DUNIA HAWA - Era Soeharto atau yang dikenal dengan rezim “orde baru” yang mengandalkan platform kekuatan militer serta Golongan Karya sampai runtuhnya kekuasaan itu sendiri, dan diakhiri dengan lahirnya kekuatan baru seperti “islam” (agama), begitu juga ICMI lahir dan diikuti segenap ormas islam seperti FPI. Maka hal ini bagi saya secara logica sederhana kekuatan yang menggunakan kata islam, sudah barang tentu akan dipakai dalam panggung perebutan dominasi kekuasaan, salah satunya mempolitisasi agama dalam hal ini “islam”.
Jika melihat sejarah, di orde baru islam direpresi seperti golongan jamaah islamiyah yang didirikan Abu Bakar Ba’asyir dan Kyai Sungkar sampai harus pindah ke Malaysia. Namun setelah orde baru berakhir, terorisme berhamburan di Indonesia seperti Azahari, Noordin M Top, kasus Aceh, Poso, Papua, Jakarta dan sebagainya. Reformasi yang di dengungkan sebagai anti tesis bukan melahirkan sintesa keselarasan atau keharmonian tapi saling menghancurkan dan ini menjadi Demokrasi Liberal, yang membuat content radikalisme dengan mudah menjalar dan meluas.
Jika menelusuri sejarah lebih jauh tentang peran Agama dalam catur perpolitikan Indonesia, kita mengenal SI (Sarekat Islam), Tjokroaminoto dengan SI yang melahirkan tokoh seperti Kartuwiryo, Muso dan Ir. Soekarno, terpecah menjadi dua, merah dan putih, dan juga pernyataan Tjokroaminoto bahwa SI bukan sebagai organisasi politik melawan penjajahan Indonesia lagi.
Indonesia hari ini, fungsi dan eksistensi dari ormas keagamaan dan juga majelis ulama lupa akan perananya terhadap masyarakat. Hal ini menunjukan mereka yang pemersatu umat hanyalah sebuah retorika miris dan slogan semata. Sibuk agama di politisasikan hingga umat muslim sendiri di buat lupa akan kesadaran kelas, dalam hal ini menyangkut persoalan kehidupan yang kompleks khususnya “ekonomi”.
Dan bagi saya secara pribadi, kepemimpinan Jokowi justru telah berusaha dan lebih baik ketimbang kepemimpinan sebelumnya. Hal ini dapat kita lihat dengan keseriusan beliau mengeksekusi trisakti dan Nawacita yang dimandatkan oleh bung Soekarno. Dengan pelan tapi pasti Jokowi memberdayakan BUMN di daya fungsikan sebagai pelopor dan pilar ekonomi, hal ini membuat saya salut dengan beliau, karena salah satu untuk menaklukan oligarki di sistem kapitalisme adalah dengan BUMN dan di sisi lain kesetaraan mengenai keadilan sosial yang tertuang dalam sila PANCASILA juga perlahan tapi pasti di wujudkan seperti harga BBM di Indonesia timur dan bahan pokok lainya.
Disini saya melihat Jokowi betapa bercita-cita untuk merealisasikan mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bangsa seperti yang di bangun oleh Soekarno ataupun Pancasila dan UUD 45, seperti contoh sederhananya, mengangkat mengusut kasus-kasus aktivis ataupun wartawan yang tewas dan hilang, niat maaf terhadap korban pembantaian 65, membangun BUMN menjadi pilar ekonomi dan “holding”, tegas terhadap korporasi asing, kemurnian dalam merekrut CPNS, perintah terhadap menteri agar terjun kelapangan melihat realitas sesungguhya dan juga kebijakan-kebijakan lainya.
Dan hal ini membuatku berpikir betapa gila ormas keagamaan dan majelis ulama jika lebih mementingkan politisasi agama ketimbang menyatukan umat dan menyadarkan umat akan “kesadaran klas”, seharusnya mereka mendukung apa yang telah dilakukan oleh “sang presiden” untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang dengan pelan mulai dibangun.
