DUNIA HAWA - Polemik tentang haram tidaknya mengucapkan selamat Natal, dan juga aksi sweeping atribut Natal yang sempat terjadi di beberapa tempat, ternyata lumayan menyita perhatian publik kita. Polemik ini pun akhirnya memasuki babak baru ketika PMKRI ( Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) melaporkan Habib Rizieq Shihab ke polisi karena diangap telah menistakan agama Kristen.
Sebelum pelaporan Habib Rizieq dilakukan oleh PMKRI, sesekali saya bertanya: Sebenarnya, apa sih ruginya mengucapkan selamat Natal? Benarkah mengucapkan selamat Natal bisa merusak aqidah atau membuatnya dangkal?
Tentu saya tidak akan membahas persoalan aqidah di sini. Namun dan tidak kurang, saya juga ikut tergelitik dengan polemik ini. Seakan- akan ada pihak yang sangat berharap mendapatkan ucapan selamat Natal. Tentu tidak demikian. Dan jujur, saya juga sama sekali tidak memerlukan (ucapan) itu.
Ucapan selamat Natal tidak serta merta akan membuat hidup saya berubah. Tidak, tidak ada yang berubah dengan mendapatkan ucapan selamat Natal, apalagi ucapan selamat yang dipaksakan. Dengan atau tidak mendapat ucapan selamat Natal, segala hal berjalan sebagaimana adanya. Jadi, tidak usah dipaksakan untuk mengucapkannya.
Kembali ke soal pelaporan Habib Rizieq Shihab oleh PMKRI.
Jujur, saya sebenarnya tidak melihat tindakan PMKRI dari sudut agama atau keyakinan saya. Dan saya pikir, ada begitu banyak yang sependapat dengan saya, yakni tidak merasa ternista, atau keyakinan saya menjadi nista karena ucapan Habib Rizieq yang sempat menyinggung Tuhan yang beranak dan bidan.
Tentu Habib Rizieq berbeda dalam memahaminya dengan saya, dan perbedaan pemahaman itu sebenarnya lumrah. Dan juga, saya tidak akan pernah mengggantungkan keyakinan saya kepada pendapat orang. Juga, tidak akan mendasarkan atau berusaha mengokohkannya dengan kesaksian seorang pesohor yang pindah agama. Sebagaimana telah menjadi trend dan sangat disukai oleh banyak orang saat ini, di mana keyakinannya sepertinya perlu ditopang atau diteguhkan oleh kesaksian orang-orang yang pindah agama.
Apalagi oleh ucapan seorang Habib Rizieq tentunya, yang mana juga saya sama sekali tidak ada urusan dengan yang bersangkutan dalam hal keyakinan. Berkeyakinan harus mandiri, dan itu urusan saya sendiri dengan yang saya percaya. Itu juga tidak terjadi begitu saja. Perlu proses atau fase yang sangat panjang dan berliku, dan kita tidak pernah tahu, kelak akan berakhir di mana.
Lalu, apakah pelaporan Habib Rizieq oleh PMKRI sama sekali tidak perlu dan berlebihan?
Tentu kita perlu bertanya, melihatnya dari sisi mana? Jika berangkat dari urusan keyakinan, tentu tidak perlu. Ucapan Habib Rizieq sama sekali tidak bisa merusak keyakinan saya. Keyakinan saya sedikitpun tidak menjadi nista oleh karena ucapan Habib Rizieq.
Namun, saya bisa memahami dan menerima apa yang dilakukan oleh PMKRI dari perspektif kesetaraan di depan hukum. Karena ternyata, ada banyak orang yang tidak bisa menerima keyakinannya disinggung, namun bisa dengan bebas leluasa menyinggung keyakinan orang lain dan merendahkannya secara terbuka dengan pemahamannya ( yang belum tentu benar) tanpa memperdulikan apa yang sebenarnya diyakini oleh orang lain.
Inilah yang saya lihat sebagai substansi pelaporan Habib Rizieq oleh PMKRI. Dan memang, walaupun hal itu tidak ada kaitan dengan kasus Ahok, namun menjadi berkaitan karena substansi yang menjadi permasalahan menyangkut penistaan agama.
Ahok, yang dengan ucapannya didemo oleh (katanya) jutaan massa karena mengatakan jangan mau dibohongi pakai ayat suci, yang mana substansi penistaannya masih sangat diragukan. Dan juga fakta yang bisa kita lihat, di tempat dan waktu yang lain ayat ini sama sekali tidak dijadikan dasar dalam menentukan pilihan politik oleh umat Islam, sehingga menyimpukannya ( ucapan Ahok) telah memenuhi unsur penistaan agama adalah sangat meragukan.
Habib Rizieq, yang justru dengan ucapannya yang sangat tendensius melecehkan apa yang diyakini oleh umat Kristen, bahwa Yesus itu adalah Tuhan. Allah yang menjelma dengan rupa manusia Yesus, dan juga disebut Emmanuel. Dan Habib Rizieq sangat tahu, bahwa agama Kristen bukanlah agama terlarang di Indonesia.
Tentu akal sehat sulit menerima jika Ahok dengan ucapan seperti di atas dituduh, bahkan sepertinya dianggap telah menistakan agama, lalu Habib Rizieq dengan ucapannya yang demikian tidak.
Dan juga, jangan beranggapan bahwa saya sangat senang jika Habib Rizieq celaka atau dipenjara. Tentu tidak. Apalagi supaya Habib Rizieq pindah agama, sama sekali tidak! Saya tidak berkepentingan untuk hal itu.
Bahkan, seandainya saya bisa mempengaruhi atau dengan pemaksaan membuat seseorang pindah agama, saya tetap tidak bisa menjamin di dunia lain ianya akan seperti apa kelak. Itu menjadi urusan yang bersangkutan dengan Tuhan, bukan urusan saya. Jikalau demikian, untuk apa saya perlu memaksakan apa yang saya yakini kepada orang lain?
Dengan demikian, tidak berlebihan jika PMKRI mempolisikan Habib Rizieq karena ucapannya. Jika tidak, sikap merasa benar sendiri dan bebas mengusik keyakinan orang lain ini akan semakin menjadi-jadi. Dan tentu, hal ini tidak baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita yang sangat majemuk.
Seperti apa yang pernah dikataan oleh Yesus: "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
Inilah sebenarnya yang menjadi dasar atau rujukan dalam kehidupan bersama. Dan tentu, akal sehat tidak bisa menerima jika kita menginginkan celaka atau sesuatu yang buruk terjadi kepada diri kita sendiri, pastilah yang baik.
Dan bila itu pun terjadi ( ada orang yang mengingini celaka), negara dengan kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum positif tentulah akan mencegahnya; mencegah sesuatu yang buruk itu diperbuat oleh mereka yang akalnya tidak sehat kepada orang lain, demi tegaknya keadilan.
Tentu bila keadilan yang kita maksud adalah yang sifatnya substantif, bukan normatif. Dan jika kita bisa sepemahaman, maka pelaporan Habib Rizieq oleh PMKRI tentulah kita anggap perlu dan tidak berlebihan.
No comments:
Post a Comment