Tuesday, March 22, 2016

Posisi Yang Sempurna


Dunia Hawa – “Apa artinya ucapan Imam Ali as terkadang Tuhan mengambil segalanya dari seorang manusia supaya dia bisa mengenal Tuhannya, bang?”

Sebuah pertanyaan di inbox menyentuhku dalam. Teringat beberapa tahun lalu ketika dalam waktu sekejap semua apa yang kukumpulkan bertahun-tahun lamanya seperti ditarik gelombang lautan besar dan menghilang meninggalkan karang-karang tajam yang terus menerus melukai tubuhku dan menjatuhkan mentalku sampai ke tingkat yang paling dasar.

“Apakah itu berhubungan dengan kita akan kehilangan harta-harta kita semuanya?” Tanyanya lagi.

Seseorang membawa kopiku dan panasnya menyadarkan diriku dari lamunan masa lalu.

“Harta itu jangan dilihat dari sisi kekayaan saja.. ” Jawabku. “Harta manusia itu banyak. Selain kekayaan, kesehatan juga harta. Anak dan pasangan hidup juga harta. Pengagungan terhadap fisik kita sendiri juga harta…

Nah, harta terbesar kita adalah saat kita mengagungkannya bahkan memberhalakannya. Kita pamerkan kemana-mana supaya mendapat banyak pemujaan dari manusia. Kita kadang tidak sadar melakukan ini, tetapi perilaku kita tidak bisa berbohong.

Kemudian ada saat kita pada titik ingin menjadi manusia yang lebih baik. Kita bertobat kepada Tuhan atas segala maksiat yang kita lakukan. Tetapi sayangnya, kita masih setengah2 karena belum begitu dekat mengenal-Nya.

Tuhan-pun – karena sayangnya pada kita – membantu dengan “merampas” titik terlemah kita, berhala kita selama ini, apa yang kita agungkan selama ini. Entah itu istri yang kita sayangi selingkuh, atau anak yang terkena narkoba, atau juga diberikan penyakit yang sulit disembuhkan seperti kanker misalnya…”

Kuseruput kopiku yang masih panas sebelum melanjutkan menjawab.

“Pada saat titik terlemah kita dihantam, dunia seperti runtuh. Itulah yang dimaksud dengan “segalanya”. Kita merasa tidak sanggup menghadapinya, kekuatan dan kesombongan kita diserap habis sehingga tidak ada lagi daya.

Akhirnya kita menyerah, kita tidak bisa meminta bantuan kepada sesama manusia karena yang akan datang kepada kita hanyalah penghinaan. Pada saat menyerah itulah, kaki2 kita terduduk menyentuh tanah dan kita sudah tidak sanggup lagi menopang dahi kita sehingga akhirnya – seperti ada tekanan besar pada punggung – kita-pun bersujud.

Itulah titik dimana emosi tidak bisa lagi dibendung dan airmata deras seperti air bah menguras semua kesombongan kita. Diri menjadi tidak lagi ada harganya, yang ada hanya meminta ampun betapa kita selama ini melupakan-Nya…”

Kuakhiri jawabanku. Waktu tidak bersahabat dan aku harus berjalan lagi ketika tiba2 aku melihat sebuah inbox masuk dari yang tadi bertanya.

“Bang, kenapa mataku jadi berair ya…”

Aku yakin dia paham apa yang kukatakan. Kuhabiskan kopiku yang tinggal setengah.

“Ketika dunia menekanmu sampai lututmu menyentuh tanah, engkau dalam posisi yang sempurna untuk meminta..” Imam Ali as.

[denny siregar]





Artikel Terkait

No comments:

Post a Comment