HALAMAN

Monday, April 24, 2017

Presiden Jokowi Sudah Tahu, Investigasi Allan Nairn Hanya Konfirmasi Publik



DUNIA HAWA - Selama 4 hari ini saya kerap mendapat inbox, chat bahkan telepon terkait Allan Nairn yang membongkar niat jahat sekelompok orang yang berniat menggulingkan Presiden Jokowi. Bagi saya, tulisan investigasi Allan Nairn terkait upaya makar dari kelompok Prabowo dan antek-anteknya, sebenarnya bukanlah hal yang mengejutkan. Sebab sebelum Allan Nairn menuliskannya, beberapa cerita juga pernah saya dengar, bisa dibilang 80 persennya. Bahkan ada beberapa bagian cerita terkait makar 411, 212 dan seterusnya itu sudah saya tuliskan dalam artikel secara gamblang, tentu saja dengan laporan dan analisis intelijen yang sangat valid.

Dan, tanggapan saya jika ditanya soal tulisan investigasi Allan Nairn, saya bisa bilang bahwa Presiden Jokowi sudah tahu akan hal ini. Inilah sisi gelap politik.

Kekalahan Ahok pada Pilgub DKI sebenarnya tidak terlalu membahagiakan sebagian besar pendukung lawannya. Sebab tujuan utama dari demonstrasi 411, 212, 313 yang mengotori ayat-ayat suci Alquran tersebut adalah revolusi, turunkan Jokowi. Dan harus diakui ini sudah pernah dilontarkan oleh Rizieq, keceplosan, mungkin karena saking semangatnya berorasi.

Pada 2014 saat Jokowi berhasil menang mengalahkan Prabowo, ada banyak cara dan upaya makar yang ingin dilakukan oleh oknum-oknum DPR. Ancaman-ancaman mereka dinyatakan secara terbuka lewat media massa. Jadi tidak heran kalau ada yang berani meramal atau memastikan bahwa Presiden Jokowi tak akan memimpin lebih dari setahun. Dan bodohnya, ramalan seperti ini diamini oleh sebagian masyarakat akar rumput yang tidak tau apa-apa, hanya ingin Prabowo jadi Presiden dan dirinya tidak malu lagi karena akhirnya Jokowi lengser. Sesederhana itu.

Tapi upaya pelengseran tersebut sangat terkesan kasar. Siapapun pada akhirnya akan berpikir bahwa kelompok Prabowo tidak siap kalah, lalu ingin berkuasa dengan segala cara.

Sekarang, setelah Ahok menyebut ayat Almaidah 51, mereka sukses melakukan branding “penista agama” terhadap Ahok. Upaya makar atau niat jahat menggulingkan Jokowi pun kembali bergelora. Pintu masuknya sudah jelas, Ahok.

Untuk menanggapi hal tersebut, secara tersirat Presiden Jokowi sudah mengomentarinya “Ini urusan DKI. Lah kok urusannya digeser ke Presiden, ke saya?”

Upaya makar dalam bentuk provokasi agama Islam dibuat sedemikian rupa. Caranya mudah sekali. Sekelompok politisi yang berkepentingan untuk menggulingkan Jokowi mendanai seratusan bus gratis dan diberi uang jajan selama di Jakarta. Yang kemudian atas nama Allah dan Islam, mereka menyatakan diri siap ke Jakarta untuk jihad, atau kalimat yang lebih provokatif lagi, kami mencium wangi surga di Monas.

Kemudian ada juga gerakan jalan kaki massal, yang kemudian diberitakan di media, dibesar-besarkan seolah-olah mereka benar-benar jalan kaki. Padahal di tengah jalan sebenarnya diangkut oleh bus-bus gratis yang memang sudah disiapkan tak jauh dari lokasi mereka jalan kaki.

Lalu, ada yang bergerak di jalanan, mereka yang berada di daerah-daerah yang jauh dari Jakarta meminta sumbangan untuk aksi bela Islam. Tokoh-tokoh di daerah yang memiliki nama dan diakui masyarakat, dibayar untuk melakukan khutbah-khutbah Jumat provokatif.

Semua faktor pendukung tersebut, pengerahan massa dan bus gratis, jalan kaki massal sampai meminta sumbangan di jalan, adalah langkah yang sangat cukup untuk menggerakkan orang lain untuk tau dan ikut berpartisipasi. Yang belum tau jadi tau, yang belum tergerak jadi ingin berpartisipasi dan yang tidak punya waktu pun kemudian ikut terprovokasi dan menyumbangkan dananya. Sehingga pada akhirnya massa yang berkumpul mencapai ratusan ribu orang secara fakta, dan 7 juta orang secara imajinasi dan provokasi massa ala Rizieq.

