HALAMAN

Friday, December 30, 2016

Fahri Heryawan ; 10 Alasan AHY Tidak Pantas Jadi Gubernur


DUNIA HAWA - Pencalonan putra sulung SBY Agus Harimurti Yudhoyono membuat publik bertanya-tanya. Ada apa di balik pencalonan AHY sebagai gubernur DKI Jakarta. Pencalonan dirinya telah diusung oleh koalisi Cikeas dari Partai Demokrat, PPP, PKB, dan PAN. Pasalnya, koalisi tersebut dipimpin oleh partai Demokrat yang dipimpin langsung oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebagian masyarakat bertanya-tanya mengapa SBY mengusung putra sulungnya itu untuk mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta.


Dalam pertarungan Pilkada DKI Jakarta hanya AHY yang belum memiliki rekam jejak di politik. Pencalonanya sebagai gubernur DKI Jakarta terkesan memaksakan. Ketika AHY diperintahkan oleh ayahnya SBY untuk ikut bertarung di bursa calon gubernur DKI Jakarta, dirinya masih berpangkat sebagai Danyonif Mekanis 203 / Arya Kemuning di bawah jajaran Kodam Jaya. Ironisnya, ia sama sekali tidak mengetahui bahwa dirinya dipilih untuk ikut bertarung dalam Pilgub bahkan saat itu ia sedang bertugas di Australia.

Memimpin kota Jakarta bukanlah perkara yang mudah, Jakarta yang notabenenya jantung negara Republik Indonesia mempunyai problematika yang sangat kompleks. Pemimpin yang mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah di DKI Jakarta, harus mempunyai program-program yang jelas demi memecahkan permasalahan di tengah-tengah masyarakat Ibu Kota. Pencalonan dirinya dirasa belum layak sebab ada beberapa alasan yang mencakup integritasnya dalam mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta. Di antaranya :

Pertama, penunjukan dirinya yang terkesan dadakan. Ketika AHY dicalonkan sebagai gubernur DKI Jakarta, ia tidak mengetahui apapun. Sebab, saat itu ia sedang bertugas di Australia mendapat telpon dari ayahnya SBY untuk ikut bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta. dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta pada tanggal 22 september 2016 Muhammad Qodari mengatakan, SBY sudah mempersiapkannya sejak tiga minggu yang lalu. Perihal tersebut juga diamini oleh Wakil Sekretaris Jenderal PPP Arwani Thomafi yang mengatakan bahwa nama Agus sudah muncul sejak tiga minggu yang lalu.

Meskipun demikian, pada dasarnya pencalonan AHY terkesan dadakan dan menjerumuskan. Sebab, tanpa sepengetahuan dirinya SBY mendadak mengumpulkan partai-partai koalisinya di Cikeas. Ibu Kota Jakarta membutuhkan pemimpin yang memilki track record yang jelas bukan hanya mengumbarkan janji-janji.

Kedua, pangkat militer yang masih menengah. Di karir kemiliteranya AHY belum memiliki jabatan yang strategis. Jabatan yang dimilikinya hanya sebagai Danyonif Mekanis 203 / Arya Kemuning di bawah jajaran Kodam Jaya. Jabatan tersebut didapatkanya karena prestasinya di bidang akademis, ia mendapatkan IPK sempurna 4,00 dari George Herbert Walker School di Webster University dalam program Master di bidang Leadership and Management.

Ketiga, rekam jejak AHY dalam bidang politik. Minimnya pengalaman yang dimiliki AHY dalam birokrasi di pemerintahan membuat keraguan di hati masyarakat. Dalam memimpin Jakarta butuh keahlian khusus untuk tata kelola ruang, mengatasi kemacetan, mengatasi banjir dan kesenjangan sosial.

Keempat, waktu yang singkat. Majunya AHY dalam pilgub DKI Jakarta terhitung memiliki waktu yang sangat singkat, semenjak diusung oleh koalisi Cikeas Agus terlihat masih belum mengetahui tingginya tingkat permasalahan di Ibu Kota Jakarta.

Hal itu terlihat ketika Agus menghadiri acara di Mata Najwa yang terkesan gelagapan menjawab sejumlah pertanyaan tajam dari Najwa Shihab seorang pembawa acara di acara tersebut. Sejak saat itu, Agus terus menghindar dari beberapa acara yang diselenggarakan oleh televisi nasional. Bagaimana dapat memimpin Jakarta, jika untuk hadir dalam sejumlah acara perdebatan untuk mempromosikan sejumlah program saja tidak menghadirinya.   

