Thursday, April 13, 2017

Aku Pilih Nomor 3


DUNIA HAWA 
Akhirnya aku memutuskan 
Aku pilih yang nomer 3 ajah
Biar aman
Tidak di intimidasi kiri kanan
Tidak dihujat depan belakang
Di pelototi sama tukang tambal ban
Yang memasang plang di pinggir jalan
"Pilih no 3 gratis. Kalo no 2, makan aja itu ban dalam.."
Bagaimana aku tidak memilih no 3?
Pendukung mereka berwajah kejam
Dibaiat pake Alquran
Dengan golok diacungkan ke depan
Dan wajah yang diberingas-beringaskan
Sambil berkata lantang, "Demi nama Tuhan !"
Kalau Tuhan sudah ikut campur, aku takut..
Jangan-jangan memang mereka sama Tuhan itu... tetanggaan..
Oh, aku harus memilih no 3..
Aku takut seperti tetanggaku yang di samping kanan
Yang ketika ajal mendekat masih dipaksa tanda tangan
Bahwa dia harus mengakui dengan penuh keyakinan
Tidak mendukung no 2 dalam pencalonan

Kalau tidak nanti jenazahnya ditelantarkan
Kan capek, mayat harus jalan sendiri ke kuburan ?
"Pilih no 3, pilih no 3.." teriak di dalam hatiku
"No 3 menjanjikan rumah lho", kata istriku
"Dpnya berapa ?", tanyaku
"30 juta aja", istriku merajuk
Aku menghitung gajianku
Cuman 3 juta kuterima sebulan
Buat listrik, air dan makan habislah semua..
Berarti aku harus kembali pada profesi lamaku
Untuk DP, cukuplah membegal 5 motor di jalan...
Aku harus pilih nomer 3.
Akan kujaga mereka
Kulindungi mereka
Kuusap2 wajah mereka
Kulipat kertas suara mereka
Kujaga jangan sampai ada yang melukai mereka
Dan kucoblos no 2 dengan dendam membara.

@denny siregar


Ngeper Dimako Brimobkan, Aksi Tamasya Al Maidah Resmi Dibatalkan


DUNIA HAWA - Enam hari menjelang hari H pencoblosan pada hari Rabu pada tanggal 19 April 2017 mendatang, Ketua Gema Jakarta Ahmad Lutfi Fathullah, selaku penyelenggara Tamasya Al-Maidah yang katanya akan mengerahkan 1,3 juta warga luar Jakarta untuk mendatangi seluruh TPS-TPS di Jakarta, khususnya TPS-TPS yang memenangkan Ahok-Djarot, hari ini membatalkan aksi yang sebelumnya mereka sesumbar akan lebih heboh dari aksi bela Islam 112.

Mungkin ngeper akan dimako Brimobkan seperti pentolannya FUI, Al Khaththath, yang nasibnya sial diciduk Polisi dan digelandang ke Mako Brimob seperti menggelandang maling, Gerakan Tamasya Al-Maidah itu buru-buru dibatalkan.

Menurut Lutfi, aksi Tamasya Al Maidah itu dibatalkan karena dikhawatirkan aksi tersebut dapat mengganggu pelaksanaan pencoblosan, takut massa tidak terkontrol, takut terpancing, takut semakin memanas, sehingga bisa berpotensi terjadinya kerususuhan massal.

Pemaksaan kehendak model begini memang sengaja digerakkan secara masif oleh oknum-oknum pemecah belah bangsa dengan tujuan besar mereka, Ahok tidak boleh jadi Gubernur DKI Jakarta.

Untuk memudahkan pergerakan-pergerakan mereka yang inkonstitusional, maka upaya-upaya pemaksaan kehendak mereka poles sedemikian rupa dengan seruan aksi Tamasya Al Maidah yang berlatar agama.

