DUNIA HAWA - Iseng tapi serius, serius tapi iseng saya bertanya ke murid-murid Saudi-ku tentang kata apa yang sering mereka pakai untuk memanggil bapak-ibu mereka. Menurut mereka, untuk masyarakat urban / kota di Saudi dan Arab Teluk, khususnya kalangan muda dan anak-anak, yang umum digunakan adalah "papa" (Arabic: "ba-ba") untuk "ayah" dan "mama" (Arabic: ma-ma) untuk ibu. Sementara bagi yang tua-tua, mereka menggunakan kata "abi" (untuk ayah) dan "umi" (untuk ibu). Memang dalam berbagai iklan di TV, kata "papa-mama" yang sering diucapkan ketimbang abi-umi.
Beberapa murid-muridku bahkan menjelaskan kalau kata "abi-umi" sudah mulai kedaluarsa dan ditinggalkan karena dianggap "kurang trendi" dan "kurang modern". Bagi sebagian dari mereka kata "papa-mama" dipandang lebih modern dan "menginternasional".
Sebagai dampak dari globalisasi, modernisasi, internetisasi dan sasi-sasi yang lain, memang banyak sekali bermunculan kosakata-kosakata Arab baru yang merupakan hasil dari proses "Arabisasi" atas sejumlah bahasa asing, khususnya Inggris. Karena didukung oleh media yang superkuat dan "kapitalisme global" yang menggurita, Bahasa Inggris memang telah memakan banyak korban di berbagai negara.
Bahasa Inggris bukan hanya "mencaplok" Bahasa Arab tetapi juga bahasa-bahasa lokal lain, termasuk Bahasa Indonesia. Ibaratnya, Bahasa Inggris itu seperti "Transnational Cooperation" (TNC), sementara bahasa-bahasa lain itu seperti "home industry" yang susah untuk berkembangbiak dan berkompetisi karena berbagai keterbatasan.
Sejak beberapa dekade lalu, Bahasa Inggris telah mengepung Arab Teluk sehingga membuat Bahasa Arab terpaksa (atau dipaksa) beradaptasi. Realitas ini telah menyebabkan munculnya berbagai kosakata baru dalam Bahasa Arab modern di satu sisi. Sementara di pihak lain, dengan maraknya Bahasa Arab modern yang dipakai di berbagai media, ruang-ruang publik, dan instistusi pemerintah dan non-pemerintah ini telah mengakibatkan punahnya Bahasa Arab klasik (fushah) dalam memori masyarakat Arab, termasuk Saudi.
Meluasnya penggunaan "papa-mama" ketimbang "abi-umi" hanyalah contoh kecil dari proses "pengglobalan" Bahasa Arab kotemporer yang oleh mereka dipandang lebih "modern" dan "gaul". Fenomena ini sepertinya bertolak belakang dengan apa yang terjadi di Indonesia, dimana penyebutan "abi-umi" oleh sebagian kelompok Muslim dipandang "lebih Islami" atau "lebih religius" sedangkan panggilan "papa-mama" dianggap "lebih sekuler" atau "tidak Islami". Di Saudi, kalaupun ada yang memanggil "abi-umi" ya biasa saja hanya sebuah panggilan, tidak ada sangkut-pautnya dengan religiusitas seseorang, sebagaimana kita memanggil ayah-ibu kita dengan "bapake" atau "simboke".
Jabal Dhahran, Arabia
Prof.Dr.Sumanto al Qurtuby, MSi,MA
Staf Pengajar Antropologi Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi
No comments:
Post a Comment