Kelima, ketidakjelasan visi-misi dalam pencalonanya sebagai gubernur DKI Jakarta. Pasangan Agus-Sylviana ini menyadari lemahnya kinerja pemerintah daerah dalam mengatasi segala permasalahan di Jakarta. ketidakjelasan visi-misi Agus-Sylviana yang dipaparkan dalam visi-misinya membuat masyarakat ragu terhadap kepiawayanya dalam memimpin Jakarta. KPUD Jakarta telah merilis visi-misi dari ketiga calon di situs resminya http://kpujakarta.go.id/.

Keenam, pengetahuanya dalam mengatasi kesenjangan sosial. Agus tidak memiliki investasi di bidang Politik. Untuk mengatasi kesenjangan sosial yang ada, butuh pengetahuan yang telah dibangun sejak dini. Pengetahuan Agus dalam hal tersebut disinyalir tidak dimilikinya. Sebab, Agus merupakan akademisi militer. Meskipun Wakilnya Sylviana Murni memiliki pengalaman di birokrasi. Akan tetapi, pengalaman tersebut hanya sebatas pengalaman birokrasi PNS.

Ketujuh, programnya yang kurang realistis dalam mengatasi banjir. Dalam kedatanganya di Gedung Kompas Palmerah, Jakarta Barat. AHY menjelaskan bahwa untuk mengatasi banjir tidak harus menggusur rumah-rumah di belantaran sungai. Akan tetapi, banjir bisa diatasi dengan kota mengapung. Menurutnya ide tersebut lebih baik dibandingkan dengan menggusur sejumlah rumah di belantaran sungai.

Coba kita bayangkan, berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun kota terapung tersebut. Selain memboroskan APBD, program itu sangat tidak realistis. Berhubung Jakarta merupakan Kota yang memiliki jembatan-jembatan pendek dan volume kendaraan yang tinggi. Sebenarnya, salah satu cara yang paling cocok adalah dengan cara normalisasi sungai.

Kedelapan, ketidakmampuan AHY dalam mengatasi kemacetan. Kemacetan di Jakarta memang sudah mencapai titik nadir. Bagaimana tidak, Jakarta merupakan jantung ekonomi di Indonesia dan pusat pemerintahan. menurut Agus dirinya akan melanjutkan program tranportasi massal yang dianggap cukup relevan dalam mengatasi kemacetan di Ibu Kota. Pasalnya, program tersebut telah dijalankan oleh gubernur Petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Program tersebut merupakan program yang digagas oleh Ahok, terlihat dalam hal ini Agus tidak memiliki gagasan untuk mengatasi kemacetan.

Kesembilan, mengandalkan sosok ayah. Penunjukan AHY oleh ayahnya SBY, seolah merupakan ambisi SBY untuk memerintahkan putra sulungnya tersebut untuk mengikuti jejak langkahnya. Meskipun pepatah mengatakan “Buah jatuh tidak jauh dari pohonya”. Tidak semua keinginan seorang ayah dapat berjalan seiring kemampuan anaknya. Penunjukan dirinya sebagai calon gubernur DKI Jakarta ada indikasi SBY ingin meneruskan dinasti Cikeas pascakepemimpinanya 10 tahun silam.

Kesepuluh, niat kuat untuk memmpin DKI Jakarta. dalam pencalonanya sebagai gubernur DKI Jakarta, kesiapan AHY terlihat sangat minim. Sebab, pencalonan dirinya sebagai gubernur DKI Jakarta tidak lahir dari benak hatinya. Akan tetapi, atas dasar perintah ayahnya. Menjadi pemimpin Ibu Kota Jakarta merupakan panggilan jiwa untuk tulus mengabdi kepada rakyat Jakarta. jika keinginan tersebut tidak lahir dari dalam diri sendiri bagaimana ketulusan itu dapat tumbuh untuk mengabdi di masyarakat. Dalam melakukan sesuatu apapun harus didasari dengan niat, sesuai Qoul Hadits “innamal a’malu binniyat” setiap perbuatan harus didasari dengan niat.

Menjadi seorang gubernur DKI Jakarta harus tangguh dan visioner. Sebab, masyarakat di Jakarta merupakan masyarakat yang rasional. Dalam memilih gubernur, mereka tidak sembarang untuk memilihnya. Sebab, Jakarta dengan kebesaranya memiliki segudang kesemrawutan.

Maka dari itu, kelayakan AHY dalam menyalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta menjadi keraguan yang menyelimuti sebagian masyarakat Jakarta. untuk menjadi pemimpin Jakarta tidak cukup memiliki popularitas yang tinggi. Akan tetapi, membutuhkan program-program yang jelas dan menjadi problem solver.

@fahri heryawan


No comments:

Post a Comment