Dunia Hawa
Jika saya Ahok...
Saya lebih baik diam diam saja selama menjabat. Toh saya menjadi Gubernur hanya karena saya dulu Wakil Gubernur. Jadi ngapain saya pusing pusing harus membereskan Jakarta yang sudah dari sononya ruwet, baik kotanya maupun manusianya.
Saya lebih baik berteman dekat dengan anggota DPRD DKI, sehingga saya akan dikenal sebagai seorang yang santun dan ramah. Saya melayani kepentingan mereka, meloloskan anggaran yang dibuat mereka, menyisihkan proyek untuk mereka dan mereka pasti akan tertawa puas. "Gubernur yang baik dan penurut.." Begitu pasti kata mereka.
Saya juga akan berbaik-kaikan dengan ormas ormas Islam supaya mereka tenang dan tidak ribut seperti sekarang. Saya akan mendanai kegiatan mereka, melepaskan mereka untuk menutup warung yang buka saat Ramadhan, mengikuti segala kemauan mereka dengan alasan "supaya peristiwa Mei 98 jangan terulang". Pasti Jaya Suprana akan suka dengan saya.
Jika saya seorang Ahok...
Mendekati pilkada, supaya teman teman yang tadi suka dengan saya karena saya menghasilkan pendapatan untuk mereka, maka saya akan mencalonkan diri kembali supaya tetap menjadi mesin ATM mereka.
Jika perlu saya masuk Islam dan mereka akan semakin senang, "Alhamdulillah.. Ahok dapat hidayah. Takbirrr.. " Saya akan mengganti nama saya menjadi Nur Basuki, kalau perlu pake Abu di depan nama saya. Supaya tidak ada lagi celah perdebatan "pemimpin kafir" meskipun sebenarnya saya pelayan mereka.
Jenggot saya tipis jadi gak mungkin bisa sepanjang mereka, lucu jadinya. Tapi saya bisa memelihara kumis tebal, sehingga kalau kampanye gak perlu susah susah cukup " Coblos kumisnya !".
Saya akan memerintahkan semua jajaran saya yang lelaki jika perlu untuk pake daster putih saat hari Jumat supaya nuansa Pemprov menjadi sangat Islami. Pasti mereka akan memilih saya lagi.
Jika saya adalah Ahok..
Saya akan merangkul banyak partai dan memelas, "Jadikan aku boneka.." supaya saya bisa mendahulukan kepentingan mereka diatas kepentingan warga. Untuk apa melawan mereka, toh gada gunanya. Hidup gak nyanan, hati gak tentram. Hidup hanya sekali, nikmati saja dengan sepenuh hati. Toh saya sudah kaya, dan tidak masalah untuk nambah kekayaan lagi.
Jika saya Ahok..
Saya akan tetap pertahankan Kalijodo, Luar batang dan pemukiman kumuh di pinggiran sungai. Mereka pasti memilih saya lagi karena saya Gubernur yang meneruskan tradisi lama untuk menjaga mereka dengan hati hati.
Jakarta banjir? Ah, sudah biasa kan? Cukup bilang di media, "Saya sudah berusaha keras, tapi Tuhan mengirimkan hujan deras, saya mau apa? Mari kita berdoa supaya hujan tidak turun lagi, karena kita manusia yang tidak punya kemampuan apaapa. " Kalau warga mengeluh, biarkan saja.. toh lama lama mereka terbiasa.
Seandainya saya melihat sampah bertimbunan di kali, saya akan mengeluarkan fatwa haram untuk membuang sampah. Beres ka ?
Kembalikan semua kepada Tuhan, biar Ia yang kerepotan. Saya ini apalah.. apalah... Kalau perlu saya menangis di depan kamera sambil makan sosis, supaya mereka tahu betapa hancurnya hati saya.
Saya juga akan membangun mesjid yang terbesar di Jakarta. Jika Jabar ada masjid 1 triliun, saya bangun yang 2 triliun. Biar megah sekalian. Kan lumayan komisinya kalau sudah tidak pegang jabatan.
Jika saya Ahok...
Tidak ada keributan ini. Risma akan tetap di Surabaya, tidak dipaksa bertarung dengan saya. Saya akan melenggang sendiri dan kembali haha hihi selama 5 tahun lagi..
Jika saya Ahok..
Ah, saya bukan Ahok.
Saya hanya manusia yang berusaha mengumpulkan KTP dukungan dengan mengisi formulir 600 ribu yang terkumpulkan, meski ternyata sesudah dihitung ulang cuman 15 ribu saja.
Anggap saja saya pelanggan yang suka bayar kurang, berharap ibu warkop salah menghitung uang yang saya bayarkan.
Ternyata tidak.. Kepala saya yang botak benjol di pukul gagang sapu, sambil si ibu berteriak, "Curang ! Curang !"
Ah.. Seruput dulu mendingan...
[denny siregar]
No comments:
Post a Comment