HALAMAN

Sunday, September 25, 2016

Remaja Dan Seksualitas



DUNIA HAWA - Masa remaja dimulai dengan munculnya pubertas, sebuah periode dimana perubahan fisik terjadi secara pesat pada setiap individu. Masa ini ditandai dengan munculnya karakteristik seksual sekunder. Setiap individu akan memasuki masa remaja pada usia yang berbeda-beda. Akan tetapi, secara umum masa remaja dimulai dari usia 12 hingga 20 tahun. Selama masa ini, tidak hanya perubahan fisik yang terjadi tetapi juga perubahan perilaku serta peran yang diharapkan pada individu pun berubah.

Salah satu isu krusial di masa remaja adalah mengenai perilaku seksual. Perubahan fisik berupa peningkatan hormon seks tidak hanya menyebabkan perubahan tampilan luar remaja, seperti tumbuhnya rambut halus di area tertentu, membesarnya payudara, berubahnya suara, dan perubahan pada organ kelamin. Meningkatnya secara cepat hormon seks, terutama testosterone, ternyata meningkatkan dorongan dan rangsangan seksual pada remaja. Kondisi ini membuat remaja ingin mengekspresikan dan mengeksplorasi dorongannya melalui berbagai perilaku seksual. Perilaku-perilaku seksual yang seringkali dilakukan remaja antara lain, masturbasi, petting bahkan penetrasi seksual.

Masturbasi dan petting sendiri merupakan alternatif yang kebanyakan digunakan oleh remaja untuk mengekspresikan perilaku seksualnya tanpa takut mendapatkan efek negatif dari perilakunya, seperti penyakit menular seksual atau hamil di luar penikahan. Sebaliknya penetrasi seksual dapat diiringi dengan risiko seperti kehamilan dan penyakit menular seksual.

Mengapa terjadi perilaku seks bebas?


Banyak faktor yang dapat menyebabkan perilaku seks remaja, mulai dari faktor biologis, seperti peningkatan hormon; faktor sosial, seperti tekanan dari teman sebaya dan pasangan; hingga faktor pribadi, seperti kontrol diri terhadap dorongan seksual yang dimiliki.

Perubahan yang terjadi pada remaja biasanya membuat mereka secara sosial mulai lebih banyak membentuk pertemanan dengan sesama jenisnya dan membentuk apa yang dinamakan dengan teman sebaya. Sedangkan terhadap lawan jenis, remaja akan mulai memunculkan rasa ketertarikan dan membina hubungan yang intim. Keinginan untuk mendapatkan hubungan intim yang semakin dalam membuat remaja mulai mengeksplorasi perilaku seksual yang dapat memuaskan dirinya. Risiko yang tinggi akan kehamilan dan penyakit menular seksual membuat pilihan seperti masturbasi, petting, dan rangsangan secara oral terhadap organ kelamin, lebih sering digunakan oleh remaja.

Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan pula remaja melakukan penetrasi seksual. Banyak faktor yang mencetuskan mengapa remaja akhirnya memutuskan melakukan perilaku seksual ini. Beberapa diantaranya melakukan penetrasi seksual karena rasa ingin tahu yang tinggi dan merasa siap untuk melakukan hubungan seks dengan pasangannya. Banyak juga diantara remaja ini yang menganggap hubungan seks dalam bentuk penetrasi seksual merupakan bentuk ekspresi rasa sayang atau cintanya kepada pasangan.

Alasan-alasan emosional untuk melakukan hubungan seksual lebih penting bagi remaja perempuan. Sedangkan bagi remaja laki-laki kepuasan secara fisik, seperti memenuhi hasrat, menyenangkan pasangan, menaklukkan dan menghilangkan ketegangan, dianggap lebih penting. Kebanyakan remaja perempuan melakukan hubungan seksual dikarenakan pasangannya meminta mereka untuk melakukan hubungan seksual. Meskipun pada akhirnya laki-laki tidak akan memaksa apabila si perempuan tidak menginginkannya, seringkali keinginan untuk dicintai membuat perempuan memutuskan untuk melakukan melakukan hubungan seksual dengan pasangannya.

Adanya rasa menikmati rangsangan seksual menjadi salah satu alasan lain yang membuat remaja berulangkali melakukan hubungan seksual. Keinginan untuk merasakan kembali pengalaman yang pernah mereka rasakan ketika berhubungan seksual tidak menutup kemungkinan seseorang untuk melakukan hubungan seksual, dalam bentuk apapun.

