DUNIA HAWA - Jujur saja saya agak jarang mengikuti berita-berita di media. Bahkan membalas WA pembaca saja sudah kewalahan. Kadang hanya saya baca untuk menghormati pengirimnya. Tapi dari sana juga saya tau hot topic dan kemudian membahasnya.
Nah soal Sutan Batugana ini saya kurang tau beliau sakit parah. Hanya tau saat kondisinya sudah sangat krisis. Lalu kemarin meninggal dunia. Cepat sekali.
Setelah beliau meninggal, saya baru sadar tentang seseorang yang menemui saya 3 bulan lalu. Entah apakah orang ini ada hubungan keluarga atau bagaimana dengan Sutan, saya kurang tau. Tapi pada intinya dia bercerita tentang kondisi Sutan dan kasus-kasus korupsi yang menimpanya. “Menurut mas Alif bagaimana?”
Jawaban saya waktu itu klasik, sebagian besar napi itu merupakan ikan-ikan yang memakan kail. Entah salah ikannya atau salah pemancingnya, kita juga bingung, intinya korupsi sudah terjadi.
Waktu berjalan begitu cepat. Sampai akhirnya beberapa hari yang lalu Sutan meninggal setelah melawan penyakit kanker hati. Saya jadi teringat dengan seseorang yang entah di mana dia sekarang, tapi saya yakin sedang membaca tulisan ini. Saya ingin membuka sedikit catatan tentang pernyataan Sutan, guna mendorong KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi untuk lebih berani. Kita harus mengingatnya agar apa yang diserukan oleh Sutan tidak ikut terkubur.
“Eka Putra yang bawa-bawa nama Ibas, sama Denny akan kami panggil. Dia (KPK) bilang ketika saya shalat di tempat KPK. Saya bilang ini bagus, bagus dong. Tapi setelah saya jadi saksi, ga ada tuh orang dipanggil. Saya bilang anda bohong.
Apa dia bilang Pak Sutan, kami sudah ajukan, tapi pimpinan ga approve. Ya sudah…anda sudah tau. Ya takutlah. KPK takut membogkar ini semua. Berarti KPK juga nggak bener,” kata Sutan.
“Saya di sini sebagai tersangka, kemudian terdakwa, tidak ingin melibatkan siapa-siapa sebenarnya. Tapi ini kan pengembangan-pengembangan dari penyidikan kemudian dari fakta persidangan. Tentang nama Mas Ibas sendiri, itu kan sudah lama muncul semestinya.
Sebelum saya jadi tersangka, sebelum saya jadi saksi, itu sudah saya sampaikan bahwa ada indikasi. Teman-teman Ibas ini yang membawa-bawa nama Ibas, mau merekayasa proyek.
Orang yang kalah dimenangkan, yang menang dikalahkan. Dan ternyata Pak Rudy mengatakan di persidangan kemarin, setelah saya tanya, bahwa di situ ada teman-temannya Ibas, dia merasa tertekan kan. Ternyata ga ditanda tangani kotrak tu, patut diduga gara-gara itu. Nah itu yang saya gagalkan.
Dan saya dirayu supaya tidak ikut-ikut ribut masalah ini. Biarkan saja yang menang yang nomer dua, di sana ada selisihnya sekitar 400 juta USD. Itu bisa dibagi-bagi. Mereka janjikan memberi kepada saya, buka rekening di Singapura, 5 juta USD. Itu 50 milyar. Ditambah lagi, 5 juta USD. Jadi 100 milyar. Itu mereka tawarkan.
Kalau saya sih tidak mau melibatkan siapa-siapa. Tapi kalau faktanya memang hakim atau semuanya persidangan ini mengiginkan, untuk nama baik Mas Ibas sendiri, klarifikasi saja nggak ada masalah. Kalau memang ga ada apa-apa kan ga ada apa-apa. Daripada jadi rumor, daripada make-make Ruhut, daripada make-make beberapa orang Demokrat nyerang-nyerang saya, ga ada manfaatnya,” lanjut Sutan selesai persidangan, beberapa tahun yang lalu.
