Rangkaian kegiatan Ramadhan bertajuk Eksobatika, yang berlangsung
sejak 20 Juli 2012 lalu Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta, berakhir
hari Minggu ini (26/8/2012). Kegiatan ini telah menghadirkan 60 acara,
tak kurang 120 perancang dan label fashion dalam negeri, serta sekitar
88.000 buku yang terkumpul dari program Drop Your Book and Act for the
Children of Indonesia dan siap disumbangkan ke beberapa rumah baca.
Sebagai penutup acara, sore tadi digelar talkshow, fashion show,
dan lelang koleksi batik Guruh Soekarno Putra. Putra bungsu pasangan
Presiden RI Soekarno dan Fatmawati ini memang sudah sejak lama
menggeluti batik. Melalui perusahaannya, PT Guruh Soekarno Persada yang
didirikannya pada 1999, Guruh telah mengeluarkan begitu banyak karya
batik yang menampilkan ciri khasnya sendiri, baik yang klasik maupun
modern.
"Saya mengenal batik sejak SMP, dan selalu bereksperimen
dalam segala hal. Dari materinya saja, saya coba menggunakan katun,
sutera, poliester, beludru, jins, bahkan kain karung, atau kain goni pun
saya batik. Inilah arti dari kemerdekaan yang sesungguhnya. Mental
berkreasi harus merdeka dalam daya cipta saya. Di batik saya selalu saya
cantumkan nama saya, baik dalam aksara latin maupun aksara bali," papar
pria yang dikenal sangat nasionalis ini, saat bincang-bincang tentang
batik di Main Atrium East Mall, Grand Indonesia, Minggu (26/8/2012).
Batik
saat ini semakin populer di kalangan masyarakat, dan hal ini tentunya
sangat menggembirakan. Namun Guruh mengamati bahwa kepopuleran batik
tersebut sebenarnya sebagian dipicu oleh beberapa hal yang justru
memprihatinkan.
"Apresiasi terhadap batik meningkat, tapi itu
gara-gara ada persoalan klaim di Malaysia, sehingga hal tersebut
menggugah rasa kebangsaan kita. Kalau suasananya dalam keadaan
biasa-biasa, tidak ada yang bereaksi. Sekali-sekali boleh lah kita
menjadi bangsa yang aktif, tapi jangan selalu menjadi bangsa yang
reaktif. Banyak dari kita yang tidak memikirkan Indonesia," ujar pria 59
tahun yang juga mendalami dunia tari dan musik ini.
Kita baru
tersentak akan nilai kekayaan batik ketika negara lain mengakui bahwa
batik adalah produk kebudayaan mereka. Karena klaim itu, kita baru
membela batik habis-habisan. Kita baru mau memakai batik dalam aktivitas
sehari-hari agar terlihat bahwa batik adalah milik kita. Padahal
seharusnya, jika memang mencintai batik dan ingin melestarikannya, sejak
dulu kita sudah menjadikannya busana sehari-hari. Dengan demikian,
batik memang melekat sebagai bagian dari budaya kita.
Dalam hal
mencintai produk kebudayaan dalam negeri, orang Indonesia juga kerap
melihatnya dari kacamata orang Barat. Misalnya saja, karena batik belel
dari kain lawasan kerap terlihat dipakai oleh turis asing di Bali, orang
Indonesia pun ikut-ikutan memakai batik belel. Padahal, tadinya kita
menganggap batik belel itu tidak layak dipakai, karena dibuat dari kain
bekas.
"Bangsa kita selalu menghargai keseniannya dari kacamata
Barat, ini yang memprihatinkan," tegas Guruh, yang menganggap seni
adalah alat perjuangan.
Guruh berulangkali menegaskan bahwa kita
semua wajib ikut melestarikan apapun pusaka yang diwariskan, entah itu
batik, barang-barang seni, lahan, bahkan negeri ini. Setiap orang harus
mampu mengembangkan negeri ini. Musik, tari, atau batik menjadi pelopor
dalam perubahan peradaban di dunia ini. Jika masyarakat lebih mengenal
kebudayaan dari luar, bangsa Indonesia akan semakin dilecehkan.
"Saya
ingin Indonesia menjadi seperti yang dicita-citakan eyang saya:
Indonesia harus menjadi mercu suar dunia, mercu suar di segala bidang.
Saya ingin batik mendapat tempat di dunia internasional. India terkenal
dengan sarinya, sehingga orang tahu sari India. Tiongkok dengan sutera
klasiknya," katanya.
Begitu juga dengan batik. Seharusnya juga
bisa menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang dikenal oleh dunia.
Sehingga ketika menyebut nama batik, warga dunia akan langsung
mengaitkannya dengan Indonesia.
sumber :
No comments:
Post a Comment