DUNIA HAWA - Ahirnya polisi segera melimpahkan berkas perkara Ahok ke Kejaksaan Negeri Jakarta. Dengan demikian, kini bola panas resmi berpindah tangan dari Kapolri ke Kejagung! Sertijab-pebol (Serah terima jabatan pemangku bola panas) yang tadinya diperkirakan akan berlangsung alot dan lama ini, ahirnya dengan terpaksa diterima pihatk kejaksaan. Dalam kondisi normal, Kejaksaan pasti tidak akan mau menerima berkas perkara seperti kasus Ahok ini dari pihak kepolisian. Berkasnya akan bolak-balik disuruh untuk diperbaiki polisi, untuk kemudian dihentikan karena bukti yang kurang cukup.
Ada beberapa Penyebab keengganan kejaksaan, Pertama, Kasus ini mendapat liputan yang banyak dari masyarakat, dan masyarakat tertentu itu cenderung memaksakan kehendaknya, seperti yang telah dialami pihak kepolisian. Kedua, kasus ini “kering dan jauh dari rezeki” Ketiga, dan ini yang paling penting, kasus ini terlampau lemah, sehingga posisi mereka rawan ditegur Hakim dan menjadi bulan-bulanan penasehat hukum Ahok kelak! Dalam kasus Jessica kemarin, mereka harus berkeringat dingin dulu untuk meyakinkan Hakim, sehingga ahirnya mereka lolos dari lubang jarum! Inilah repotnya kalau tiga adagium diatas dilanggar!
Tapi apa boleh buat. Kasus ini lebih banyak muatan politisnya daripada muatan hukumnya. Padahal jaksa tidak boleh bermain politik (kecuali kepepet, kalau dipolisi ini namanya deskresi)
Ini seperti matematika. Ada pertanyaan sekaligus pernyataan. Ahok menistakan agama? Lalu setelah polisi mengumpulkan bukti-bukti permulaan, kejaksaan disuruh untuk meyakinkan hakim bahwa Ahok bersalah, karena jawaban yang mereka kehendaki adalah “Penjarakan Ahok!” ini sungguh amat pelik! Kalau nanti hakim itu tidak yakin Ahok bersalah, maka orang-orang akan mempersalahkan jaksa, padahal polisi yang membawa perkara ini kepada kejaksaan!
Jadi kalau mau ditekan itu, ya Hakim! Karena hakimlah yang nantinya bisa memenjarakan Ahok! Jadi orang-orang yang berdemo menuntut Ahok dipenjarakan itu sebaiknya perginya ke Pengadilan Negeri Jakarta, bukan ke Polisi, Kejaksaan, Balaikota atau bahkan ke Istana! Yang punya pengadilan itu kan hakim. Yang menyimpan palu putusan juga hakim, bukan polisi atau jaksa! Kalau palu tidak ada, tidak ada putusan…
Polisi dan jaksa itu bekerja berdasarkan fakta dan bukti-bukti konkrit, bukan dengan fatwa, penerawangan apalagi halusinasi! Jadi sebenarnya kurang tepat kalau ada pihak-pihak yang berusaha memaksakan kehendaknya kepada polisi atau jaksa, karena mereka itu tidak berhak mengadili seseorang. Kalau memang tujuannya adalah untuk memenjarakan Ahok, proses pengadilan itu bukanlah langkah yang pasti. Hakim membuat keputusan berdasarkan fakta dipersidangan. Kalau jaksa tidak mampu meyakinkan hakim, tentu saja hakim tidak mau menjatuhkan vonis memenjarakan Ahok.
Lantas bagaimana nanti jalannya persidangan? Sepertinya inilah untuk pertamakalinya kitab suci diuji materinya. Ini akan sangat menarik untuk pembelajaran bagi masyarakat karena isi kitab suci akan “dikupas dan dianalisa” secara terbuka kepada masyarakat. Tapi seorang teman berkata, dia sedikit khawatir akan ekses dari persidangan ini. baginya kitab suci adalah sakral dan tidak pada tempatnyalah kitab suci “di obok-obok” di ruang persidangan yang juga dipakai sebagai persidangan kaum penjahat lainnya.
Bukankah sebaiknya kitab suci itu diulas oleh para ulama atau ahli-ahli agama yang berkompeten dalam ruang tertutup saja? Karena biar bagaimanapun, perdebatan soal isi kitab suci dapat mengguncangkan iman para umat yang rendah pemahamannya soal agama. Teman tadi balik menuduh bahwa kasus ini sangat banyak muatan politisnya dan samasekali tidak ada manfaatnya bagi kepentingan umat. Memangnya kalau Ahok dipenjara, umat akan semakin rajin membaca kitab suci atau semakin soleh?
Tapi mungkin ini adalah pilihan terbaik diantara yang terburuk. Karena masalah penafsiran isi kitab suci inipun telah menimbulkan perdebatan seru diantara ulama dan ahli-ahli agama karena perbedaan cara menafsirkannya. Siapa yang betul, siapa yang salah? Memang sedikit miris, perbedaan penafsiran isi kitab suci diantara para ulama itu, kelak akan diputuskan oleh seorang hakim, yang bisa saja pengetahuan agamanya dangkal dan sederhana.
Tapi apapun itu, kita adalah negara demokrasi yang menjunjung persamaan hak bagi warganya dimata hukum. Kalau ada seseorang merasa haknya diganggu Ahok, tentu orang tersebut berhak mengajukan keberatan kepada kepolisian, dan semua warga wajib menghargainya. Demikian juga sebaliknya, Ahok yang dituduh tersebut, berhak juga mempertahankan haknya sebagai seorang warganegara, dan berhak menuntut balik orang yang menuntutnya tersebut. Dengan demikian berlakulah adagium, semua orang sama dimata hukum!
Tetapi demi hukum dan keadilan, sangatlah tidak manusiawi untuk memenjarakan Ahok sebelum proses persidangan dimulai! Menuntut Ahok tentulah tidak melanggar hukum. Akan tetapi keputusan bersalah atau tidaknya seseorang haruslah berdasarkan proses persidangan yang seadil-adilnya bagi si terdakwa. Bukankah Sang Pencipta mengadili manusia berdasarkan keadilan, yaitu, amal dan ibadah seseorang itu diperhitungkan terhadap dosanya? Adakah yang mau diadili hanya berdasarkan dosa-dosanya saja?
Jadi menurut saya, kalau ada orang atau pihak-pihak/golongan yang memaksakan kehendak agar seorang terdakwa itu langsung dipenjarakan tanpa proses hukum yang adil baginya, maka Tuhan pun akan mengadilinya kelak di Ahirat berdasarkan dosa-dosanya saja, tanpa harus memperhitungkan amal ibadahnya, Amin!
@Reinhard F Hutabarat
No comments:
Post a Comment