Monday, March 27, 2017

Anis Tak Punya Konsep Yang Jelas, Hanya Menyerang Ahok


DUNIA HAWA - Dalam Program Mata Najwa Eksklusif yang bertema Debat Final Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) DKI Jakarta, terjadi perdebatan antara kedua Calon Gubernur (Cagub) yang lolos ke putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017 Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dan Anis Rasyid Baswedan (MetroTV, 2017).

Dalam debat tersebut harusnya menjadi adu gagasan dan wacana antara dua cagub, namun saya tidak melihat hal tersebut terjadi. Dalam debat tersebut Najwa Sihab yang menjadi moderator melontarkan isu-isu seputar Jakarta dan program-program yang dijual oleh para cagub kepada warga DKI Jakarta yang menjadi pemilih di Pilkada 19 April 2017 mendatang.

Ada saling klaim dalam hal siapa yang lebih dahulu meluncurkan program unggulan untuk warga Jakarta. Program tersebut adalah terkait dana tunjangan untuk warga lanjut usia (lansia) dan juga soal Kartu Jakarta Pintar (KJP). Anis menganggap Ahok meniru programnya saat meluncurkan Kartu Jakarta Lansia (KJL) pada awal Maret lalu, dan Ahok menuding bahwa KJP Plus yang dikeluarkan oleh Anis tidak akan mendidik warga Jakarta usia sekolah (MetroTV, 2017).

Saling klaim ini seakan menjadi bumbu dalam perdebatan Senin Malam (27/3/17), namun saya sangat menyayangkan sikap yang ditunjukan oleh Anis. Anis terkesan membuat Ahok jatuh bukan melalui program unggulan yang dibuatnya, melainkan dengan menjatuhkan Ahok dengan program Ahok yang masih berjalan dan belum selesai. Anis hanya menyudutkan Ahok terutama dalam mengurus warga Lansia di DKI Jakarta. Anis menuding Ahok hanya mementingkan pembangunan infrastruktur, namun tidak mengurus manusia yang ada di DKI Jakarta. Anis mencoba memperkuat tudingannya dengan mencontohkan proyek jalan Semanggi yang hampir rampung, namun untuk mengurus warga lansia DKI Jakarta baru dilakukan saat kampanye Pilkada DKI 2017. Anis menuding Ahok tidak memperhatikan warga DKI Jakarta dengan serius (MetroTV, 2017).

Jika saya jadi Ahok yang notabennya adalah calon petahanan, akan sangat berat jika diserang oleh Anis yang hanya bisa menjual program tanpa pernah membuktikan. Juga belum tentu Anis bisa membuktikan semua program yang dijualnya pada warga DKI Jakarta jikalau nanti dia menjadi gubernur DKI Jakarta. Anis selalu menyerang Ahok dan berusaha menjatuhkan Ahok dengan cara dan omongannya yang santun dalam debat tersebut (MetroTV, 2017).

Menurut pandangan saya Anis juga masih melakukan hal yang salam dilakukan oleh cagub-cagub terdahulu jelang pilkada, yaitu menjadikan rakyat kecil sebagai alat kampanye. Bahkan maaf jika saya mengungkapkan istilah yang sedikit kasar, Anis menjual rakyat kecil untuk menarik simpati dari para warga DKI Jakarta calon pemilih. Tidak segan-segan Anis menuding Ahok tidak pro terhadap rakyat kecil, saya teringat beberapa waktu lalu  saat Ahok menyindir Agus dan Anis jelang debat pilkada putaran pertama “namanya juga mau jadi gubernur” sindiran Ahok.

Pertandingan semakin panas saat putaran final pilkada DKI Jakarta, dalam debat saat ini harusnya bisa lebih baik dari debat yang lalu. Namun saya tidak melihat Anis menjadi cagub yang bisa belajar dari debat sebelumnya.