Tujuan mereka yaitu untuk melakukan intimidasi dan pemaksaan-pemaksaan secara terselubung agar warga DKI Jakarta ketakutan sehingga tidak berani datang ke TPS-TPS untuk mencoblos. Niat busuk yang sangat berbahaya.

Yang jelas, kalau berani ada orang dari luar Jakarta datang geruduk ke TPS-TPS di Jakarta sudah pasti akan terjadi baku hantam dan saling sikat. Memangnya warga Jakarta akan diam melihat orang luar Jakarta sok-sokkan datang bikin kacau di Jakarta pada hari pencoblosan?

Sudah barang tentu warga Jakarta tidak akan mungkin diam dan tidak berkutik dengan ulah para pengacau yang coba-coba melakukan pemaksaan kehendak untuk kepentingan dan keuntungan politik terselubung.

Selain itu, aparat keamanan, baik itu kepolisian maupun TNI juga tidak akan mungkin membiarkan para perusuh yang bukan warga DKI Jakarta datang bikin kacau momen Pilkada, pesta demokrasinya orang Jakarta. Semua TPS akan dijaga aparat negara, baik itu petugas Kepolisian maupun TNI. Kalau masih nekat dan so jago, kelar hidup loe.

Makanya jangan coba-coba pakai acara mengerahkan massa pada hari H pencoblosan. Negara ini bukan negara tidak bertuan, bukan hutan belantara yang bisa seenak udelnya bikin aksi ini itu dengan tujuan untuk mengacaukan agenda konstitusional negara.

Kaum sesapian dan kaum bani sorban yang menampilkan diri sebagai jagoan yang akan melibas siapa pun yang tidak tunduk pada keinginan mereka yang mengatasnamakan agama Islam akan berhadapan dengan aparat negara.

Melalui tulisan ini, sekali lagi saya bilang, jangan coba-coba bikin kacau agenda konstitusional negara pada hari H pencoblosan Pilkada DKI Jakarta pada hari Rabu tanggal 19 April 2017 mendatang karena Jakarta penuh dengan lautan aparat negara, mulai dari Polda Metro Jaya, Mabes TNI, Pangdam, jajaran Armada Barat, serta Satpol PP yang siaga satu. Berani macam-macam, bisa-bisa dengkul loe kena doorrr.

Orang dari luar Jakarta jangan coba-coba melakukan aksi pemaksaan dan intimidasi agar tidak memilih Ahok-Djarot, selain melanggar kebebasan warga DKI dalam pilkada, dijerat dengan hukum pidana, pun juga bisa kena bogem mentah congor loe.

Bagi warga DKI Jakarta, mari kita menyatukan langkah untuk membebaskan diri dari aneka macam intimidasi yang sengaja mereka giring pada kondisi pemaksaan kehendak dengan mendatangi TPS dan mencoblos pilihan kita sesuai hati nurani. Jangan takut dan jangan gentar karena Tuhan beserta kita. Amien.

Kura-kura begitu.

@argo


Satu Obat untuk Segala Jenis Penyakit: OK-OCE Anies-Sandi


DUNIA HAWA - Debat putaran kedua ini adalah panggung yang benar-benar pas buat pasangan calon (paslon) Basuki-Djarot menunjukkan program-program mereka yang merupakan solusi paling realistik dan faktual untuk membawa Jakarta lebih maju ke depan.

Meskipun paslon Basuki-Djarot seolah bakal terpojok atas pertanyaan utusan komunitas rumah susun (rusun) soal kondisi rusun yang bocor-bocor, ternyata Basuki dapat memberikan impresi (kesan) yang sangat baik kepada pengunjung debat, pemirsa TV, dan pembaca. Dia minta maaf atas kondisi itu dan secara terang-benderang menyatakan bahwa ada ketidakbecusan dalam proses pembangunan akibat tindakan koruptif di masa lalu.

