HALAMAN

Saturday, November 12, 2016

Sikap Keras Jokowi Melawan SBY dan FPI


DUNIA HAWA - Saya melihat ada yang berbeda dari seorang Jokowi sebagai Presiden. Langkah-langkahnya beberapa hari ini saya pikir sangat keras untuk seorang Jokowi, nyaris tanpa kompromi.

Menyikapi aksi demo 4 November, Presiden Jokowi berhasil membuat SBY galau berat, sampai curcol via keterangan pers persis seperti saat dirinya dulu jadi Presiden. Prihatin. Ini gara-gara kedatangan Presiden ke Hambalang menemui Prabowo, tapi tak berlanjut ke Cikeas. Presiden hanya mau menemui Prabowo. Dengan hal ini, SBY kemudian bersikap aktif dengan mendatangi JK dan Wiranto, entah untuk alasan apa, pokoknya datang saja karena Jokowi sudah mendatangi Prabowo.

SBY nampaknya tak mau tersudut sendiri. Karena kalau Prabowo sudah menyatakan mendukung Jokowi, maka satu-satunya tokoh partai politik yang memungkinkan tidak mendukung adalah SBY. Untuk itu dia ingin membentuk opini publik bahwa kalau nantinya terjadi sesuatu yang negatif pada 4 November, maka Wiranto dan JK bisa dipersepsikan terlibat, sebab mereka orang-orangnya SBY.


Begitu juga denan FPI, keras sekali sikap Presiden Jokowi. Sebelum demo, Presiden sudah mengundang NU, Muhammadiyah dan MUI ke Istana. Pasca demo, Presiden mendatangi markas PBNU. Setelahnya, 17 ormas Islam juga diundang ke Istana.

1. Abdullah Jaidi, Al-Irsyad Al Islamiyah

2. Yusnar Yusuf, Jami’atul Washliyah

3. Ahmad Satoni Ismail, Ikadi

4. Habib Nabil Al Musala, Majelis Rasulullah

5. Hamdan Zoelva, Syarikat Islam

6. Dyah Puspitarini, Nasyiatul Aisyiyah

7. Said Aldi Alidirus, BKPRMI

8. Khofifah Indar Parawansa, Muslimat NU

9. Mahfud MD, KAHMI

10. Sadeli Karim, Mathlaul Anwar

11. Nashirul Haq, Hidayatullah

12. Muhammad Siddiq, DDII

13. Anggia Emarini, Fatayat NU

14. Jimly Asshidiqie, ICMI (diwakilkan)

15. Athifah Thaha, Wanita Islam

16. Yaqut Qolil Qoumas, PP GP Anshor

17. Usamah Hisyam, Parmusi

Semuanya diajak diskusi terkait demo 4 November yang melibatkan pengeraha massa. Tapi FPI yang merupakan ormas terdepan menolak Ahok sejak 2014, serta orams terdepan dalam melakukan provokasi pada demo 4 November, tidak diundang atau didatangi.

Sikap Presiden Jokowi kepada SBY dan FPI sama, tidak mau mendatangi dan berkomunikasi. Pertanyaannya kemudian, ada masalah apa dengan SBY dan FPI? Sebagai warga, wajar saya bertanya. Sebab FPI bisa dikatakan adalah ormas paling terlibat dalam demo 4 November. Sementara SBY adalah satu-satunya gerbong politik tersisa, sebab Prabowo sudah didatangi.

Saya merenung cukup lama. Setelah dipikir-pikiri, memang ada masalah yang cukup prinsip dengan FPI dan SBY. Rizieq mengancam akan menduduki Istana dan gedung DPR. Munarman dengan jelas mengatakan Presiden Jokowi dongo. Logika sederhana saja, kalau kalian dicaci maki seperti itu, masihkah akan mengajaknya makan siang dan ngobrol santai di rumah?

Tapi bagaimana dengan SBY? Bukankah beliau ini sosok yang santun, penuh prihatin, rajin menabung dan tidak suka mencaci maki? Kenapa Presiden tak mau menemuinya untuk menyelesaikan masalah kemungkinan adanya kepentingan politik dalam demo 4 November? Saya pikir ada beberapa hal. SBY ini sosok paling tidak menarik, sebab kepentingan politiknya sangat tinggi. Contoh, saat SBY melakukan tour de Java, dia bukannya menyerap aspirasi, tapi malah curcol dan mengkritik pemerintahan Jokowi kepada rakyat. Jadinya malah menyampaikan aspirasi. Kepentingan politiknya adalah memajukan Ani sebagai Capres 2019.

Namun Presiden Jokowi saat itu menjawabnya dengan blusukan ke Hambalang. Jadilah cerita tour de Java sebulan rusak gara-gara blusukan dan geleng-geleng di Hambalang. Ini membuat semua kritikan SBY terhadap Presiden Jokowi jadi tak ada artinya. Sebab rakyat jadi tau betapa buruknya SBY dulu. Kalau sekarang kemudian mau mengkritik, jadi lucu, sebab dulu nyaris tak melakukan apa-apa selain membuat album dan menulis buku diary. 

Soal demo 4 November, memang ada laporan tentang keterlibatan SBY. Namun awalnya laporan dalam bentuk dokumen tersebut bersifat tertutup, rahasia. Entah bagaimana caranya SBY kemudian membukanya ke publik dan menceritakannya dalam keterangan pers. Bahwa dia tidak bersalah, bahwa dokumen tersebut tidak akurat, pasti fitnah kalau ada partai politik yang mendanai demo 4 November.