Ahok sudah mengetahui seluk beluk kebutuhan warga Jakarta sejak menjadi wagub mendampingi Joko Widodo (2012-2014) dan saat menjabat sebagai gubernur (2014-2017), dan Ahok berbicra isu yang mendasar karena ia telah masuk ke dalam sistem di DKI Jakarta. Sementara Anis memang berpengalaman dalam pemerintahan. Yaitu membantu Joko Widodo dalam prihal pendidiakan dasar dan kebudayaan. Namun ditengah jalan ia dibuang dari Kabinet Kerja Joko Widodo dan Jusuf Kala. Saya tidak mau mengutarakan apa penyebabnya Anis dibuang, biarlah masyarakat yang menilai sendiri.

Anis selalu mengunakan pola lama para cagub, yaitu mnejadikan rakyat kecil sebagai tameng dan komoditas untuk menarik simpati. Sementara Ahok yang mengerti dan memahami betul substansi permasalahan warga DKI Jakarta, menawarkan solusi yang memang kurang menarik bagi masyarakat akan tetapi solusi itu dibutuhkan. Ahok tidak lagi menyerang Anis dengan masa lalunya sebagai menteri pendidikan yang gagal di masa lalu, namun Anis masih menyerang Ahok dan menjatuhkan Ahok bukan dari program-program unggulan namun dari program yang coba diberikan Ahok kepada warga DKI Jakarta. Beberapa program masih berjalan, namun Anis sudah memberikan nilai dengan tudingannya.

@asto notonegoro


Berniat Pamer Keberanian Penuh Kesombongan, Anies Malah Senjata Makan Tuan, Ahok Luar Biasa


DUNIA HAWA - Seru sekali debat Pilkada DKI Jakarta 2017 di Mata Najwa Ekslusif malam hari ini! Malam hari ini hadir lengkap dua peserta, Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan sang penantang petahana Anies Baswedan. Meskipun hanya calon gubernurnya saja, tanpa calon wakil gubernur, tapi debat malam hari ini begitu seru dan panas!

Debat diawali dengan isu lansia dan pendidikan. Ada banyak yang dapat dibahas dan dikulas dari kedua segmen tersebut, namun saya memilih untuk diam karena menurut saya tidak begitu menonjol fenomena atau perdebatan yang terjadi. Ya biasa lah, yang dibahas adalah perbedaan kedua program dan yang satu merasa telah banyak melakukan, tapi yang satunya merasa mampu ‘akan’ melakukan.

Yang ingin saya bahas adalah bagaimana segmen ketiga (atau keempat, saya agak lupa) begitu seru ketika sang moderator debat Najwa Shihab dengan tegas dan cerdiknya menyatakan bahwa persepsi yang ada adalah Ahok banyak memecat bawahannya tapi Anies tidak tegas dan tidak akan berani memecat bawahannya. Pembelaan Anies Baswedan atas pertanyaan Najwa yang ini rasanya cukup menggelitik hati kita, namun respon dari Ahok atas jawaban Anies justru lebih luar biasa!

Mari kita baca apa yang dijawab Anies dan respon Ahok malam hari ini.

Pertanyaan dari Najwa Shihab:


“Pak Anies, persepsinya tepat tidak (bahwa Anda) tidak tegas, tidak mungkin berani pecat anak buah?” tanya Najwa Shihab.

Jawaban Anies:


“Tidak mungkin berhentikan anak buah? Sekarang aja saya sedang berusaha memberhentikan Pak Basuki dari gubernur. Wah apalagi anak buah!” Anies

Respon Keren Ahok:


“Ya kalau soal mau pecat saya, bukan tergantung Pak Anies, tapi tergantung warga Jakarta sih,” jawab Ahok langsung.

“Ya kontrak saya sampai Oktober 2017 ya,” terus Ahok.

“Dalam hal ini, saya memang anak buahnya Pak Anies karena saya pelayan warga Jakarta, kebetulan Pak Anies warga Jakarta, ya saya anak buahnya,” jawab Ahok.

“Makanya kalau mau memecat saya, bukan sebagai calon gubernur, tapi sebagai warga DKI,” tutup Ahok.