Perasaan sih, pertanyaannya agak bias dan berbau pesanan, tapi tak apa, Basuki-Djarot dapat menjelaskannya dengan baik. Yang terpojok justru Anies ketika Basuki menunjukkan inkonsistensi paslon Anies-Sandi dalam hal reklamasi, di mana Basuki menunjukkannya melalui kliping berita lengkap. Terbukti bahwa paslon nomor 3 memang terus saja plintat-plintut soal reklamasi ini.

Anies ingin menunjukkan diferensiasi mereka dari paslon Basuki-Djarot (yang serba-plus itu), tapi gagal, karena sejatinya mereka tidak menguasai medan dengan baik. Ketika Basuki bertanya kepada Anies apakah rumah yang mereka programkan itu berupa rumah tapak atau rusun? Jawaban Anies, mereka tidak membangun rumah, melainkan mengurusi pembiayaannya. Apakah rumah yang disebutkan itu diperuntukkan bagi penduduk yang berpenghasilan 7 juta rupiah ke atas atau 3 juta rupiah ke bawah? Jawaban Anies muter-muter dan terus saja retorik.

Sebelumnya, mereka mengintrodusir rumah dengan DP (Down Payment) 0 persen. Kemudian diubah lagi menjadi 0 rupiah. Ketika diminta menunjukkan di mana lokasi rumah ber-DP 0 rupiah seharga 350 juta, disebutkan lokasinya rahasia. Ketika dicecar lagi, dinyatakan bahwa mereka mengurusi pembiayaannya saja, bukan pembangunannya. Bahkan balik menantang, “Jadi pemimpin itu harus memberikan solusi…!” Tapi buat apa solusi yang muter-muter dan “kajol” (kagak jolas)?

Ketika Djarot bertanya kepada Sandi soal KUA-PPAS, Sandi malah balik bertanya, “Apa itu KUA-PPAS?” Mungkin dikiranya KUA itu Kantor Urusan Agama. Tampak sekali bahwa Sandi tidak mencari tahu bagaimana sistem penganggaran di lembaga pemerintahan (daerah). Bukankah ketika mereka hendak menyusun visi-misi-program sebagai derivasi RPJP dan RPJMD serta merancang APBD tahunan mereka harus mulai dengan KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran – Prioritas Plafon Anggaran Sementara) itu? Semua serba samar.

Apa pun program yang ditanyakan, semuanya balik ke OK-OCE. Ketika ditanya soal penanganan sampah, jawabannya selalu OK-OCE. Ditanya soal penanganan transportasi, jawabnya OK-OTrip. Ditanya soal pencegahan penyakit dan pengobatan, dijawab OK-OCare. Padahal sebelum-sebelumnya, tidak ada dilansir soal OK-OCare ini. Jawaban mereka hanya sekenanya, seolah-olah tidak menginduk pada dokumen visi-misi-program yang mereka usung untuk membangun Jakarta kelak.

Makin ke sini, kepercayaan publik atas program mereka makin merosot. Padahal sebagai pengusaha, Sandi tahu persis bahwa “kepercayaan” menjadi kata kunci dalam berbisnis. Jika kita lihat tabel berikut ini, publik ternyata lebih percaya kepada kepada Ahok (Basuki) dibanding Anies dengan perbandingan 67 : 57 persen. Sebanyak 67 persen responden menganggap Ahok jujur, bisa dipercaya, dan bersih dari korupsi. Hanya 57 persen saja (terpaut 10 persen di bawahnya) yang menganggap Anies seperti itu.

Anies hanya unggul terhadap Ahok sebagai orang yang dianggap ramah/santun (92 : 50 persen) serta enak dipandang dan ganteng (83 : 68 persen). Ahok dan Anies dianggap sama-sama pintar atau berwawasan luas (88 : 88 persen), tapi dalam empat kriteria lainnya (termasuk jujur, bisa dipercaya, dan bersih dari korupsi itu), Ahok mengungguli Anies. Sebenarnya, buat apa sih ganteng-ganteng tapi serigala?