Keterangan pers SBY ini menjadi blunder paling lucu sepanjang sejarah politik di Indonesia. Bayangkan, dokumen tersebut awalnya bersifat rahasia, bukan untuk konsumsi publik. Tapi SBY membukanya dan membantah seolah-olah semua rakyat sudah tahu. Blundernya adalah, SBY menyatakan tidak ada partai politik yang mendanai demo 4 November. Bagaimana bisa SBY memastikannya? Bukankah dia hanya salah satu ketum Parpol? Ini kondisinya jadi mirip ada bau kentut, banyak orang kemudian melirik kanan kiri sambil menutup hidung, lalu tiba-tiba salah satu orang dalam ruangan berdiri dan bilang “tidak ada bau kentut, fitnah itu!” bukankah ini berarti pengakuan?

Lebih buruk lagi, pasca 4 November, Demokrat menjadi satu-satunya partai yang paling berisik setelah Presiden Jokowi menyebut demonstrasi tersebut ditunggangi aktor-aktor politik. Sehingga kemudian terjadi kerusuhan dan penjarahan, skenario mengulangi rusuh 98. Sampai di sini, jadi ketahuan kan siapa yang kentut? Haha

Soal dokumen tersebut sempat saya bahas juga. Baca_disini.

Entah siapa yang menyebarkan, sekarang dokumen yang ada di tangan saya itu sudah banyak beredar luas di dunia maya. Dalam dokumen tersebut tentu sudah disebutkan nama-nama secara gamblang, tanpa inisial ataupun sebutan.

Simbol Politik


Presiden Jokowi memang kerap memberikan simbo-simbol politik untuk menjawab isu-isu terkini. Saat kasus Freeport Papa Minta Saham, di DPR ada sidang MKD, di Istana Presiden mengundang pelawak nasional untuk makan malam. Pada saat yang bersamaan. SBY ceriwis soal pemerintah dan blusukan ke seluruh Jawa, Jokowi hanya cukup datang ke Hambalang.

Lalu sekarang, FPI dan SBY tidak ditanggapi, padahal Prabowo dan PBNU didatangi. NU, Muhammadiyah, MUI bahkan 17 ormas Islam lainnya juga diundang ke Istana. Semuanya adalah simbol politik yang menyebutkan bahwa FPI bukan bagian dari ormas Islam di Indonesia. Sementara SBY merupakan tokoh politik yang tidak mendukung pemerintahan Jokowi. Dan yang terpenting dalam kesimpulan saya adalah, keduanya adalah biang kerok kerusuhan dan menghambat kemajuan bangsa Indonesia.

Apalagi kemarin Presiden mendatangi markas Kopassus.

Ini adalah pasukan cadangan yang bisa saya gerakkan sebagai panglima tertinggi lewat Pangab, lewat Panglima TNI untuk keperluan khusus,” kata Jokowi.

“Ini merupakan pasukan cadangan yang dalam keadaan emergency, dalam keadaan darurat, bisa saya gerakkan,” katanya lagi.

Orang bisa berpikir ini kebetulan, sekebetulan Jokowi yang datang ke Hambalang saat SBY berisik atau sekebetulan FPI yang tak diundang ke Istana. Tapi bagi saya ini simbol politik yang sangat kuat, Presiden Jokowi seolah ingin menjawab upaya makar yang dilakukan oleh Fahri Hamzah beberapa hari lalu. Fahri sempat menyebut bahwa massa boleh masuk ke DPR dan menginap sebab saat itu adalah kondisi darurat, tak perlu surat dan sebagainya. Sekarang Presiden sudah menjawab dengan kata kunci yang sama “darurat.”

Melawan FPI dan SBY


Sebelum menulis ini, sempat saya hubungi informan seword terkait sikap Presiden. Saya titip pertanyaan apakah Presiden mau mendatangi atau mengundang SBY dan FPI. Entah sudah ditanyakan apa belum, namun informan seword menyebut kemungkinannya hanya 1%. Nyaris tidak mungkin.

Jika memang terus begini, maka berarti semua ini adalah simbol perlawanan. Yang pada intinya, kemungkinan Rizieq, Munarman dan FPI akan mendapat balasan sikap. Rizieq kemungkinan akan diproses hukum terkait upaya makar dan cemoohnya. Munarman mungkin juga diproses terkait caci makinya. Sementara SBY akan mendapat apa yang seharusnya dia dapatkan sejak beberapa tahun yang lalu.

Ibas yang berkali-kali disebut terlibat korupsi, mungkin sudah waktunya diproses. 34 proyek mangkrak diusut, bisa saja pada akhirnya sampai pada orang-orang SBY. Sementara SBY sendiri bisa dipermasalahkan karena telah menghilangkan dokumen TPF pembunuhan Munir.

Saya pikir itu sikap keras yang sedang ditunjukkan oleh Presiden Jokowi. Sangat keras. Kalau ibarat orang mau perang, lawannya sedang koar-koar, Jokowi diam saja sambil mengasah pedang. Tak banyak bicara, tak ada nada tinggi. Tapi setelah pedangnya selesai diasah, mereka yang koar-koar tak akan bisa berdiri lagi.

Begitulah kura-kura

[alifaturrahman via seword]

No comments:

Post a Comment