Bagaimana peran sosial dan agama terhadap perilaku seks bebas?


Adanya anggapan lingkungan sosial memiliki peran sangat penting dalam perilaku seksual remaja tidak sepenuhnya salah. Sebagai individu yang sedang bertumbuh dan berkembang, sosial memiliki peran yang sangat tinggi dalam kehidupan remaja, terutama orang tua dan teman sebaya. Orang tua berperan penting dalam melakukan pendidikan seksual terhadap anak-anaknya agar sang anak mampu memahami secara benar apa yang dinamakan perilaku seksual. Seringkali sebagai orang tua, anak dianggap masih terlalu kecil untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan seks. Padahal ketika tidak mendapatkan pendidikan yang benar dari orang tua, anak akan cenderung mencari sendiri dari sumber-sumber yang tidak bertanggungjawab dan dapat memahami seks sebagai sesuatu yang salah.

Pada masa remaja, terdapat lima aspek perkembangan yang menekankan pada sosialisasi seksual, diantaranya yaitu perkembangan pilihan objek seks, perkembangan identitas gender, perkembangan peran seks, perolehan kemampuan, pengetahuan, dan nilai-nilai seksual, serta perkembangan batasan-batasan untuk berperilaku dalam konteks seksual. Kelima aspek inilah yang harus disosialisasikan orang tua secara benar kepada remaja. Melalui sosialisasi yang baik, diharapkan remaja memiliki rasa tanggungjawab terhadap perilaku seksualnya. Tanggungjawab akan menumbuhkan pemahaman akan pentingnya menjaga perilaku seksual, yang akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran remaja untuk berhati-hati dalam berhubungan dengan pasangannya dan memahami risiko yang akan terjadi dengan melakukan perilaku seks bebas, seperti penyakit menular dan kehamilan di luar nikah.

Sebagai negara dengan mengedepankan agama sebagai panutan, pendidikan seks ini juga harus diimbangi dengan pemahaman melalui sisi agama. Misalnya, dalam agama Islam, jika kita memiliki anak perempuan, diajarkan mengenai batasan-batasan yang patut diperlihatkan kepada orang lain selain keluarga kita, yang disebut aurat. Dijelaskan pula mengapa ada bagian-bagian tertentu yang boleh diperlihatkan dan ada pula yang tidak boleh diperlihatkan.

Peran lainnya adalah mengajarkan anak perempuan untuk bersifat asertif. Contohnya adalah dengan berkata TIDAK ketika pacarnya menginginkan untuk melakukan hubungan seksual. Butuh diyakinkan, tidak ada yang salah dengan berkata tidak pada pacar. Tidak perlu takut pacar tersebut akan meninggalkannya. Perlu dijelaskan bahwa lelaki yang meminta pasangannya untuk berhubungan seksual di luar nikah bukanlah lelaki yang sehat dan tidak patut dipercayai. Ketika seorang lelaki mencintai seorang perempuan, ia tidak akan menyakiti perempuan tersebut, termasuk mengajaknya untuk berhubungan seksual di luar nikah yang tentu saja lebih banyak memberikan efek negatif dibandingkan positifnya.

Selain itu, di dalam keluarga sendiri harus ditumbuhkan suasana penuh cinta dan kasih sayang tanpa syarat. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, anak perempuan sulit untuk menolak ketika pacarnya mengajak berhubungan seksual karena keinginan untuk dicintai dan ketakutan akan kehilangan cinta pasangannya. Ketika seorang anak mendapatkan cinta tanpa syarat dari orang tuanya, ia akan memahami hal yang sama juga akan berlaku ketika bersama pacarnya. Anak perempuan tak perlu berhubungan seksual dahulu untuk sekedar mendapatkan cinta dari lawan jenis.

Intinya, dalam masa peralihan ini remaja akan mendapatkan begitu banyak informasi yang berhubungan dengan seksualitas. Akan lebih baik apabila informasi itu didapat dari orang yang dipercaya, seperti orang tua, dibanding mereka mendapatkannya dari teman atau hal lain yang diragukan keakuratannya. Ketika seorang remaja telah mendapatkan informasi yang cukup dan benar, setidaknya kemungkinan untuk menjaga diri dari perilaku seks bebas akan lebih tinggi karena remaja lebih memahami apa makna dari melakukan hubungan seks itu sendiri.

[dh]

No comments:

Post a Comment