus mengirimkan karangan bunga hingga mencapai jumlah spektakuler.
Ucapan terima kasih disertai doa-doa dari karangan bunga itu, membuat Jakarta berwarna. Sampai pendukung lawan Ahok-Djarot ada yang bilang, “meski ribuan bunga, tetap saja tidak akan mengubah apa yang terjadi di Jakarta”, atau ada juga yang bilang “satu suara lebih baik dari seribu bunga.”
Tapi, ekspresi syukur yang terus mengalir dan ucapan terimakasih kepada Ahok-Djarot yang telah membuat Jakarta berubah jadi lebih baik, terus berdatangan. Betul, satu suara dalam bilik suara itu akan lebih berguna dari pada seribu bunga.
Tapi seribu bunga itu terus akan membarakan semangat Kebhinekaan, sebagai sebuah harapan untuk melawan kaum takfiri yang mendukung lawan Ahok-Djarot, yang memahami demokrasi hanya sebatas kotak suara. Mereka tak memahami bahwa demokrasi juga termasuk menghargai pluralisme dan keberagaman.
Karena itu, diantara mereka pasti akan ada yang bilang bahwa “satu suara lebih baik dari seribu bunga.” Pemahaman mereka itu cupet, sulit untuk diajak mikir yang memanjang dan melebar untuk masa depan Indonesia. Demokrasi sebagai proses untuk meraih masyarakat madani, dipahami oleh mereka hanya sebatas kotak suara.
Jadi, kalau pun ekspresi komunikasi politik, sebagai sebuah ungkapan terimakasih, juga doa, yang mengejawantah dalam bentuk simbolisme, mereka ini tentu bakal sulit untuk mikir. Paling mentok ya memberi tafsiran negatif.
Tapi setelah banjir karangan bunga, kini ada lagi yang heboh. Balon-balon juga berdatangan. Balon-balon dipesan untuk Ahok-Djarot dari perorangan tapi jumlah balon mencapai ribuan.
Seakan belum cukup puas untuk menyemangati Ahok-Djarot, para pendukung Ahok-Djarot tak henti mengucap terimakasih dan syukur lewat beragam cara. Jika kemarin adalah bunga, kini adalah balon yang didominasi oleh balon berwarna merah-putih.
Balon-balon itu juga dilengkapi dengan berbagai ucapan dari para pendukung Ahok-Djarot yang setia. Warna balon yang didominasi merah dan putih, juga memberi simbol yang nyata akan warna bendera negeri ini.
Saya tak habis pikir, bagaimana sebenarnya para pendukung Ahok-Djarot ini? Apa mereka belum cukup membuat “gila” lawan politik? Hahahaha
Kita semua tahu bagaimana sewotnya para pendukung Anies-Sandi saat banjir karangan bunga memenuhi Balai Kota untuk Ahok-Djarot. Bahkan, terdapat selentingan kabar bahwa ada orang yang mengorganisir akan menyainginya dengan jutaan karangan bunga untuk Anies-Sandi. Terlepas kabar itu benar atau hoak, tapi jika itu betul, sungguh mereka memang tak punya imajinasi kreatifitas.
Jika bunga-bunga yang masih banyak terlihat itu tersemat doa-doa yang bermekaran, balon-balon dengan ucapan kekaguman para pendukung Ahok-Djarot kemungkinan akan mengangkasa. Terbang ke langit, disertai dengan gas helium kebahagiaan para penjual balon, langit bisa jadi bakal mendengar kebahagiaan-kebahagiaan itu.
Entah bagaimana nanti tanggapan para lawan politik Ahok-Djarot. Apakah mereka akan kembali sewot, ataukah mereka akan juga meniru. Tapi yang jelas, para pendukung Ahok-Djarot yang memahami demokrasi bukan sebatas kotak suara, pasti akan tetap setia mengawal gagasan keberagaman dan penghargaan yang besar atas perbedaan dibawah warna “merah-putih.”
Jadi bukan cuma sebatas ekspresi ke-berterimakasih-an kepada Ahok-Djarot yang selama ini memimpin Jakarta secara Bersih Transparan dan Profesional lewat bunga dan balon, tapi juga teap menghargai seseorang atas kinerja dan perilaku yang tanpa diskriminasi, tanpa pandang suku, ras, agama, golongan.
Saya membayangkan, doa dan harapan dalam gas helium dalam balon itu mengangkasa, dan meledak di sana, sehingga doa-doanya berhamburan menyejukkan bumi Jakarta dan Indonesia!
No comments:
Post a Comment