HALAMAN

Sunday, March 19, 2017

Kasihan! Nenek Ini Ditonjok dan Dicekik Oleh Pendukung Anies



DUNIA HAWA - Sebagai negara demokrasi yang berasas Pancasila, seharusnya perbedaan pendapat serta perbedaan pilihan bukanlah hal yang harus dipertengtangkan. Rupanya dengan umur yang sudah mencapai kepala tujuh, ternyata Indonesia masih belum dewasa dalam menyikapi dan mengerti makna dibalik tulisan Bhineka Tunggal Ika.

Apalagi menjelang Pemilu, Indonesia biasanya rentan sekali diserang virus SARA. Tapi ini ada pengecualian, isu SARA hanya ada dan berlaku apabila ada seorang calon pemimpin yang beragama non-Islam, namun jika tidak ada maka isu SARA sepertinya kehilangan daya tariknya. Tenggelam tak punya panggung.

Sebagaimana kesaksian Suyanto dan Fajrun pada persidangan ke-14 kasus penistaan agama. Mereka mengatakan SARA akan dimainkan kalau ada calon dari non-Islam, biasannya surat Al-Maidah dan selebaran kertas kalimat haram pemimpin kafir disebarkan dijalan-jalan, Masjid, dan tempat umum lainnya. Sebaliknya isu SARA tidak ada kalau tidak ada calon dari non-Islam.

Begitu juga, sekalipun ada Muslim yang berpikiran jernih dan objektif dalam menentukan pilihan mereka kepada calon pemimpin non-Muslim, orang ini biasanya akan diancam secara langsung maupun tak langsung. Tak jarang, Muslim yang memilih non-Muslim berada dibawah bayang-bayang ketakutan karena penghinaan yang nanti akan mereka terima dari ahli surga yang mencoba menghakimi sesama.

Baru-baru ini, seorang pasutri bernama Abdul Haer (61) dan Rini (50) yang tinggal berdomisili di Jakarta Barat mendapat penghinaan berupa tonjokkan dan cekikan dari tetangganya S lantaran menerima hadiah kerudung dari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

S diprediksi salah satu pendukung pasangan calon Anies-Sandiaga. Sama seperti tabiat dan karakter para relawan dan pendukung Anies lainnya, S juga terlihat beringas dan tak segan-segan mencap dan menyakiti orang Muslim yang mendukung pasangan Ahok-Djarot.

S menuduh anak Rini dan Abdul menyandang status dwi agama lantaran mendukung Ahok. “Dia bilang ke anak saya. ‘Ah kamu mah, beragama dua. Agama kamu abal-abal,” kata Rini mengulang petikan komentar S di Facebook.

Tindakan S sudah kelewatan, menuduh seseorang begitu kejamnya. Lagian Rini dan Abdul yang mendukung Ahok, kenapa S yang marah dan emosi. Kalau memang karena memilih Anies-Sandiaga langsung mendapat jaminan masuk surga, kenapa S justru emosi. Seharusnya dia senang akan masuk surga dan ditemani 72 bidadari cantik.

Tak cukup penghinaan melalui mulut, S juga menonjok dan mencekik Abdul dan Rini, “dia kejar saya. Terus dia mulai jorokin saya, terus mencekik saya,” ujar Rini. Ini bukan sesuatu yang harus kita herankan sobat, memang begitulah sifat dan karakter para pendukung Anies. Gila tak berotak.

Maka dari itu jangan heran ketika pendukung Ahok memilih diam untuk tidak menanggapi pendukung sinting dari pihak sebelah. Toh kalau diladeni gak akan nyambung. Yang satu waras yang satunya sakit jiwa alias sinting. Maka kita yang waras memilih untuk mengalah saja, dan membiarkan yang benar menemukan jalannya.

Dulu Indonesia merdeka karena ada kekompakan untuk meraih tujuan yakni kemerdekaan. Berjuang bersama-sama tanpa pernah bertanya agamamu apa. Dulu hanya ada teriakan Merdeka atau Mati. Namun kini untuk memajukkan bangsa, kita harus rela ditanya agamamu apa. Jika Kristen atau non-Muslim maka akan demo teriak ‘takbir…Haram pemimpin kafir.‘

Kembali ke kasus penghinaan yang dialami oleh Abdul dan Rini. Saya jadi teringat sebuah kalimat yang menggetarkan hati. Begini isinya ‘jika pemimpinnya tidak baik jangan pernah berharap pendukungnya akan baik.’ Jadi tidak usah heran ketika S begitu beringas, karena calon pemimpin yang didukungnya memiliki DNA yang sama yakni beringas. Kata-kata Anies beringas dan beracun.

Masih berlakukah Bhineka Tunggal Ika kita itu, Teman? Atau telah lenyap ditelan rayap?

Begitulah kira-kira.

@tiur panindang 17


No comments:

Post a Comment