Jika seandainya soal-soal sentimen primordialis (SARA) tidak dibawa-bawa, sebenarnya tidak ada jalannya paslon Anies-Sandi bisa mengalahkan Basuki-Djarot. Maka ketika Aksi Bela Islam yang berjilid-jilid dengan sandi yang mirip-mirip rekapan togel (411, 212, dan 313) sudah bisa diredam pemerintah karena punya daya rusak luarbiasa terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, pasangan Anies-Sandi tak punya harapan lagi. Belum lagi pembacaan tuntutan atas perkara dugaan penistaan agama yang tertunda karena JPU belum selesai mengetik naskah tuntutan, semakin menutup ruang bagi mereka untuk mengobarkan sentimen primordialis tersebut.

Setelah debat putaran kedua yang diselenggarakan oleh KPUD DKI Jakarta dan disiarkan melalui beberapa televisi nasional (bahkan internasional melalui video streaming), Rabu (12/04/17), yang diisi oleh Anies-Sandi dengan yang serba-OK-OCE, sinar kemenangan paslon Basuki-Djarot terbit di ujung lorong panjang yang gelap.

Mana bisa semua penyakit disembuhkan hanya oleh satu-satunya obat: OK-OCE? Kecuali oleh dukunnya si Adam yang sedang mengobati pasen-nya di Garut itu.

Jangan suka kura-kura lupa akan lagu lama…! 


@rikanson jutamardi purba


Pusing! Program DP 0% Direvisi Lagi, Sekarang Masyarakat Disuruh Cari Rumah Sendiri?


DUNIA HAWA - Pada debat kemarin, ada satu topik yang sangat menarik perhatian saya. Yaitu terkait program DP nol persen yang digagas Anies-Sandi. Sebenarnya saya bingung dengan program ini, soalnya simpang siur dan tidak jelas mana yang benar mana yang pasti. Ada yang bilang DP nol persen, ada yang bilang DP nol Rupiah tapi harus dicicil enam kali, ada yang bilang rumah tapak, lalu berubah lagi jadi rumah susun. Dulu kalau tidak salah katanya rumah ini untuk mereka yang berpenghasilan bawah, tapi ujung-ujungnya diupdate dan ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan 7 juta ke bawah. Terus ada pula wacana rumah seharga Rp 350 juta, yang diperdebatkan banyak orang. Terlalu banyak versi hingga saya sendiri bingung setengah mati, entah mana yang sebenarnya benar.

Nah, pada debat kemarin, program DP nnol persen mengalami perubahan lagi. Update versi sudah entah versi ke berapa, saya tidak tahu lagi. Bagi yang mau tahu, silakan tanyakan sendiri pada Anies atau Sandiaga Uno, karena itu program gagasan mereka.

Pada debat kemarin, Ahok mempertanyakan soal DP nol persen, dan penasaran rumah seperti apa yang ingin dibangun Anies dengan program tersebut. “Saya penasaran, di berita-berita, pasangan Anies-Sandi soal DP nol persen. Rumah yang bapak sediakan rumah apa? Rumah tapak? Rumah susun? Lalu yang berpenghasilan berapa? Apakah Rp 7 juta atau RP 3 juta, karena Pak Sandi bilang yang berpenghasilan Rp 4 juta nggak mungkin punya rumah di Jakarta. Ini agak membingungkan,” kata Ahok dalam sesi debat kemarin.

Di sinilah Anies memberikan penjelasan yang makin membingunkan. Saya rasa pasangan ini sendiri sudah bingung tujuh keliling, sehingga penjelasannya pun makin ngawur dan jauh beda dengan program awalnya. “Saya nyuwun sewu, mbok menawi agak keliru. Kami tidak membangun rumah, tapi ini pembiayaan, instrumen pembiayaan. Bukan membicarakan membangun rumah, tapi kita carikan solusi sesuai pilihan,” jawab Anies.