Kini sampai Sutan meninggal, pimpinan KPK sudah bukan lagi Abraham Samad, Presidennya pun sudah bukan Papahnya Mas Ibas, ternyata KPK juga belum berhasil memanggil Ibas. Bukan belum berani, sebab kalau memanggil sudah pernah, saat itu Anas meminta Ibas dan SBY bersaksi. Tapi SBY dan Ibas tidak mau datang ke KPK. Jadi ya sudah.
Nama Ibas sendiri memang sudah disebut oleh hampir semua terdakwa dan saksi di persidangan terkait kasus mega korupsi Partai Demokrat. Dari Anas, Nazarudin, Anggie, Yulianis sampai mantan staf Nazarudin juga menyebut nama Ibas dalam kesaksiannya. Namun sampai sekarang, satu kalipun Ibas tidak pernah bisa didatangkan ke KPK. Padahal kalau orang biasa, sekali saja disebut di kesaksian, sudah pasti langsung didatangkan ke KPK untuk bersaksi.
Untuk melengkapi artikel ini, maka menjadi penting untuk saya kutip pernyataan dalam fakta persidangan.
“Proyek di SKK Migas, pembangunan offshore, lepas pantai. Beberapa Komisi VII, Sutan Bhatoegana. Sutan pernah dimarahi Mas Ibas, suruh mundur di kasus PT Saipem yang dimenangkan Mas Ibas.
450 ribu USD (wisma atlet Jakabaring. Ada juga uang 250 ribu USD, ada juga yang diserahkan ke ruangannya Mas Ibas di DPR, terus ada juga soal proyek SKK Migas, yang PT Saipem (perusahaan Migas) itu miliknya Mas Ibas. Soal Mas Ibas itu yang dibilang Yulianis itu betul. Yang US$ 200 ribu,” ujar Nazaruddin.
Pernyataan Nazarudin ini mengkonfirmasi dan membenarkan kesaksian Yulianis di persidangan sebelumnya. Anak buah Nazarudin juga menjawab hal serupa saat ditanya di pengadilan. Begitu juga dengan Angelina Sondakh yang juga mengkonfirmasi bahwa korupsi-korupsi yang dilakukan oleh Nazarudin sudah sepengetahuan Anas dan Ibas.
Sebenarnya, sejak tahun 2011 kasus ini dimulai, beberapa nama yang sekarang dipenjara seperti Anggie, Anas sampai Sutan yang kemarin sudah meninggal, semuanya berawal dari pengakuan Nazarudin. Sekali Nazarudin sebut nama Anas, langsung Anas dipanggil. Tak lama kemudian menjadi tersangka dan dipenjara. Sekali Nazarudin sebut Sutan dan Anggie, keduanya langsung didatangkan ke KPK.
Tapi, saat Nazarudin menyebut nama Ibas, ternyata KPK tidak berhasil mendatangkannya. Tidak diapprove oleh Abraham Samad kalau menurut pernyataan Sutan waktu itu. Bahkan saat Anggie, Yulianis dan Sutan juga ikut menyebut bahwa Ibas terlibat, pun KPK juga belum bisa mendatangkan Ibas. Luar biasa prestasi Mas Ibas.
Kini Sutan sudah meninggal dunia karena sakit kanker hati. Masih tersisa Anas dan Anggie yang merupakan satu rombongan dalam kesaksian Nazarudin yang berujung penjara. Selanjutnya kita lihat ke depan, apakah Ibas akan mempertahankan prestasinya sampai Anas, Nazarudin dan Anggie juga menyusul Sutan? Ataukah KPK yang sekarang sudah punya keberanian untuk memanggil Ibas?
Terakhir, menjawab komentar banyak orang terkait SBY yang tidak mau menemui Sutan bahkan meski sudah kritis, padahal dulu Sutan pembela Demokrat, sebenarnya tak perlu terlalu dipermasalahkan. Sebab meskipun Sutan loyal pada Demokrat, tapi di ujung dia juga ikut menyebut nama Ibas. Jadi mana mungkin SBY sebagai bapaknya Ibas mau menjenguk Sutan?
Sikap SBY ini mungkin juga akan berlaku buat semua koruptor Demokrat yang sudah menyebut Ibas terlibat. SBY baru akan menjenguk kalau mereka sudah wafat. Kalau masih hidup, entah di penjara atau rumah sakit, rasanya SBY tak akan menjenguk. Jadi kita harus memakluminya.
Begitulah kura-kura
No comments:
Post a Comment