HALAMAN

Wednesday, April 19, 2017

Tugas Seorang Ahok



DUNIA HAWA - Saat ini Pilkada DKI telah usai dan hasilnya petahana Pak Basuki dan Pak Djarot harus mengakui kemenangan Pak Anies dan Pak Sandi. Mari kita ucapkan terima kasih kepada Pasangan Nomor 2 dan selamat kepada Pasangan Nomor 3. Banyak yang manyun, banyak yang jengkel, banyak yang ngambek dengan hasil Pilkada ini, tetapi bagi saya it is the beginning. Wah, kok baru mulai? Bukannya ini kan sudah final? Nda lah, ini justru perjuangan yang sebenarnya baru dimulai.

Sesuai yang saya pelajari di dunia medis, ada teori risk and benefit, teori risiko dan manfaat. Seorang dokter harus mati-matian memperjuangkan keselamatan pasiennya sekecil apapun kemungkinan hidupnya. Itu yang menjadikan saya cenderung ngotot dan kepala batu dalam mempertahankan nyawa pasien-pasien saya di ICU. Tetapi hal yang berbeda terjadi pada saat membius, saya harus mempertimbangkan risiko dan manfaat bila mau membius pasien. Bila bobot manfaat jauh melebihi risiko maka pembiusan dapat dilakukan, bila bobot manfaat seimbang dengan risiko makan pembiusan harus dilakukan dengan ekstra hati-hati, bila bobot risiko melebihi manfaat maka pembiusan ditunda dan ditunggu sampai kondisi pasien aman baru dilakukan pembiusan.
Hal inilah yang sebenarnya terjadi pada Pilkada kali ini. Entah dengan pertimbangan apapun, tampaknya kemenangan Nomor 3 merupakan jalan yang harus ditempuh untuk menghindari risiko yang lebih besar. Gak terima, masak Ahok-Djarot disuruh kalah mau! Eh jangan emosi dulu, minumlah secangkir teh, saya alergi caffeine sehingga tidak bisa minum kopi, lalu berpikirlah dengan tenang. Kita diskusi satu-satu yuk. Lagipula, ini bukan dalam rangka menghibur diri loh, ini adalah suatu pelajaran untuk kita supaya bersyukur memiliki presiden yang luar biasa taktik dan strateginya. Kita juga harus bersyukur ada seorang manusia bernama Ahok yang mau dengan rela hati menanggung semua tugas-tugas berat ini demi negaranya.

Pertama, Ahok merupakan the best bait, umpan terbaik. Umpan terbaik adalah umpan yang sempurna tanpa cacat, umpan yang semlohay. Tidak ada seorangpun yang mampu menjalani semua mulai dari perang melawan koruptor, demo berjilid-jilid, sidang puluhan kali walau tidak salah, dengan kondisi prima dan senyum-senyum. Tidak ada pula seorangpun yang sanggup menarik keluar semua tokoh oposisi Jokowi sebaik Ahok, karena Ahok semua pihak-pihak yang berambisi menjadi presiden menampakkan diri, menggunakan segala cara untuk mencapai tujuannya. Kalau tidak ada Ahok, pemerintah tidak mungkin dapat mengidentifikasi semua pihak oposisi, juga tidak dapat mengetahui dengan tepat sejauh mana perkembangan gerakan radikal dan sara yang ternyata sudah jauh merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia akibat pembiaran 10 tahun terakhir. Hanya Ahok yang mampu menanggung semua itu karena satu hal, Ahok bersih tanpa cela. Lah, bagaimana seorang koruptor bisa bilang jangan korupsi kepada yang lain, yang ada juga korupsi rame-rame. Hanya orang yang tidak korupsi yang dapat menghabisi orang-orang yang korupsi.