Tapi malah menjadi seperti binaan krimanal para aktor politik untuk menumbangkan kekuasaan, sungguh hal ini telah memperlihatkan bahwa ormas keagamaan dan majelis ulama bukan pemersatu umat atau sebagai wadah musyawarah melainkan orang-orang biasa yang memiliki kepentingan keberpihakan dengan agama dijadikan senjata sebagai kekuatan.
Ibu-ibu jualan sayur pun mampu menganalisa hal ini “loh ahok sudah jadi tersangka, kok mau demo lagi bapak-bapak berjubah itu, kurang puas apa? seharusnya blak-blakan saja tentang apa yang diinginkan, Ahok atau Jokowi, jangan agama dan dakwah dijadikan seperti itu, ini menunjukan justru kalian lebih buruk dan lebih arogan seperti orang gak waras.”
Bagaimana kalian sebut membela agama, bagaimana kalian sebut membela islam, jika kedudukan ormas dan majelis ulama kalian lebih tinggi lebih berarti dari islam dan al qur’an itu sendiri, kalian benar-benar gawat darurat. Akal kami mampu mencari tuhan, tapi kami tidak seperti kalian yang menjadikan diri tuhan tuan-tuan lalu kemudian menghitung laba dan kursi kekuasaan.
Tuntutan terhadap si “A” agar menjadi tersangka telah kalian dapatkan, dan kini minta agar dia batal jadi calon gubernur, kemudian mau aksi kembali untuk menuntut si “A” ditahan, jika semua itu terwujud, tidak ada yang menjamin kalian merasa puas, karena yang kalian inginkan tidak sebatas itu dan untungnya kami tak mau bodoh apalagi dibodohin kalian, rakyat itu cerdas bung, Kalian harus lihat Anak yatim fakir dan miskin serta kaun yang terpinggirkan.
Kini ekonomi perlahan bangkit untuk mewujudkan kesetaraan dalam keadilan sosial itu, dan hal inilah yang membuat betapa cinta rakyat terhadap Jokowi dan Ahok. Sungguh gila jika MUI dan FPI lebih Keberpihakan pada aktor politik yang haus kekuasaan, seperti tampak “binaan kriminal”, dengan demikian kalian tidak punya hak untuk memutuskan rasa cinta rakyat terhadap pemimpinya, dalih “penistaan agama” hanyalah cerita usang atau berita basi yang diciptakan orang-orang modern bermental budak seperti kalian yang senantiasa mengatasnamakan agama.
“Lebih baik sadar klas ketimbang di politisasi agama” dan politik konspirasi yang dibangun oleh ormas keagamaan dengan aktor politik tidak akan mudah untuk menjatuhkan “sang presiden” meski “agama” dijadikan senjata, karena rakyat selain cerdas juga punya cinta dan harapan yang mendalam untuk kebaikan indonesia yang telah perlahan dan pasti dibangun dan diwujudkan oleh “sang presiden” yang belum mereka dapatkan pada kepemimpinan sebelumnya yaitu “SBY”.
Dan rakyat kini melihat si “SBY dkk berada dengan para Ormas keagamaan seperti MUI & FPI, dan hal ini mampu menjelaskan bahwa setiap fatwa yang dikeluarkan, bahwa setiap action yang dilakukan adalah bukan sebatas “penistaan” melainkan kepentingan politik dan menegasikan kemaslahatan umat, tampak seperti “candu” dan melakukan pembohongan publik.
“Ha kalian mau demo kembali atas nama agama lagi, benar-benar berita basi dan sungguh bermental budak, karena rakyat sudah tahu tabiat kalian yang sesugguhnya yang bertopeng kepalsuan.”