You see, programnya kok kayak mirip leasing? Kalau begitu, kenapa programnya berputar-putar dari awal hingga sekarang mirip roller coaster, sebentar di atas, sebentar di bawah, guncang sana guncang sini tak jelas? Sekali ini membuktikan program Anies-Sandi tidak memiliki pondasi yang jelas, gampang rapuh dan berubah-ubah. Sebegitu mudahnya terjadi perubahan sana-sini sehingga masyarakat bingung.

Ahok sendiri pun terkesan bingung dan merasa jawaban Anies tidak solutif. Yah, namanya juga lebih pintar beretorika. Teori kuat, tapi implementasinya banyak cacat. Anies membalas dengan menanggapi Ahok dengan menyebut 41 persen warga DKI tidak memiliki rumah sendiri. Untuk itulah, Anies siapkan solusi dengan cara program DP nol persen tersebut.

“Kita siapkan solusi, bisa dikerjakan, bahkan private sector berminat. Ini sangat-sangat bisa, rumahnya tersedia. Yang terpenting, keberpihakan, teknis ini akan berkembang, teknik pembiayaannya. Yang beda, kita bicarakan pembiayaan, suplai bisa dari masyarakat, dari pemerintah,” kata Anies karena waktunya habis.

Dan statement Anies dimentahkan Ahok dengan telak, “Saya jujur tidak menemukan jawaban. Ini terlalu retorika. Jawaban dari Anies, hanya dengan kalimatnya saja sudah jelas tidak ada solusinya sama sekali. Hanya mengandalkan optimisme bahwa semuanya bisa? Mau motivasi silakan, tapi masyarakat pasti ingin tahu apa solusi konkritnya. Solusi yang konkrit adalah solusi yang terukur, pakai data dan langsung kena ke sasaran. Sedangkan solusi Anies lebih mirip berputar-putar mengelilingi sasaran tujuan, tapi tidak sampai kena sasaran. Putar-putar hingga bikin orang pusing.

Kalau Anies mengatakan bahwa DP nol persen adalah soal pembiayaan, apakah itu berarti nanti masyarakat yang cari rumahnya sendiri? Sama saja bohong kalau begitu. Mereka tidak membangun rumah, berarti mau tak mau masyarakat cari sendiri rumahnya, bukan? Katanya ada lahan rahasia untuk bangun rumah murah, dirahasiakan karena takut ketahuan, sekarang malah bilang tidak membangun rumah. What? Apa-apaan ini?

Sebuah strategi yang bagus untuk mengelak. Kalau nanti tidak ketemu rumahnya, mereka bisa mengelak dan punya alasan programnya hanya berupa instrumen pembiayaan. Kesimpangsiuran selama ini berakhir dengan statement bahwa ini hanya program pembiayaan? Sebuah lelucon yang tidak cocok dijadikan lelucon.

Bagaimana menurut Anda?

@xhardy


Buat Apa Rizieq Repot-Repot Bawa Laskar? Mau Intimidasi? Atau Mau Mencurangi?


DUNIA HAWA - Seperti yang kita ketahui Rizieq Shibab kemarin hadir dalam ceramah di Mesjid Agung Sunan Ampel 11 April 2017 lalu, Ada yang menarik dalam speechnya kali itu, dia banyak menuding, berspekulasi, dan membangun opini ke pada audiencenya

Dia menyerukan bahwa akan ada preman-preman yang akan menghilangkan barang bukti untuk mencurangi, dia mengangap kalau 1-3 jam pertama sudah diumumkan hasil quick count dan si-nomor 3 yang menang, maka para preman itu mempunyai tugas untuk merubah, dan menghilangkan barang bukti, ditukar dengan versi preman.