Ahok juga merupakan guideline alias pedoman alias rujukan bagi pejabat yang lain. Apakah enak seperti itu? Tentu saja tidak. Ingatlah bahwa Ahok itu wakil gubernur yang ketiban pulung menjadi gubernur setelah Jokowi menjadi presiden. Orang yang pertama membuka hutan adalah orang yang bermental tangguh. Sesudah itu orang tinggal menikmati hasilnya. Lagipula Ahok masih menjadi gubernur sampai Oktober 2017, masih 6 bulan lagi. Dia memang harus menunaikan tugasnya dalam menyelesaikan berbagai pembangunan yang sudah dimulai sejak menjadi wakil gubernur dan saya percaya beliau akan menyelesaikannya dengan baik. Bagi pemenangnya jangan senang dulu, karena jalan yang akan dilalui akan lebih terjal daripada sebelumnya. Rakyat yang sudah terbiasa dengan standar seorang Ahok akan meminta standar yang minimal sama atau bahkan lebih baik daripada Ahok. Ya penggantinya harus bersih dari segala tindakan korupsi 100%, apakah yakin bersih dan sanggup? Kalau akhirnya ada kasus yang berhubungan dengan ketidakjujuran harus diproses di pengadilan sama seperti yang sudah dijalani Ahok, apakah yakin mau dan sanggup? Setiap saat harus update pemasukan dan pengeluaran, setiap pagi harus menerima antrian orang-orang dari berbagai pihak, setiap saat harus melakukan kontrol terhadap keuangan, apakah yakin rela dan sanggup?

Jangan-jangan beberapa bulan ke depan kita malah melihat berbagai kasus yang melibatkan para tokoh masyarakat yang tadinya dipuja-puji malah memenuhi berita di seluruh saluran tv. Ada kasus super hot, mega korupsi, penipuan orang tua angkat, mangkir bayar asuransi atau bahkan masalah pameran di luar negri. Mau ngeles? Ntar jangan-jangan, ini jangan-jangan loh, malah dibilangin sama bapak guru kita, “Eh, gak boleh lari ya, kalau lari untuk kesehatan sih boleh, tapi kalau lari dari tanggung jawab ya gak boleh. Ayo ayo ayo ke pengadilan, itu orang yang nda salah saja mau ngejalanin kok, masa kamu gak mau?”

Selanjutnya Ahok harus rela berkorban. Ayo siapa di antara kita yang rela berkorban seperti Ahok? Kemungkinan sih kita-kita langsung bikin alasan yang unyu-unyu, seperti sakit perut lah, dompet ketinggalan lah, mau nemenin pacar lah dan seribu alasan yang lain untuk kabur. Tapi Ahok tidak seperti itu, dia berdiri tegak menjalani semua yang ada dihadapannya. Ahok harus rela menjadi terdakwa walau tidak jelas salahnya di mana. Ahok harus rela dicaci maki, dikutuk, dihina karena membela negara dan rakyat kecil, walaupun rakyat yang dibelanya juga ada yang gak tau terima kasih. Malahan ada yang ikut mengutuki. Tetapi apakah Ahok mempermasalahkan? Tidak tuh, dia cuek-cuek saja dan jalan terus. Ahok memang seorang negarawan sejati tanpa pamrih.

Terus apakah pengorbanannya sia-sia? Tidak sama sekali. Pengorbanannya akan menghasilkan berkat yang berlimpah, bukan hanya buat Ahok, tetapi bagi semua orang. Pengorbanan Ahok saat ini memudahkan Jokowi, Polri, TNI menjalankan seluruh tugas dan kebijaksanaannya tanpa diberi label “ngebela Ahok“. Kan selama ini mereka apa-apa selalu salah. Nah, kalau Ahok kalah itu membuktikan bahwa mereka tidak membela Ahok sehingga eksekusi semua kasus menjadi lebih mudah. Mau ada yang mewek-mewek minta dispensasi? Ya gak bisa lah, wong salah dibikin sendiri, mosok minta pembantu sebelah rumah yang nanggung. Biarkan mereka berpesta karena there is no feast last forever.

Saya menulis artikel ini juga sembari senyum-senyum sendiri karena teringat pengalaman saya saat sekolah harus menerima hukuman atas kesalahan yang tidak saya lakukan. Saya menerima hukuman itu dengan ikhlas saja. Tetapi akhirnya saya yang beres sekolah lebih dahulu dengan predikat pujian meninggalkan lawan saya jauh di belakang. Masih banyak pula kejadian serupa yang saya alami dalam hidup saya. Beban saya mungkin cuma seupil dibandingkan Ahok, tetapi dari situlah saya bisa mengerti bahwa kalah hanyalah kemenangan yang tertunda. Pak Ahok, anda tetap pemenang di hati kami dan seluruh rakyat Indonesia, your time will come in the future.

Salam perjuangan,

@mama mo




No comments:

Post a Comment