Dunia Hawa - Jika menilik lagi catatan sejarah Ottoman dan Republik Turki Modern (yang didirikan tahun 1923 oleh Mustafa Kemal Ataturk), kudeta bukan hal baru. Telah terjadi beberapa kali kudeta dan upaya kudeta dalam sejarah Turki Modern, yakni di tahun 1960, 1971, 1983, 1990, 1993, 1997 dan kini tahun 2016. Tanyakan juga pada orang-orang yang mengetahui sejarah Turki mengenai 3 sosok paling terkemuka dalam sejarah kepemimpinan di sana. Kemungkinan jawaban terbanyak yang sering Anda dengar ialah Enver Pasha dan Mustafa Kemal Pasha (seorang mantan pejabat militer yang berkomitmen pada pembentukan pemerintahan berhaluan nasionalisme demokratis dan sekularisme garis keras yang kini disebut Kemalisme). Bagaimana Enver Pasha sampai ke puncak? Melalui kudeta militer. Dan bagaimana dengan Ataturk? Kudeta militer juga. Pada kenyataannya, kapanpun para politisi atau partai pro-Islam di Ankara mencoba menegakkan hukum syariah Sunni, para jenderal Istanbul melakukan berbagai cara untuk menangkalnya.
Presiden Turki berkuasa, Racep Tayyip Erdogan, sebenarnya sedikit banyak berperan dalam mendorong terjadinya kudeta. Pertama, ia selama ini tampak lebih mendambakan sebuah negara yang mirip Mesir di bawah Morsi daripada negara Turki di bawah kepemimpinan Attaturk sehingga sekelompok rakyatnya (yang berseberangan pendapat) tidak menyukai atau sepakat dengan kecenderungannya dalam menakhkodai negara itu. Kedua, Erdogan juga sudah mengeluarkan pernyataan-pernyataan pedas yang menyerang Israel yang isinya menuduh negeri itu sebagai sarang teroris dan mencemari hubungan internasional. Ketiga, Erdogan juga sudah menembak jatuh pesawat-pesawat Rusia, mengadakan kampanye perlawanan terhadap suku Kurdi dan secara diam-diam mendukung ISIS dan pihak-pihak Sunni lainnya yang bertarung di Suriah dan Irak. Keempat, sang presiden berulang kali mencoba meredam pengaruh para jenderal di jajaran tertinggi dengan cara memecat atau mengirimkan mereka ke pos-pos yang kurang strategis.
Erdogan kemudian seolah memberi alasan bagi banyak orang untuk membencinya dengan mencetak kinerja ekonomi yang buruk. Turki di bawah kepemimpinannya didera perlambatan pertumbuhan ekonomi. Persentase pertumbuhannya 4% saja dengan tingkat inflasi 6,5%. Kondisi ini diperparah dengan tingginya tingkat suku bunga acuan. Tak ayal lagi, risiko kudeta di ambang mata sebab biasanya kudeta meletus di tengah kelesuan dan ketidakpastian ekonomi. Berita mengenai besarnya anggaran pembangunan istana kepresidenan Turki yang angkanya antara 350 juta hingga 1 miliar dollar AS itu makin memperparah keadaan. Represi kebebasan berpendapat dan pers juga makin terasa di bawah pemerintahan Erdogan. Ia memblokir sebagian akses ke media sosial. Itu semua hanyalah sebagian dari daftar kebijakannya yang dianggap kurang memihak rakyat Turki. Jadi, dapat dikatakan bahwa upaya kudeta militer sekarang ini bukan sesuatu yang di luar logika, bukan juga sesuatu yang terjadi tiba-tiba tanpa alasan nyata.
Awalnya, upaya kudeta militer tersebut berjalan secara cukup pasif, tidak begitu berdarah. Pemberitaan awal juga tidak menyebut adanya korban jiwa yang banyak, misalnya puluhan atau ratusan jiwa. Belum ada baku tembak yang sengit. Sejumlah orang memang dijadikan tawanan oleh pihak militer yang memberontak di kota Ankara. Namun, kejadian semacam ini sudah pernah terjadi di Turki yang sudah kenyang dengan pemerintahan junta militer dalam beberapa periode sejarahnya. Kudeta kemudian berkembang tidak sepasif yang dikira orang karena diberitakan ada kekerasan yang digunakan. Setelah itu, baru diketahui adanya korban jiwa lebih dari 200 orang, ribuan yang terluka dan ribuan lainnya ditahan. Area perkotaan Turki dijaga dengan patroli tank-tank besar dan pesawat jet.
Para pemimpin kudeta yang mengatasnamakan seluruh jajaran Angkatan Bersenjata Turki dan ingin menggulingkan Erdogan menyatakan upaya kudeta itu dilancarkan dengan tujuan melindungi kelestarian demokrasi di Turki. Erdogan memang jauh dari sempurna dalam penegakan demokrasi. Ia dituduh mencekik kebebasan demokrasi dengan memerintahkan penyelidikan pada sejumlah jurnalis asing dan melakukan berbagai cara untuk membungkam pengunjuk rasa. Namun, Erdoğan juga bukan seorang pemimpin yang seburuk kita duga. Ia otoriter, betul. Diktator? Tidak juga, karena ia masih membiarkan adanya media-media oposisi untuk beroperasi.