Memang akan selalu ada orang yang mengaku tidak diberi uang, bahkan sampai jual kambing atau sapi hanya untuk bela agama ke Jakarta. Sebagian pernyataan mereka adalah provokasi, tapi sebagian lainnya mungkin memang melakukan hal itu. Namun pada intinya sama saja, ini semua diawali oleh provokasi, kemudian disikapi. Seperti subsidi atau bayar iklan, seratusan bus-bus berisi massa dikerahkan, diberitakan di media seolah mereka inisiatif sendiri, lalu kemudian inilah yang menggerakkan dan membuat orang lain ingin menirunya, tentu saja dengan benar-benar keluar uang sendiri untuk ke Jakarta. Hal ini biasa saja, bagi mahasiswa komunikasi dan marketing pasti sudah hafal di luar kepala.

Kampanye Siap Rusuh


Jika diperhatikan dengan seksama, sebenarnya kampanye kelompok Anies Sandi ini merupakan tipe kampanye siap rusuh. Lihat saja pernyataan mereka, kalau tidak dicurangi pasti menang. Istilah perang badar juga kembali dilontarkan, bahkan oleh Anies sendiri. Ada kesan mereka memang sedang membangun persepsi dan nuansa ngeri peperangan yang membuat orang mati.

Istilah perang badar ini semacam kata kunci, password untuk mendukung adanya kekacauan, kerusuhan dan makar. Karena di sisi lain, Rizieq juga menggelar ceramah-ceramah ajakan kepada para masyarakat daerah yang memiliki keberanian untuk mati di Jakarta. “sebelum berangkat, tulis surat wasiat dulu,” begitu katanya.

Berbagai Kepentingan Bersepakat


Melihat rencana makar yang begitu terstruktur, sistematis dan massif, jujur saja membuat saya miris. Ternyata rakyat kita begitu mudahnya diprovokasi atas nama Islam, padahal mereka hanyalah alat propaganda, tak ubahnya hewan peliharaan yang diarahkan oleh para politisi yang kebelet ingin berkuasa. Dan agama Islam sudah dipergunakan hanya untuk memainkan emosi mereka.

Tapi inilah politik. Semua bergabung dengan kepentingan dan tugas masing-masing. Secara politik, Anies menunjukkan betapa dirinya tak pantas dipecat sebagai menteri. Sandiaga seperti begitu menginginkan jabatan Wagub karena menjadi pendana paling banyak dalam kampanye mereka.

Bagi kelompok Prabowo, mereka menginginkan kekuasaan. Jika menang mereka berkuasa, tapi jika kalah mereka bisa segera laksanakan revolusi. Tentu saja dengan desain yang begitu rapi. Coba saja dibayangkan, andai Ahok menang, maka pasti ada protes kecurangan dan meminta pemilihan diulang. Lebih dari itu, branding penista agama bisa dijadikan alasan untuk mengerahkan massa yang pada tujuannya hanya menduduki DPR dan melengserkan Jokowi lewat jalur hukum yang sah ataupun dengan kerusuhan luar biasa.

Untuk kelompok Islam radikal, mereka tidak terlalu peduli dengan kemenangan Anies Sandi. Toh di tempat lain ada begitu banyak pemimpin daerah non muslim dan mereka biasa saja. Kepentingan mereka sebenarnya adalah revolusi, kerusuhan, dan kemudian berkuasa dengan membentuk khilafah.

Sementara rakyat jelata yang bukan politisi atau kelompok Prabowo, bukan juga bagian dari organisasi Islam radikal, dan bukan keluarga Anies atau Sandi, mereka datang dengan niat tulus ingin membela Islam. Seolah-olah penistaan terhadap agama Islam itu benar-benar terjadi. Padahal mereka hanya dibodoh-bodohi, hanya ikut-ikutan tanpa tau apa yagn sebenarnya terjadi di Jakarta. Malah sebagian berpikir “hitung-hitung rekreasi gratis ke Jakarta, bisa lihat Monas.”

Terakhir, semua elemen berkumpul untuk kepentingan yang berbeda-beda, dengan tujuan yang sama: kekuasaan. Kelompok politisi ingin berkuasa, karena sekarang mereka oposisi. Kelompok radikal ingin berkuasa dan membentuk khilafah, berdalih demi agama Islam. Dan kelompok rakyat jelata juga ingin berkuasa, membayangkan negara ini dijalankan sesuai syariah yang diidam-idamkan, kemudian tutup mata dengan negara-negara Islam yang katanya menerapkan sistem khilafah tapi nyatanya rusuh dan konflik berkepanjangan, dengan ratusan nyawa dan darah yang tumpah ruah. Mungkin bukan tutup mata, tapi karena memang tidak pernah melihat negara luar, apalagi berkunjung ke luar negeri. Tapi Allan Nairn ini juga memiliki kepentingan. Begitulah kura-kura.

@alifurrahman


No comments:

Post a Comment