Dunia Hawa - Jika ada yang bilang RUU Tax Amnesty atau RUU Pengampunan Pajak untuk menyelamatkan “Maling”, saya rasa ini adalah pemahaman yang terlalu dangkal untuk seorang pengamat yang sepertinya tidak paham akan Undang – Undang.
Ada pihak – pihak yang sedang ngotot dengan pasal 15 RUU tersebut.Mereka menganggap pasal ini akan melepaskan para “Maling” dari jeratan hukum karena harta yang mereka “curi” akan menjadi legal dengan pembenaran pasal 15 dari RUU ini. Menurut saya disinilah letak gagal pahamnya. Mari kita telaah bersama.
Saya harus sepakati dulu yang disebut dengan “Maling” disini adalah koruptor atau pelaku pencucian uang atau pihak – pihak pelaku kejahatan keuangan lainnya yang memperoleh hartanya dengan melanggar undang – undang. Oke, kalau ini yang dimaksudkan dengan istilah “Maling” saya bisa bantah dengan kembali melihat kepada KUHP dan UU Tipikor. Dalam hal kejahatan keuangan diluar pajak memang tidak diatur dalam RUU Pengampunan Pajak ini. Tapi untuk pengemplang pajak atau pelaku tindak kejahatan perpajakan seperti yang diungkap dalam Panama Papers, sudah diatur dalam pasal 2 ayat 3 RUU Pengampunan Pajak tersebut.
Jika ngotot dengan pasal 15 saja, saya rasa kesannya RUU ini akan mengampuni semua jenis kejahatan keuangan yang terjadi di negeri ini, tapi kalau menilik dari setiap pasal yang ada di RUU ini, saya rasa memang tidak ada masalah karena mengenai kejahatan keuangan kita masih memiliki KUHP dan UU Tipikor yang memang sudah terbukti mampu menjerat para pelaku kejahatan keuangan.
Awal tercetusnya UU Pengampunan Pajak ini karena melihat potensi pendapatan pajak kita dari uang yang tertanam di luar negeri sangat tinggi.
“Dengan tax amnesty, kita menargetkan penerimaan pajak yang akan masuk di APBN-P 2016 sebesar Rp 165 triliun. Berasal dari uang tebusan 2 persen senilai Rp 20 triliun dengan asumsi ada repatriasi dana dari tax amnesty Rp 1.000 triliun. Kemudian dari deklarasi harta yang diperkirakan Rp 4.000 triliun dan pengenaan tarif 4 persen, sehingga penerimaan pajak yang bisa terkumpul Rp 160 triliun,”papar Bambang.
Dari keterangan Menteri Keuangan tersebut saya rasa sudah cukup menjelaskan kalau RUU ini ada untuk melancarkan program pembangunan yang sedang digenjot oleh pemerintahan Jokowi dengan meningkatkan penerimaan dari sektor pajak.
Pengesahan RUU Pengampunan Pajak ini menjadi UU tengah dibahas di DPR dan kelancaran pemasukan uang dari luar negeri ke dalam negeri hanya tergantung dari si pemilik uang tersebut. Tapi langkah pemerintah tidak hanya sampai disini, jika si pemilik uang nekat juga membandel tidak mau memasukkan uangnya ke dalam negeri, masih ada langkah yang sedang dipersiapkan oleh pemerintah setelah berlakunya Automatic Exchange Sistem of Information atau Sistem Pertukaran Data Otomatis.
Presiden Joko Widodo mengatakan, sebelum munculnya Panama Papers, ia lebih dulu memiliki dokumen berisi warga Indonesia yang menghindari pajak. "Sebelum Panama pun, saya sudah punya satu bundel nama-nama," ucap Jokowi saat memberikan arahan kepada kepala daerah dari seluruh Indonesia yang menang dalam pemilihan kepala daerah tahun lalu di Istana Negara, Jumat, 8 April 2016.
Jadi siap – siap saja yang tidak memasukkan uangnya ketika di beri pengampunan pajak, maka ketika era keterbukaan informasi perbankan berlaku di tahun 2018, akan segera diseret oleh Pemerintah.
Sejauh yang saya pahami, pengesahan RUU Pengampunan Pajak ini menjadi UU sangat diperlukan oleh negara kita untuk mempercepat laju pembanguna fisik yang juga mempercepat pemerataan perekonomian ke seluruh pelosok Indonesia, jadi penolakan pengesahan terhadap RUU ini namanya menghambat atau memperlambat laju pemerataan perekonomian negara kita.
[made bungloen/kompasioner
No comments:
Post a Comment