Sebenarnya Gak Waras


Menurut saya tudingan dia tersebut sangat tidak waras, bagaimana bisa para preman menghilangkan barang bukti, dan merubah nilai pemungutan suara, sangat tidak logis bagi saya, kalau memang bisa hal seperti itu dilakukan, kenapa tidak dari jaman dahulu saja, sejak pilkada para politikus busuk itu menerapkan cara yang di percaya oleh Rizieq?

Misal sebut saja politikus busuk itu P, dan lawannya adalah J, demi memenangkan Pilkada, maka P menyewa para preman untuk merubah barang bukti, seperti apa yang dituding oleh Rizieq. Tapi toh, mengapa tidak dilakukan oleh si P?

Bukan karena si P bersih !, kalau memang bisa, pasti dia lakukan, tapi memang si P tidak bisa memakai cara seperti itu !, Pilkada disaksikan oleh banyak orang, dikawal oleh warga setempat, bahkan tidak hanya warga, aparatpun turut serta mengawal. Gini aja biar ga susah-susah pemberian contoh secara nyata.

Saat Rizieq nyoblos di Petamburan, dikawal bukan? Sama para personil FPI disana, dijaga penuh, bahkan minta di ulang hingga 5 kali pula untuk memastikan bahwa kok Anies kalah cuma dapat nilai 212. Sederhana bukan contohnya?

Bagaimana bisa para preman merubah nilai dan menghilangkan barang bukti, kalian sendiri bisa gak merubah nilai dan menghilangkan barang bukti? Tudingan kalian itu sangat tidak waras dan logis.

Seruan Buat Jihad


Lantas si Rizieq juga didalam video tersebut diakhir segmen, Rizieq mengajak warga Surabaya untuk hadir tanggal 18 April nanti. Dialognya:

Anda yang mau datang silahkan datang, bagi yang punya nyali, yang ga punya nyali jangan, dan kalau mau dateng tulis wasiat buat keluarga, bagi yang tidak bisa datang doakan mereka yang di Jakarta, siap rebut Jakarta?! Siap ambil alih Jakarta?!

Apa maksud Rizieq disana? Kalau dateng harus tulis wasiat buat keluarga? Memangnya bakal kenapa? Disini Rizieq membangun opini kalau seakan-akan disana nanti bakal mati, bakal ada pertempuran hebat, seakan-akan ada saling bunuh disana nanti.

Sangat tidak waras versi ke 2, Kenapa di saat pencoblosan putaran pertama, tidak ada pertumpahan darah? Kenapa tidak ada yang meninggal? Kenapa?! Kenapa Rizieq begitu lebaynya sekana-akan Pilkada putaran kedua adalah bakal akhir cerita kehidupan? Sekana-akan tidak akan pulang dengan nyawa yang masih merekat pada tubuh.

Parahnya, banyak saja yang percaya dengan bibirnya Rizieq ini. Itu yang masih membuat saya makin gila dibuat Rizieq. Kok bisa ada yang buta hatinya untuk percaya dengan dia? Seakan-akan apapun omongan yang dia utarakan itu sudah pasti benar, tidak pernah salah.

Buat apa Rizieq Repot-Repot? Mau Intimidasi bung? Atau Anda Yang Mau Mencurangi?


Seruan Rizieq ini ternyata cukup heboh di media sosial, dan tentunya hal ini sampai juga mendapat perhatian dari Plt Gubernur pak Sumarsono

“Kami punya Polda, punya Pangdam, dan jajaran Armada Barat, serta Satpol PP, dan pengamanan kita. Jakarta insyaallah bisa amankan pilkada serentak dengan baik,” kata Sumarsono, yang biasa disapa Soni, kepada wartawan di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (13/4/2017). 

Ucapan Sumarsono ini dibenarkan oleh Mayjen Jaswandi, Pangdam Jaya, dirinya mengatakan bahwa TNI siap membackup kekuatan Polri dalam tugas perbantuan untuk menjaga keamanan.  TNI siap membantu berapapun personel yang diminta.