Meskipun Erdogan bukan seorang presiden yang populer di mata rakyatnya, rakyat juga tidak berarti pasrah jika junta militer memerintah mereka. Sebagian rakyat Turki diberitakan turun ke jalan untuk menghalangi pihak mliter mengambil alih tampuk kekuasaan. Dikutip dari opini seorang warga Turki pengguna situs Quora, Soner Gönül, rakyat Turki menentang upaya kudeta bukan karena mendukung Erdoğan. Tulisnya,"Ini bukan soal penyelematan Erdoğan atau siapapun. Rakyat Turki tahu bagaimana buruknya kudeta militer karena sebelumnya kami sudah mengalami kudeta serupa. Ini lebih karena kami ingin mencegah/ memprotes kudeta ini dan melindungi kesatuan negara."
Lalu apa dampak upaya kudeta militer di Turki ini bagi dunia? Ada dua skenario yang mungkin terjadi. Namun, keduanya sama-sama melibatkan tokoh bernama Fethullah Gülen, yang dielu-elukan sebagai pemimpin muslim yang toleran dan mengedepankan altruisme, kerja keras dan berpendidikan. Sebelum 2013, Erdoğan dan Gülen mesra tapi keduanya menjadi musuh begitu penyelidikan korupsi tahun itu menyeret Gülen. KIni Gülen yang masuk daftar teroris di Turki itu bermukim di AS untuk menghindari upaya ekstradisi oleh rezim Erdoğan.
Skenario pertama, jika kudeta militer ini gagal, dan jika memang Gülen berperan besar di baliknya, artinya langkah apapun yang diambil Ankara untuk menormalkan hubungan dengan pusat kekuasaan dunia di Moskow dan Tiongkok akan tersendat. Untuk Presiden Assad di Suriah, kondisi akan makin sulit. Ankara akan kembali ke kebijakan-kebijakan Atlantisis yang sebelumnya sudah dikukuhkan pemerintah yang berkuasa. Atlantisisme dapat diartikan sebagai kebijakan yang mengarah pada perlawanan agresi Rusia bahkan jika itu artinya harus membuat negeri beruang merah itu murka.
Skenario lainnya yakni bila pemerintah berhasil mempertahankan kekuasaan dan Gülen memang ada di balik ini semua, ia mungkin akan memutus hubungan dengan AS dan ini artinya Turki akan makin dekat dengan poros kekuasaan lain yang menantang hegemoni Barat.
Dengan gagalnya perlawanan militer dalam waktu singkat ini, rasanya tidak akan ada perubahan dalam konstelasi politik dunia yang signifikan. Tak akan ada peperangan besar lagi yang melibatkan banyak negara seperti halnya Perang Vietnam atau Perang Teluk hanya karena kudeta gagal ini.
Tapi hal ini tampaknya sudah dirancang sedemikian rupa untuk menguntungkan posisi presiden berkuasa di Turki. Ia bisa memanfaatkan upaya kudeta itu sebagai kesempatan emas menjebloskan semua penentangnya dengan tuduhan pengkhianatan. Dan tak tanggung-tanggung, sudah ada 1500 orang lebih masuk penjara karena tuduhan itu. Kenyataan bahwa upaya kudeta rontok dalam sekejap juga mengesankan kurang adanya perencanaan matang atau mungkin memang pemerintah sudah mengambil langkah antisipasi yang lebih solid dari oposisi.
Kalau diamati lebih cermat, upaya kudeta militer kali ini memang agak mencurigakan dengan alasan sebagai berikut:
1. Dukungan: Biasanya militer bersatu padu dalam kudeta di bawha komando perwira senior. Tapi kali ini yang mengkomando Kolonel Muharrem Kose, yang dalam hal jabatan belum bisa disebut perwira tinggi. Sebagian jenderal tak mendukungnya. Begitu juga Angkatan Laut Turki.
2. Penangkapan otak kudeta: Biasanya dalam sebuah kudeta, target kudeta (dalam hal ini Erdogan) mestinya sudah tewas. Tapi ia malah terbang ke Istanbul dan mengeluarkan pernyataan dari sana.
3. Pengendalian media: Kudeta biasanya melibatkan pengendalian media tapi kali ini militer terkesan ceroboh dengan gagalnya menguasai media yang konvensional sekalipun. Militer memang berhasil menduduki kantor CNN Turki tetapi tak berlangsung lama karena polisi menangkapi para prajurit.
4. Kurangnya momentum: Tidak ada kesan serius atau mati-matian dalam kudeta kali ini. Para prajurit militer terlalu cepat menyerah dan ditangkapi. Tampak momentumnya lemah dan meredup begitu cepat.
Ibarat sebuah cerita, upaya kudeta militer Turki ini sebuah kisah tanpa konflik yang berarti sehingga membosankan dan untung saja tidak berlangsung terlalu lama. Karena kalau terlalu lama, siapa lagi yang paling menderita kalau bukan rakyat yang tidak tahu apa-apa? Serdadu militer memang bisa terbunuh kalau gagal. Tapi jika kudeta berhasil, ia memiliki peluang untuk menduduki jabatan lebih tinggi. Apalagi para elit politik. Tak usah dikomentari lagi. Tapi bagaimana dengan rakyat?
[akhlis purnomo]
No comments:
Post a Comment