Dunia Hawa - Siapa yang tak kenal dengan Yusril Ihza Mahendra. Dia adalah ahli hukum khususnya di bidang Tata Negara. Keahliannya dibidang hukum mengantarkannya meraih gelar Professor Doctor, dan sempat menjabat sebagai Menteri pada pemerintahan 3 Presiden yaitu zaman Presiden Gus Dur, Megawati Soekarno Putri dan SBY.
Dari sekian banyak pengalamannya sebagai pejabat publik maka sudah sewajarnya Yusril memiliki sifat dan perilaku sebagai seorang negarawan. Namun demikian apa yang kemudian terjadi setelah dirinya tak lagi bisa tampil sebagai pejabat negara, Yusril kembali menekuni profesi semula yaitu sebagai Pengacara atau Penasehat Hukum.
Mungkin Yusril termasuk di dalam deretan Pengacara profesional papan atas di negeri ini. Sudah tak terhitung berapa banyak perkara yang dimenangkan di berbagai sidang pengadilan.
Tak ada yang menyangkal bila profesi seorang Pengacara adalah sangat terhormat dalam kedudukannya membela pihak yang sedang berperkara. Dan tak perlu di pertanyakan lagi perihal honor yang diterima dalam membela kliannya apalagi bila telah memang, tentu Success Fee yang diterimanya juga tidaklah sedikit, mengingat kasus yang ditanganinya bukanlah kasus-kasus sederhana, dan para kliennya pun bukan orang-orang biasa.
Meski tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara, popularitas Yusril sebagai profesional dibidang hukum tidak serta merta pudar. Bahkan sebalinya Yusril makin sering dapat tawaran kasus yang nilai jasanya mungkin hingga milyaran rupiah per kasus.
Entahlah apakah karena gemerlap pundi-pundi kekayaan yang membuat silau mata dan hatinya ketika Yusril memutuskan untuk membela orang asing dalam kasus pencurian ikan (ilegal fishing) beberapa waktu lalu. Sedemikian intens-kah Yusril dalam membela klien yang nota bene orang asing tersebut melawan pemerintah Indonesia yang dalam hal ini diwakili oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti.
Apa yang ada dibenak Yusril saat memutuskan untukmembela orang asing melawan bangsanya sendiri? Kemanakah perginya semangat nasionalisme yang sudah seharusnya dimiliki oleh semua insan yang lahir di bumi pertiwi? Akankah gelora api semangat kebangsaan di hatinya telah padamdan terkubur olehbesarnya honor sebagai pengacara?
Memang sebagai Pengacara profesional, Yusril berhak membela siapapun, namun apakah dengan kebebasan haknya tersebut hingga sampai membuatnya melanggar batas etika?
Tampaknya setelah sekian lama berselang, Yusril mulai rindu ingin jadi pejabat publik lagi. Mungkin pundi-pundi kekayaan yang tersimpan di gudangnya sudah terlalu menumpuk, sehingga tak perlu lagi mencari-cari. Dan kini dia kembali masuk ke pusaran politik di negeri ini.
Yang sedang hangat-hangatnya disorot publik saat ini adalah keinginan Yusril yang menyala-nyala untuk ikut 'bermain' di arena Pilkada DKI Jakarta.
Apakah benar, Yusril ingin jadi Gubernur DKI?
Itu pertanyaan yang ada di hati banyak orang, mengingat seorang profesional sekaliber Yusril, yang dulunya sempat berkali-kali menjadi menteri, kini hanya 'melamar' jadi Gubernur DKI. Bukankah dari jabatan Menteri ke Gubernur secara organisasi kenegaraan adalah 'turun level'?
Apa sebetulnya yang dicari oleh Yusril? Apakah memang niatnya menjadi Gubernur DKI adalah benar-benar ingin membangun Jakarta, atau kah karena frustasi karena ambisinya untuk menjadi Presiden sedikitpun tak pernah tercapai?
Ataukah ada niat lain terkait dengan pejabat Incumbent adalah AHOK yang non muslim, keturunan Tionghoa, dengan karakter yang keras dan kasar serta menurut banyak orang arogan? Apakah Yusril juga termasuk salah satu dari pendukung paham 'ASAL BUKAN AHOK'?