“Tentunya TNI Kodam Jaya sesuai dengan aturan undang-undang akan membackup, mendukung Kapolda sepenuhnya dalam rangka Pilkada DKI Jakarta putaran ke-2,” jelasnya di Kodam Jaya, Jakarta Timur, Kamis (13/4). Kumparan

Saya berspekulasi disnii, Sebenarnya tidak akan ada namanya kegaduhan, karena ini adalah putaran kedua, yang jelas sudah melalui putaran pertama yang aman-aman saja.

Skenario ini sepertinya akan dibuat oleh Rizieq dan Timses Nomor3 itu, Mereka akan membayar Preman, membuat kegaduhan, dan Rizieq dengan laskarnya akan seolah-olah melindungi kotak suara, padahal di sela riuh seperti itu, merekalah nanti yang akan merubah surat suara, merubah nilai, dan menghilangkan barang bukti.

Seperti kasus yang sudah-sudah, cara bermain mereka adalah “Pura-pura” lupa, playing victim, dan mereka akan bersandiwara, berdrama nantinya disana.

Mari buat rakyat Jakarta, bersama-sama kita kawal Pilkada kali ini agar terhindar dari kecurangan aksi Rizieq dan siapapun yang berminat mencuranginya.

@bani

Kumpulan Kata Untuk Anies; Inkonsisten, Ngawur, Ngeles, Tak Jelas, dan Omdo


DUNIA HAWA - Pasca debat final yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, 12 April 2017 dengan tema “Dari Masyarakat Jakarta untuk Jakarta”, saya merasa ada yang lain dari biasanya. Khususnya dari pendukung Anies-Sandi. Seharian saya mencoba mengamati branda FB beberapa teman yang pro pasangan nomor urut 3. Mereka yang biasanya aktif mengkampanyekan pasangan tersebut, tiba-tiba hilang bak ditelan bumi.

Tak terdengar riak suaranya yang biasanya bersahut-sahutan, sebagaimana setelah debat yang dilaksanakan di Metro Tv, pada program Mata Najwa, beberapa waktu silam. Di sana, di branda mereka seolah kompak menyebut jagoannya sebagai yang terbaik dan tampil memukau. Berbagai analisa pun dimunculkan, yang mengangkat dan memuji setinggi langit kandidatnya, sembari mencela dan menjatuhkan saingannya serendah-rendahnya. Intinya, mereka menyebut jagoannya men-KO lawan di kandangnya.

Walaupun saya sempat menanggapi dengan hanya tertawa kecil. Sebab, saya tidak yakin jika mereka nonton debat tersebut. Wong Metro Tv mereka boikot, kok. Lalu nontonnya di mana selain hanya berkhayal? Alhasil, analisanya pun jadi ngawur. Andai kambing pun dibedakin, bakal disebutnya berpenampilan singa.

Sama sepertiku, teman-teman saya itu sebetulnya tidak punya hak pilih. Tapi berhubung pilkada Jakarta adalah satu-satunya pilkada yang berlangsung pada tanggal 19 April 2017 mendatang, jadi wajarlah bila jadi ramai. Fokus dan tenaga mesin politik pun seolah semua tertuju ke DKI. Tapi ada hal menarik yang saya temukan hari ini. Kata-kata yang bernada negatif, seperti tidak konsisten, ngawur, ngeles, omongan tidak jelas, program yang tidak masuk akal, janji manis, dan muter-muter, tiba-tiba dilekatkan kepada Anies. Mengapa bisa begitu ya? Bisakah kita bertanya pada mobil yang bergoyang atau pada dia yang suka main belakang?

