DUNIA HAWA - Tidak ada angin, tidak ada hujan, publik di DKI Jakarta dibanjiri dengan berita dugaan korupsi dana pembangunan Masjid di Jakarta Pusat. Ironisnya, kasus tersebut terjadi saat Sylviana Murni, Calon Wakil Gubernur pasangan AHY sedang menjabat sebagai Walikota Jakarta Pusat.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah akan diperiksa oleh Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri. Ia akan dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pada pembangunan masjid di kantor Walikota Jakarta Pusat pada tahun anggaran 2010 dan 2011.
Soni Sumarsono sebagai Pelaksana Tugas (PLT) Gubernur DKI Jakarta mengatakan, “Merupakan hal yang wajar jika Pak Sekda dipanggil sebagai saksi atas kasus korupsi pejabat di bawahnya. Pak Sekda itu, semua urusan yang menyangkut korupsi pemerintahan di bawahnya pasti dimintai keterangan. Karena Sekda itu penanggung jawab komando Aparatur Sipil Negara (ASN) di setiap daerah.”
Bagaimana mungkin dana pembangunan untuk masjid justru dikorupsi. Hal ini menggugah hati sebagian masyarakat saat ini. Di balik masifnya isu penistaan agama yang telah merebut perhatian publik muncul isu penyelewengan dana dalam proyek pembangunan masjid di Walikota Jakarta Pusat.
Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh sejumlah oknum pejabat memang dapat memancing amarah publik. Sebab, dana yang seharusnya digunakan untuk membangun fasilitas umum dan infrastruktur kerap diselewengkan. Ironisnya, masjid yang notabenenya sebagai tempat peribadahan menjadi proyek sejumlah pejabat yang tidak bertanggung jawab.
Dalam Musyawarah Nasional (MUNAS) NU di Pondok Gede tahun 2002, NU secara tegas mengeluarkan fatwa bahwa koruptor ketika meninggal tidak perlu disholatkan oleh para ulama, kiai, dan tokoh-tokoh agama Islam. Cukup masyarakat biasa saja yang ikut menyolatkan. Pada dasarnya, keputusan NU terhadap koruptor lahir dari sikap Nabi Muhammad SAW yang saat itu ia tidak mau menyolati sahabatnya. Tetapi malah memerintahkan kepada sahabatnya saja yang menyolatinya.
Sikap Nabi Muhammad SAW tersebut membuat para sahabat heran, sehingga para sahabat mengajukan pertanyaan mengapa beliau tidak mau menyolatinya. Saat itu juga beliau memberikan keterangan, bahwa orang tersebut telah melakukan ghulul (korupsi), yakni telah menggelapkan sejumlah uang yang kurang dari dua dirham. Atas dasar itulah, NU mengeluarkan fatwa bahwa para koruptor sebaiknya tidak disholatkan para ulama, kiai, dan tokoh-tokoh agama Islam lainnya. Namun disholatkan oleh masyarakat biasa saja.
Dugaan Keterlibatan Sylviana Murni
Sylviana Murni merupakan salah satu calon wakil gubernur DKI Jakarta. Saat ini beredar kasus korupsi dan pencucian uang yang melibatkan dirinya ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Pusat pada periode 2008-2010. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam pembangunan masjid kantor Walikota Jakarta Pusat tahun 2009.
Saat itu, dana untuk pembangunan masjid yang terdapat pada dokumen Pelaksana Anggaran Bagian Umum dan Protokol Sekretariat Kota Jakarta Pusat senilai Rp. 30.000.000.000, dan telah dilelang oleh Panitia Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat yang dimenangkan oleh PT. Gainiko Adiperkasa dengan harga penawaran yang terendah senilai Rp. 27.529.182.000. Berarti ada sisa anggaran yang masih belum digunakan dalam proyek pembangunan masjid tersebut.
Masjid tersebut bernama Al-Fauz yang dibangun di tengah kompleks perkantoran Walikota Jakarta Pusat dengan luas masjid sekitar 1900 meter persegi dengan harga permeternya Rp. 14.489.043. Oleh karena itu, kasus ini akan memunculkan pertanyaan publik tentang dugaan keterlibatan Sylviana Murni dalam kasus tindak pidana korupsi pembangunan masjid.
Lembaga Transparency International (TI) telah merilis data indeks persepsi korupsi pada tahun 2015 lalu. Dalam laporan tersebut ada 168 negara yang diamati lembaga tersebut dengan ketentuan semakin besar skor yang didapat, maka semakin bersih negara tersebut dari korupsi. Dalam skor maksimalnya berjumlah 100.
Menurut Ilham Saenong Direktur Program Transparency International Indonesia dalam pengumuman hasil riset mengatakan, Negara Denmark, Finlandia, Swedia, Selandia Baru, Belanda, dan Norwegia merupakan negara peringkat teratas. Sedangkan negara peringkat terbawah ialah Sudan, Sudan Selatan, Afganistan, Korea Utara, dan Somalia.
Indonesia berada dalam urutan ke-88 dengan nilai CPI 36. Skor tersebut meningkat dua point dari tahun 2014 yang berada di tingkat 107. Ia juga mengungkapkan bahwa peningkatan tersebut dipengaruhi oleh akuntabilitas publik yang meningkat dan pencegahan yang efektif. Terutama peran KPK dalam hal ini sangat berpengaruh.
Oleh karena itu, sebagai tempat beribadahnya umat Islam masjid tidak semestinya dijadikan proyek oleh sejumlah oknum pejabat yang haus akan korupsi. Korupsi memang telah mewabah bagai virus yang semakin tak terbendung. Apalagi jika masjid dijadikan lahan untuk korupsi. Na’udzubillahi min dzalik.
Kalau mau jujur, yang sungguh-sungguh menodai agama adalah korupsi dana pembangunan masjid ini. Namun sayangnya publik di Jakarta sepertinya belum terbuka hatinya untuk melihat betapa bobroknya moral pejabat publik ini. Logika sederhananya begini, jika dana masjid saja dikorupsi, apalagi dana-dana publik lainnya?
Saat ini kita menunggu penjelasan Sylviana Murni perihal dugaan keterlibatan dirinya dalam kasus korupsi dana pembangunan masjid ini. Sebab, dirinya akan maju sebagai Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta. Siapapun yang akan memimpin Jakarta harus benar-benar bersih dari tindak pidana korupsi.
No comments:
Post a Comment