Saya rasa tak ada perlunya membahas niat yang ada di hati orang lain, salah-salah saya dinilai jadi orang yang suudzon (berprasangka buruk) terhadap Prof. Yusril. Tapi terus terang, saya sangat sulit untuk mengacuhkan Yusril sebab setiap hari ada saja kabar tentang dirinya yang mengisi halaman-halaman berita di media cetak, online maupun televisi. Bahkan di ranah dunia maya, akun sosmed Yusril pun tak pernah berhenti memproduksi status.
Namun sayang apa yang tertulis pada statusnya itu membuat saya semakin bertanya-tanya, sesungguhnya Yusril ini termasuk jenis manusia yang bagaimana?.
Untuk ukuran seseorang yang cerdas dengan gelar Profesor Doktor, mungkin di negeri ini tak ada yang mampu menandingi keahliannya di bidang hukum Tata Negara. Tak perlu di proklamirkanpun, publik tentu juga tahu bahwa Prof. Yusril-lah yang terhebat.
Tapi sebagai seorang negarawan dan sangat paham tentang ilmu ketatanegaraan, Yusril tampaknya terlupa atau mungkin tak sadar bahwa disamping memiliki kecerdasan intelektual, seorang mantan pejabat negara yang akan mencalonkan diri menjadi pejabat negara lagi seharusnya juga memiliki kecerdasan emosional dan menjadi sempurna ketika kecerdasan spiritual secara sekaligus dimilikinya.
Saya menyarankan kepada Yusril agar memanfaatkan sebagian waktu luangnya untuk sejenak merenung dan bercermin pada perilakunya sendiri, yang menurut saya tidak menunjukkan adanya tingkat kecerdasan emosional yang cukup tinggi.
Apa yang menjadi alasan saya adalah dengan mengamati perilaku dan pernyataan-pernyataan yang menyerang AHOK dengan mengandalkan keahliannya dibidang hukum.Mungkin bukan saya saja yang merasakannya, sebab secara kasat mata dalam menulis status pada akun SosMed (Twitter), Yusril semakin hari semakin lepas kontrol, sebagaimana yang tertulis pada status akun Twitter-nya sbb :
1. @basuki_btp kalau anda gentlemen ayo keluarkan Surat Perintah Penggusuran kpd masyarakat Luar Batang
2. Jangan cuma lempar batu sembunyi tangan pakai camat pakai walikota
3. Setelah anda @basuki_btp teken Surat Perintah Penggusuran/pembongkaran, ayo kita berhadapan di pengadilan
4. Kita akan lihat nanti siapa yang akan memenangkan pertarungan di pengadilan
Wah.. wah.. wah.. dari tulisan YUSRIL tersebut jangan disalahkan bila saya bertanya, apa maksud Yusril dalam rangkaian status terakhirnya itu?
Terlepas dari permasalahan yang ada, Yusril sudah tidak lagi menggunakan etika dalam membuat pernyataan. Apakah pantas seorang YUSRIL IHZA MAHENDRA menulis status yang bernada menantang dan mengancam seperti itu? Rasanya nada seperti itu biasanya datang dari para preman atau orang-orang 'uneducated', yang tidak punya banyak waktu untuk sekolah.
Apakah ketika menulis itu Yusril dalam keadaan sadar dan sehat wal afiat? Sadarkah bahwa dia adalah mantan pejabat negara dan sedang mencalonkan diri menjadi pejabat negara lagi?
Kalau ternyata sifat aslinya telah dia tunjukkan ternyata seperti itu, maka apakah mungkin publik akan memberi kepercayaan kepada Yusril sebagai Gubernur DKI?
Apa sebenarnya yang terjadi pada para pejabat dan mantan pejabat di negeri ini? Mengapa begitu banyak orang yang sebenarnya tak punya moral tapi bisa lolos dan dipercaya menjadi pejabat negara.
Sangat memprihatinkan memang. Republik ini sungguh sedang mengalami krisis moral yang luar biasa, hingga sangat sulit mencari pejabat yang benar-benar mampu memenuhi harapan rakyatnya.
Bilapun ada, tentu kita semua dengan susah payah menemukannya sebagaimana mencari sebatang jarum di dalam tumpukan jerami.
Selamat berduka untuk negeri tercinta..
No comments:
Post a Comment