Namun demikian, terlepas dari berbagai analisa yang bermunculan, jika kita mau jujur. Sejak perhelatan debat pertama hingga berakhir semalam, pada dasarnya orang-orang akan sepakat bahwa kualitas Ahok jauh mengungguli Anies. Sepandai-pandainya Anies menata kata, tetap tak berdaya bila diperhadapkan dengan realitas kinerja Ahok dalam menata kota. Sepintar-pintarnya Anies berkelit soal reklamasi dan rumah tanpa DP, publik paham bahwa Anies hanya jago ngeles, tidak menjawab persoalan dan tidak memberikan solusi. Ini fakta dan semalam telah kita saksikan bersama dalam debat terakhir secara head to head.

Saya telah berulang kali menonton debatnya, termasuk versi youtube. Tak ada sedikit pun saya dapatkan jawaban jelas dari Anies soal DP 0 rupiah atau 0 persen itu. Sama tidak jelasnya rumah itu akan di bangun di mana? Begitu pula ketika Ahok bertanya kepadanya soal reklamasi. Saya melihat, setidaknya ada tiga point pertanyaan Ahok di sana.

Pertama, inkonsistensi Anies-Sandi soal reklamasi. Dari kumpulan pernyataan (berita) yang Ahok sebutkan sejak 13 Oktober 2016 hingga semalam, 12 April 2017, menunjukkan sikap plin-plan pasangan itu. Mulai dari menolak, lalu berubah mendukung dengan mengatakan akan mengalihkan fungsi lahan untuk kepentingan publik. Setelah itu, ia menolak lagi. Kemudian ia bilang akan ikut sesuai hasil keputusan pengadilan. Dan semalam ia menolaknya kembali. Dari sini, ada pertanyaan tersirat dari Ahok, mengapa ada sikap berubah-ubah seperti itu?

Kedua, kalau memang menolak reklamasi yang sudah terlanjur dibangun itu, lalu mau diapakan? Dibongkar atau dibiarkan? Bagaimana cara membatalkan reklamasi yang akan menyerap 1,2 juta tenaga kerja untuk warga?

Ketiga, bagaimana cara menghadapi pemerintah pusat yang sejak jaman pak Harto menerbitkan Keppres soal reklamasi yang juga diputuskan dari Bappenas?

Lantas apa jawaban Anies? Silakan pembaca saja yang mencari tahu. Saya malu menuliskannya di sini. Sebab hal itu akan mengurangi wibawanya sebagai seorang professor dan mantan rektor. Saya hanya ingin bilang, bahwa teman-teman Facebook saya, pasca debat kompak menyebut pasangan Anies-Sandi hanya omdo (omong doang). Benar-tidaknya hal itu, penontonlah yang memutuskan.

Kaitannya dengan “omdo”, saya beberapa kali mengamati karyawan atau pekerja di sebuah perusahaan. Menunjukkan bahwa mereka yang terlalu banyak bicara cenderung kerjaannya kurang bagus, malas, dan tingkat disiplin yang rendah. Sudah itu, tipe orang seperti ini paling sering protes. Namun ketika ada kesalahan yang dilakukannya, selalu saja ada alasan yang bisa diutarakannya, yang seolah-olah benar tapi pada dasarnya mengelabui atau menipu. Setidak-tidaknya menipu dirinya sendiri dengan kebohongan.

Untuk itu, hanya mengingatkan kepada teman-teman, yang terlalu membangga-banggakan Anies lantaran kemampuan bahasanya, hati-hati saja. Sebab, tidak menutup kemungkinan, kepandaian yang sama yang dimiliki Anies itu yang akan menikam kalian suatu saat. Kelak ketika Anies terpilih, misalnya, ketika ia melakukan keputusan yang salah, yang merugikan masyarakat banyak, dan itu berdampak buruk pada warga kota Jakarta, maka tentu Anies bisa dengan leluasa membela dirinya, dengan kemampuan retorika yang dimilikinya.

Pada akhirnya, pepatah yang menyebutkan, “bermanies-manies dahulu, bersandiwara kemudian” akan menjadi boomerang bagi pemilihnya.

@ismail ridha