HALAMAN

Monday, April 17, 2017

Hati-Hati PKS Berkuasa di Jakarta



DUNIA HAWA - Menjelang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kian menunjukkan agretasi politiknya untuk menguasai Jakarta. Tentu saja ini berpotensi buruk mengingat PKS telah mempunyai banyak rekam jejak buruk, seperti korupsi, kesamaan ideologi dengan ormas intoleran, dan paham khilafah yang sangat membahayakan kehidupan Jakarta.

Apalagi, pernyataan Jazuli Juwaini, Ketua Fraksi PKS DPR RI yang meminta Anies-Sandi untuk mengembalikan kursi PKS di DPRD Jakarta yang sempat menurun setelah selesai mengurusi warga Jakarta(14/4), semakin menguatkan nafsu PKS untuk menguasai Jakarta sudah menggebu-nggebu.

Di samping itu, kesanggupan Anies mengiyakan pernyataan Jazuli Juwaini dalam sambutannya, menunjukkan Anies-Sandi telah berkomitmen penuh atas tujuan PKS untuk menguasai Jakarta. Hal ini mengisyaratkan majunya Anies-Sandi dalam Pilkada Jakarta, sarat kepentingan elit politik dan dikhawatirkan menduakan kepentingan warga Jakarta sendiri.

Rekam Jejak Buruk PKS

Kekhawatiran warga menjadi bertambah mengingat rentetan catatan buruk yang dipertontonkan para kader PKS selama ini. Mulai dari perilaku korupsi sampai tindakan teroris. Sehingga menjadikan warga semakin khawatir dan tidak bisa dibayangkan apa jadinya jika PKS berkuasa benar-benar berkuasa di Jakarta.

Tindakan korupsi yang paling mengejutkan ketika Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaq (LHI), terjerat dalam kubangan korupsi sapi. Tidak tanggung-tanggung, untuk sekadar pengurusan kuota impor dari PT Indoguna Utama, LHI mendapat 1,3 Milyar. Maka tak heran jika banyak netizen memplesetkan PKS sebagai “Partai Korupsi Sapi”.

Terbongkarnya kasus korupsi sapi yang menjerat petinggi PKS menjadi titik balik kebencian PKS terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini. Mulai dari menghalang-halangi kinerja KPK, menyuarakan dengan lantang penghapusan KPK, bahkan PKS tak segan mengolok-olok KPK melalui juru bicaranya, Fahri Hamzah.

Padahal, KPK merupakan lembaga terdepan dan terbukti berkomitmen penuh dalam memberantas kejahatan rasuah di bumi Indonesia. Di sisi lain, KPK juga mendapatkan kepercayaan penuh dari publik karena rekam jejaknya. Mulai dari penyidik sampai pimpinannya yang jauh dari kasus, kecuali dikriminalisasi.

Belum lagi, terbongkarnya “uang ketok” dari mantan Gubernur Gatot Pujo Nugroho (GPN) salah satu kader PKS  kepada DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan periode 2014-2019 guna menyetujui Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (LP JP APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran (TA) 2012, menambah daftar panjang korupsi PKS.

Tidak hanya itu, persetujuan Perubahan APBD (P-APBD) Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan APBD Provinsi Sumut TA 2014, pengesahan P-APBD TA 2014 dan APBD TA 2015, pengesahan LPJP APBD TA 2014, pengesahan LKPJ APBD TA 2014, dan terakhir, "uang ketok" itu untuk pembatalan pengajuan hak interpelasi anggota DPRD Sumut 2015 semakin membuktikan PKS sebagai partai yang mendengungkan partai terbersih, toh publik akhirnya mengetahui yang sebenarnya.

Bahaya PKS

Terbaru, Anggota DPRD Kabupaten Pasuruan dari PKS, Muhammad Nadir Umar, tertangkap Densus 88 karena keterlibatannya dalam jaringan ISIS (9/4). Muhammad Nadir Umar diamankan Tim Densus di Terminal T2 Bandara Internasional Juanda, Sabtu sore usai turun dari pesawat Air Asia XT 327 rute Kuala Lumpur – Surabaya.

Tertangkapnya salah satu kader PKS terkait jaringan teroris semakin menguatkan keterkaitan PKS dengan organisasi Ikhwanul Muslimin (IM) selama ini. Selain membahayakan, PKS yang merupakan perpanjangan tangan IM di Mesir juga akan merusak tatanan sosial kehidupan Indonesia, khususnya Jakarta yang sudah berjalan relatif stabil.

Sebenarnya, PKS telah lama dikaitkan dengan Ikhwanul Muslimin yang berbasis di Mesir. Hal ini disebabkan beberapa pendirinya bersekolah di sekolah-sekolah IM. Di samping itu, beberapa indikasi juga terlihat saat Mardani Ali Sera, juru bicara PKS, membenarkan bahwa beberapa karya pendiri IM, Hasan al-Banna, menjadi bacaan dan juga rujukan dalam proses pengkaderan partai.

Selain itu, pengakuan salah satu tokoh IM Yusuf al-Qordhowi dan dibenarkan oleh Pendiri PKS, Yusuf Supendi yang mengatakan 90% pendanaan pada pemilu 1999 yang diikuti PKS, didanai oleh partai-partai se-ideologi di Timur Tengah. Begitu juga Ketua Dewan Syariah PKS, Surahman Hidayat, menegaskan bahwa mereka hanya mempunyai “hubungan cita-cita” dengan Ikhwanul Muslimin.

Padahal, jika dicermati penggulingan M. Morsi di Mesir yang menyebabkan jatuhnya korban banyak adalah ulahnya karena ingin mendirikan Mesir Islami di tengah keberagaman.

Perlu diketahui, IM sendiri adalah salah satu jamaah dari umat Islam, mengajak dan menuntut ditegakkannya syariat Allah, bekerja dengan-Nya dan untuk-Nya, keyakinan yang bersih menghujam dalam sanubari, pemahaman yang benar yang merasuk dalam akal dan fikrah, syariah yang mengatur al-jawarih (anggota tubuh), perilaku dan politik. Di kemudian hari, gerakan Ikhwanul Muslimin tersebar ke seluruh dunia.

Untuk itu, sebagai warga Jakarta, tentu harus lebih cermat lagi dalam memilih pemimpin. Melihat siapa yang berada di belakangnya, dana apa tujuan sebenarnya.

Anies-Sandi yang didukung PKS dan ormas radikal telah nyata menginginkan hadirnya Jakarta bersyariah, dan sangat dikhawatirkan Jakarta akan seperti Mesir yang hancur lebur. Dan cita-cita Jakarta Berpancasila dan beragam hanya bisa dipastikan dengan terpilihnya Basuki-Djarot yang selalu konsisten memperjuangkan kebhinnekaan warga Jakarta.

@m ari setiawan 


No comments:

Post a Comment