Renungan Nyepi
DUNIA HAWA - NYEPI merupakan sebuah hari suci, bukan hari raya.
Sebab kalau kita merujuk ke ‘hari raya’, tentunya di sana ada konsep pesta atau pemenuhan kesenangan indrawi.
Dan sangat disayangkan, tak sedikit umat Hindu di Bali, justru berpikir bahwa Nyepi merupakan sebuah hari raya.
Maka tidak heran, saat Nyepi ada umat kita yang menonjolkan keinginan indrawinya. Seperti berjudi, salah satunya meceki.
Selain menodai hari suci, tindakan ini juga melanggar hukum.
Selain itu, umat yang mementingkan indrawinya, biasanya akan keluar rumah saat Nyepi.
Mereka malah melakukan aktivitas di jalan raya, seperti bersepeda hingga makan makan di tengah jalan raya seperti sedang piknik di kebun raya.
Ada pula umat kita yang justru mencoratcoret jalan raya dan berselfi di tengah jalan.
Tentunya hal seperti ini sangat mencoreng hari suci kita.
Sebab di satu sisi kita melarang umat lain yang tinggal di Bali untuk tidak melakukan aktivitas.
Sementara kita malah hura-hura. Kalau begini, justru umat lain yang mendapatkan pahala Nyepi.
Bukan umat kita, karena mereka justru menodai Nyepi. Dalam hari suci Nyepi, ada konsep Catur Bratha, yang terdiri dari amati gni (tidak menghidukan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian) dan amati lelanguan (tidak berpesta).
Itu artinya, saat Nyepi kita tidak boleh melakukan aktivitas eksternal (di luar diri). Namun yang diakukan adalah aktivitas internal, dalam bahasa Bali disebut ‘mecelep ke jero ten ke jaba’.
Catur Bratha inilah sesungguhnya panduan umat Hindu untuk mengontrol nafsu duniawinya.
Dalam teks disebutkan, ‘Wisaya Kharma’, yang artinyan sesuatu yang bersifat pemenuhan indrawi harus dihentikan saat Nyepi.
Sebab saat Nyepi kita harus menuju ‘sunya’ atau kosong.
Maka dari itu, sebaiknya saat Nyepi tidak ada aktivitas eksternal.
Karena ego tidak akan berdaya kalau kita tidak melakukan interaksi.
Ketika Nyepi kita harus mengerdilkan ego, bukan malah memenuhi keinginan ego. Kalau kenyataannya seperti ini, Nyepi yang selama ini kita bangga-banggakan, tak lain hanya kebanggaan semu.
Kalau kita masih melakukan aktivitas eksternal saat Nyepi, maka janganlah marah ketika Nyepi dilecehkan oknum umat lain.
Untuk apa marah, kalau kita sendiri tidak menjalankan konsep Nyepi sesuai ajaran agama.
Karena itu, marilah kita bersama- sama intrspeksi diri. Mulailah kita memandang bahwa Nyepi merupakan sebuah hari suci, bukan hari raya.
Jangan kita mamaksakan umat lain untuk Nyepi, sementara di sisi lain masih ada umat kita malah foya-foya.
Sebab, kalau kita memaknai hari suci kita sesuai esensinya, maka tidak perlu ditekankan, umat lain pasti akan menghargai dan bertoleransi tanpa paksaan.
No comments:
Post a Comment