Pak presiden kami cinta kebijakan-kebijakanmu, dirimu tidak sendirian, membangun tatanan hidup yang lebih baik dalam bangsa yang akan kau wujudkan dengan trisakti dan nawacita yang dimandatkan bung Soekarno serta menaklukan oligarki dalam sistem kapitalisme tak akan mudah terkikis hanya dengan Demo kembali para topeng kepalsuan, semua mendukungmu “sang presiden” dan selalu kagum akan jurus-jurusmu. Mereka yang bertopeng palsu itu akan pucat dan ketakutan karena para pengigau pun sudah siap dan menyatakan : “lawan”, dan semua mendukungmu.
Saya jadi ingat kedua filsuf, Marx terkenal dengan pemikiranya “konsep sosialisme dan agama adalah candu”, kemudian Nietszche terkenal dengan “konsep kehendak kuasa dan kematian tuhan” (jangan dikunyah mentah-mentah, karna luas artianya), yang pemikiran keduanya lahir dari kejamnya politisasi agama di zamanya yang dilakukan ormas dan lembaga keagamaan.
Di Indonesia ormas2 mengatasnamakan agama dan majelis ulama justru melahirkan suatu hal yang lebih gila, yaitu “seolah-olah menjadi tuhan, ya ya ya tuhanya tuan-tuan yang penuh kepalsuan” sungguh bermental budak dan gawat darurat, hal ini tidak membuat kami simpati justru sangat menjijikan.
Tak usah galau begitu wahai pak habib dan ulama di majelis, mau demo kembali ya silakan, demo kalian menunjukan betapa ketakutan kalian semakin terlihat, karena kepentingan yang di inginkan semakin sulit di dapatkan, jika agama adalah ”kebenaran” maka kalian akan tumbang, karena telah mempermainkan “agama” itu sendiri, sungguh ISU yang di bangun sangat kotor dan kotornya tampak jelas sekali. Dan Pasukan SBY yang juga dulunya terkenal akrab dengan Bush tak lain adalah golongan tua yang kini ketakutan karena prilaku yang mengacau perlahan-lahan mulai terbuka, oh my god saya lupa bahwa dia juga antek asing yang mau menjadi boneka untuk tahta.
Pernyataan habib untuk demo kembali dengan tuntutan bela agama (Ahok harus ditahan), sebaiknya habib tersebut dibawa ke “tabib” untuk diperiksa kejiwaanya, siapa tahu ada beberapa syaraf yang tidak berfungsi atau kejiwaanya sudah resah akut. Begitu juga para aktor politik di barisan tersebut sebaiknya di bawa ke dokter spesialis, karena selalu kelaparan, lapar yang tidak wajar, lapar akan kekuasaan. Arggggggg dengan kalian demo kembali ini semakin menunjukan kemenangan untuk Ahok. Dan akhirnya kalian tersungkur dan terperangkap di jaring sendiri, tapi kalian akan tobat atau tidak ya?. Haha Arghhhhhh
Oh gagak gagak hitam kini kau menukik dan mematuk sejarah, langit tak lagi biru, hitam pekat awan bergumul, di sini di Indonesia ini, Sandera politik, politik disandera, tokoh Agama di ormas dan di majelis ulama lantang suaranya dusta ketimbang cinta, kebebasan dijatah, Ohhhhh Mereka tak lagi waras senantiasa “pecah-belah kuasai”, jiwanya kesakitan, lebih parah dari sakit jiwa, kini rakyat lebih cerdas lebih peka… Ohhh mereka hanyalah orang pesimis, bermental budak menebar dusta dengan topeng-topeng kepalsuan.
Jadi jika kalian sudah menyatakan untuk demo kembali, maka Indonesia pun siap menyatakan untuk Bubarkan FPI. Pak tani mau mencangkul dengan tenang bung FPI bukan takbir rusuh dan hanya kepuasan urat syaraf yang penuh dusta. Mau demo kembali, ya silakan. Setelah itu jangan menangis jika kemudian rakyat membubarkan ormas kalian, karena rakyat bersatu tak bisa dikalahkan. Dan semua sudah benar-benar jenuh.
@losa
No comments:
Post a Comment