DUNIA HAWA -Masa Bakti Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan berakhir sampai Oktober 2017. Hal ini sudah ditentukan oleh para warga Jakarta pada Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Hal ini menjadi sebuah hal yang harus diterima oleh ke-42% warga Jakarta yang masih waras.
Terima atau tidak terima, mau tidak mau, Ahok tidak lagi dipilih oleh mayoritas warga Jakarta. Terlepas dari isu SARA, bukan Sarah yang dimainkan oleh para pendukung Anies Sandi, kita harus menerima fakta kekalahan ini. Inilah jiwa kesatria yang harus kita miliki, sebagai Ahoker sejati.
Jangan sampai para pendukung Ahok berubah menjadi Jonru-Jonru kecil yang menebarkan fitnah, dan menebarkan kebencian yang berakar di otak dan hati kalian. Jangan sampai para pendukung Ahok juga membawa-bawa perasaan alias baper, seperti Prabowo yang tersakiti pada saat Pilpres 2014, dikalahkan hanya dengan seorang mantan pengusaha mebel. Apa? Pengusaha mebel bisa mengalahkan Prabowo yang begitu masyhur? Hahaha…
“Saya sudah putuskan, selesai ini, saya akan jadi pembicara saja,” – Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Pada akhirnya, Ahok memutuskan apa yang akan dia lakukan kelak. Alih-alih para kaum bumi datar bisa mengatur hidup Ahok, Ahok menetapkan keputusannya secara jelas. Tanpa berasa tertekan sedikitpun, Ahok mengatakan bahwa ia akan menjadi pembicara setelah selesai menjabat menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pupuslah harapan para kaum bumi datar yang merasa bisa mengatur seluruh pergerakan Ahok, namun ternyata gagal.
Inilah yang menjadi ketegasan Pak Basuki Tjahaja Purnama yang ditunjukkan di dalam statementnya. Ia bahkan tidak berminat untuk masuk ke partai politik, dan bahkan menjadi menteri dan staf presiden. Ini menjadi sebuah kekecewaan yang dirasakan oleh para Ahokers. Awalnya saya pribadi merasa kecewa dengan keputusan Ahok untuk tidak bermain di dunia politik. Namun lama kelamaan saya berpikir bahwa ini adalah hal yang wajar diambil oleh Pak Ahok.
Dengan tekanan yang begitu besar dialami Pak Ahok selama ia menjadi birokrat, bahkan dari awal karir politiknya di Belitung Timur, ini lumrah. Namun tekanan tersebut bukan dirasakan oleh Pak Ahok, namun tekanan tersebut dirasakan sampai kepada warga Jakarta.
“Nggak masuk partai politik, nggak mau jadi menteri, nggak jadi staf presiden, semua nggak,” – Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Maka tidak heran, kekalahan Pak Ahok di dalam pilkada DKI, kita sebut dengan kemenangan Ahok di dalam menghantam seluruh pemikiran kaum bumi datar. Bagaimana mungkin orang yang sudah dihantam begitu banyak dengan isu-isu SARA, dapat tetap mendapatkan kepercayaan rakyat sebesar 42%?
Sempat tersebar bahwa Ahok akan meninggakan Indonesia. Hal ini tentu dipatahkan oleh Ahok. Ahok mengatakan dengan tegas bahwa hidupnya sudah didedikasikan kepada warga Indonesia. Ahok sadar bahwa untuk menjadi menteri, rasanya agak sulit bagi orang ini. Kerasnya hantaman isu SARA sudah membekas di nama Pak Basuki Tjahaja Purnama, membuat dirinya enggan masuk dunia politik.
Sempat juga Pak Ahok ditanyakan mengenai kesediaannya menjadi Wakil Presiden. Ahok juga tidak berniat untuk menjadi wakil presiden. Dengan sindiran yang begitu kencang, ia mengatakan bahwa tidak mungkin seorang kafir menjadi pejabat di sini. Inilah yang menjadi sebuah hal yang tentu menampar pemikiran para kaum bumi datar, pasukan nasi bungkus, bani daster, dan berbagai-bagai ormas radikal.
“Mau jadi gubernur saja susah, ini lagi mau jadi wapres. Kafir mana boleh jadi pejabat di sini, ha-ha-ha…,” – Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Sindiran ini merupakan sindiran pamungkas, menutup perhelatannya sebagai birokrat di Indonesia. Rasanya Ahok sekarang sudah begitu merasa nothing to lose karena apa yang ia lakukan, sudah tinggal hitungan bulan, dan itu membuatnya semakin cepat menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Di satu sisi, menjadi wapres pada saat ini bukan pilihan favorit. Karena jika nanti Pak Ahok menjabat sebagai wapres, tentu ia akan merasa sangat terhina karena dianggap sebagai pengganti Jusuf Kalla. Hahaha.
Luar biasa apa yang menjadi statement Pak Ahok kepada wartawan di Balai Kota. Mungkin cocok sekali dengan peribahasa “Sekali Ahok menampar, dua tiga pipi terlampaui”. Pipi siapa saja itu? Siapa lagi kalau bukan para pendukung Anies Sandi, Prabowo, Hary Tanoe, Rizieq, Khaththath, dan pentolan ormas radikal?
Sadis kan yang Ahok Katakan?
Betul kan yang saya katakan?
@hysebastian
SHARE ARTIKEL INI AGAR LEBIH BANYAK PEMBACA
No comments:
Post a Comment