Dunia Hawa - Pemerintah Kota Surabaya serius menertibkan bangunan di bantaran atau stren sungai. Bangunan liar yang terletak di stren (bantaran) sungai terus-menerus ditertibkan. Kendati gejolak dan perlawanan timbul sebagai reaksi dari penertiban, Pemkot Surabaya bertekad untuk terus menegakkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Upaya penertiban bantaran sungai itu, merupakan salah satu langkah untuk menjaga kelestarian sungai. Bahkan juga untuk mempertahankan julukan kota Surabaya sebagai Kota Maritim. Kota yang bergelut dengan air di laut dan di sungai secara tertib.
Kehidupan warga kota Surabaya, sejak dahulu kala, berawal dari permukiman di pinggir sungai dan di pantai. Sungai Kalimas yang mengalir dari Kali Surabaya sebagai anak Sungai Kali Brantas membelah daratan Kota Surabaya. Sungai Kalimas yang menjadi urat nadi Kota Surabaya ini, bermuara di laut Selat Madura.
Di muara Kalimas itulah terletak pelabuhan samudera Tanjung Perak, pusat kegiatan kemaritiman dan pangkalan armada TNI Angkatan Laut. Bahkan aktivitas di sepanjang pantai, menjadi kawasan masyarakat nelayan.
Kota Surabaya, memang merupakan perpaduan darat, laut dan sungai. Kota yang hidup dari keberadaan air. Kota Surabaya pun mengambil dua jenis fauna laut dan sungai sebagai lambangnya, yakni ikan Sura dan Baya (buaya). Sehingga kota Surabaya layak disebut “Water Front City” atau kota yang berhadapan dengan air. .
Dahulu, dalam catatan sejarah, hampir seluruh bangunan di Surabaya menghadap ke sungai Kalimas. Waktu itu, Kalimas berfungsi sebagai sarana lalulintas perairan dari muaranya di Selat Madura, hingga dapat berlayar sampai ke hulu sungai Kali Brantas. Sebagai contoh, Gedung Grahadi, sebagai rumah tinggal gubernur jenderal, serta bangunan lain di sepanjang Kalimas sampai ke Ujung di Tanjung Perak masih terlihat menghadap sungai. Namun setelah ada jalan raya, sungai Kalimas menjadi bagian belakang bangunan gedung itu sampai sekarang.
Jadi, sejak dulu sebenarnya Surabaya adalah”Water Front City”. Sekarang jatidiri Surabaya itu harus dikembalikan, dengan menata bangunan di sepanjang Kali Surabaya, Kali Jagir Wonokromo dan Kalimas menghadap sungai. Untuk itu, penghalangnya, berupa bangunan liar di bantaran sungai perlu ditertibkan.
Memang tidak mudah untuk mengembalikan kehidupan masyarakat yang tertib di sepanjang bantaran atau tepi sungai dan pantai. Perlu dilakukan pengkajian, perencanaan dan penataan yang terpadu. Selain itu juga perlu ada koordinasi antarinstansi terkait.
Satpol PP Surabaya Gusur 48 Rumah Liar di Stren Kali Jagir
Warga stren Kali Jagir, Surabaya terpaksa kehilangan rumahnya, Jumat (12/8/2016) pagi.
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkot Surabaya menertibkan sekitar 48 bangunan liar di kawasan ini.
Mereka dianggap melanggar aturan dan mengganggu saluran air. Bahkan, kabar terakhir, lokasi ini diduga kerap dijadikan sebagai tempat prostitusi.
Penggusuran ini dilakukan Satpol PP dengan didampingi pihak kepolisian sekitar pukul 07.30.
Tidak ada perlawanan dari warga. Mereka hanya terdiam dan pasrah saat petugas Satpol PP mulai mengeluarkan barang-barang milik warga.
Selanjutnya Satpol PP merobohkan bangunan rumah semi permanen dan permanen menggunakan alat berat.
Sekitar pukul 11.30, Satpol PP dan Polisi meninggalkan lokasi karena penggusuran sudah selesai. Pemkot Surabaya tidak menyediakan tempat relokasi untuk mereka.
Beda ya dengan Pemprov DKI, bagaimana menurut anda?
[rajaagam.wordpress/surabaya.tribunnews]
No comments:
Post a Comment