DUNIA HAWA - Ternyata, kontrak politik berkaitan dengan “Jakarta Bersyariah” itu ada. Sebab ada sebuah dokumen yang mendukungnya. Langsung ditandatangani oleh Anies Baswedan sendiri. Ini sungguh mengejutkan. Ini membuka tabir, mengapa Anies terlihat tak tegas untuk menyatakan dirinya tak pernah terlibat dengan isu “Jakarta Bersyariah”.
Kita lihat Anies hanya bermain “playing victim” seakan-akan pihak lawan yang merekayasanya. Padahal, di akar rumput, para relawan dan simpatisan Anies sudah secara terang-terangan meneriakkan tagline #JakartaBersyariah. Pentolan FPI pun, Novel Bamukmin, meminta kepada Anies untuk menjelaskan ke publik tentang konsep ini.
Berikut petikan dokumen kontrak politik Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang tertanggal 18 Februari 2017:
Jakarta Bersyariah
Dengan menyebut nama Allah SWT dan Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya kami berkomitmen menegakkan Jakarta Bersyariah sesuai dengan kesepakatan para alim ulama serta Umat Muslim di Jakarta bahwa:
Dalam 100 hari kerja mewujudkan terbentuknya Peraturan Daerah (Perda) pelaksanaan Syariah Islam di Jakarta yang terangkum dalam 9 pokok aturan dan lazim disebut sebagai Qonun Jinayat yaitu:
• Perda Wilayatul Hisbah
• Perda Ikhtilath
• Perda Khalwat
• Perda Liwath
• Perda Musahaqah
• Perda ‘Uqubat Cambuk
• Perda Maisir
• Perda Khamar
• Perda Zina
Demikian Kontrak Politik ini kami buat, dengan disaksikan Allah SWT dan Rasul-Nya, Alim Ulama dan seluruh umat Islam di Jakarta.
Kita lihat, banyaknya spanduk-spanduk bertemakan “Jakarta Bersyariah” dengan pokok-pokok Qonun Jinayatnya, ternyata bersumber dari kontrak politik di atas. Tidak mungkin kemunculan spanduk-spanduk dengan detail pokok aturannya, muncul dari sebuah ketiadaan. Atau kubu sebelah yang merekayasanya?
Kalau Anies merasa difitnah seakan-akan dirinya bermain SARA dengan mendukung konsep “Jakarta Bersyariah”, pertanyaan sederhanannya adalah: Apa kepentingan kubu Ahok-Djarot melemparkan fitnah dan rekayasa semacam itu? Apakah itu menguntungkan kubu Ahok-Djarot? Dan, apakah ada buktinya?
Sayangnya Anies adalah Anies. Caranya bertahan hidup adalah dengan terus mengikuti arus massa. Saat kubu syariah beramai-ramai mendukungnya, ia menerimanya dengan tangan terbuka. Saat kubu nasionalis beramai-ramai mengkritiknya, ia langsung merangkulnya, lalu mulai mencampakkan kubu syariah.
Bukankah posisi Anies tidak sedang bersikap tegas untuk mengatakan “Kami tidak pernah bermain SARA!”? Apa yang Anies katakan soal SARA hanya sebatas meredam amuk pihak-pihak pluralis yang merasa Anies sedang bermain SARA. Ia tidak pernah mengatakan secara tegas tidak ada kontrak politik soal “Jakarta Bersyariah”. Ia tidak pernah mengatakan secara tegas bahwa pihaknya tidak pernah menyetujui konsep “Jakarta Bersyariah”.
Akhirnya, Anies yang tanda tangan kontrak politik, malah Sandi yang buat pernyataan. Sandi yang menyatakan tak pernah ada kontrak politik “Jakarta Bersyariah”. Ia ingin Jakarta menjadi kota yang plural dan ramah bagi semua orang.
Sandi bisa mengatakan seperti itu karena memang bukan ia yang tanda tangan. Tapi, bukannya Sandi pernah bilang bahwa jangan alergi dengan konsep syariah. Meski Sandi tak berani masuk ke wilayah Perda dan Qonun Jinayat, setidaknya indikasi pihak mereka “ramah” dengan “Jakarta Bersyariah” tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Seberapa rapinya bangkai ditutupi, pada akhirnya akan tercium juga.
Tapi… Mungkin saja dokumen di atas palsu. Mungkin saja dokumen di atas rekayasa kubu Ahok-Djarot, sebagaimana fantasi Anies Baswedan. Untuk itu, Anies sebagai pihak yang dianggap menandatangani kontrak politik tersebut harus buat pernyataan tegas ke publik. Bahwa dirinya tidak pernah menandatangani kontrak semacam itu. Dan kontrak semacam itu tak pernah ada. Juga pihaknya tidak pernah setuju dengan konsep “Jakarta Bersyariah”.
Apakah Anies berani mengungkapkannya?
Jawabannya, sangat tidak mungkin Anies menyatakan semua itu ke publik. Mengapa?
Di media atau di sosial media, mungkin para elite Timses Anies-Sandi bisa bermain dua muka tentang sikap mereka soal “Jakarta Bersyariah”. Tapi bagi akar rumput di bawah sana, konsep “Jakarta Bersyariah” adalah jihad mereka. Sekali Anies menyatakan tidak mendukung atau tidak ada sangkut pautnya dengan “Jakarta Bersyariah”, suara akar rumput akan goyang.
Akar rumput yang didominasi warga kelas bawah, yang sangat fanatik soal agama, yang maunya hitam-hitam atau putih-putih, tidak pernah mau tahu soal strategi politik untuk menggaet pihak lain. Mereka selalu bermain “pokoknya”.
Itulah sebabnya, Anies jadi serba salah. Ternyata, warga Jakarta, biar mayoritas muslim tapi mereka tetap rasional. Inilah alasan Anies tetap bermain di tengah, di perbatasan antara memilih konsep kebangsaan atau syariah untuk Jakarta.
No comments:
Post a Comment