Anies Senjata Makan Tuan! Hahahaha

Hahahahahahahaha. Izinkan saya numpang ketawa dulu ya! Makan tuh Pak Anies! Niatnya mau tampil menakjubkan dengan menjawab yang wow begitu. Tapi sayangnya Ahok jauh lebih cerdas dan lugas dalam memantulkan kembali anak panah tumpul yang dilepaskan dari Anies.

Niat Anies Baswedan sebenarnya ingin memberikan kejutan atau semangat kepada para pendukungnya. Para pendukungnya yang menonton di rumah atau koar-koar di media sosial awalnya pasti sudah tepuk tangan dan jingkrak-jingkrak ketika Anies berkata mau memecat Ahok. Tapi sayang seribu sayang itu hanyalah kegembiraan sesaat saja, hahahahahaha.

Saya tidak menyangka bahwa Ahok akan dapat dengan mudah saja membalikkan keadaan yang sebenarnya sedang tidak ideal baginya. Bayangkan saja, lawan Anda dengan sombongnya berusaha menjatuhkan mental Anda dengan seolah ingin mengatakan bahwa dirinya sangat berani memecat siapa pun, bahkan gubernur yang sekarang sedang menjabat. Tapi Ahok memang super duper keren tiada tandingan kecerdasannya!

Ahok Gunakan Serangan Anies untuk Kampanye


Dalam menjawab serangan Anies yang ini, Ahok dengan cerdasnya menggunakan momen tersebut untuk kampanyekan dirinya. Ahok menekankan bahwa dirinya adalah pelayan warga Jakarta, dan Anies tidak bisa memecat dirinya sebagai calon gubernur (seperti dalam jawabannya), tapi sebagai warga DKI iya bisa.

Bagaikan menari mengikuti hembusan angin, langsung saja Ahok membelokkan tangannya menangkis serangan Anies dan memantulkan kembali kepada lawannya itu! Ahok keren!

Menurut saya ini lah momen emas dalam debat malam hari ini! Kerennnnnnnn…. yang mau menontonnya bisa ditonton di bawah ini ya cuplikan bagian ini.


Penutup


Ahok memang gubernur yang tiada tandingan di bumi Nusantara ini. Belum pernah rasanya negeri ktia memiliki gubernur yang begitu cerdas dan cepat dalam berpikir seperti Ahok. Ditambah lagi Ahok yang sekarang semakin santun dalam berbicara, rasanya siapa pun tidak akan bisa mengalahkan Ahok jika tidak menggunakan isu-isu lain seperti SARA.

Jadi, apakah Ahok bisa menang dengan segala kecerdasan dan kemampuannya yang luar biasa? Ataukah dia malah harus kalah dengan isu SARA yang sudah digoreng-goreng oleh kubu lawan sejak putaran pertama?

Dari sebatang pohon yang ingin berdiri kokoh dan tegar di tengah badai dan topan.

@aryanto famili


Ahok VS Anies Beda Kelas, Isu SARA dan Aksi Demo 313


DUNIA HAWA - Pertanyaan temanku hari ini mengusik nalar saya. Apa perbedaan antara Ahok dan Anies? 

Temanku, jika di arena tinju, Ahok itu kelas berat sedangkan Anies kelas bulu. Jadi Anies posisinya jauh di bawah Ahok. Jika diibaratkan ikan, maka Ahok itu kelasnya kakap sedangkan Anies itu kelasnya teri. Apakah anda tidak merendahkan Anies yang sudah Profesor-Doktor, mantan Menteri Pendidikan? Tanya temanku lagi. Begini teman biar saya jelaskan.

Ahok itu bukan lawan yang sepadan untuk Anies. Keduanya kontras atau berbeda jauh baik itu dari segi kualitas, kapasitas, kapabilitas ataupun rekam jejak. Ahok itu orangnya praktis, orientasi kerja dan punya target nyata. Sementara Anies, orangnya teoritis, santai dan berorientasi seni dan abstrak.

Dari bukti-bukti track record, kemampuan manajerial dan etos kerja, Ahok jauh lebih unggul dari Anies. Perbedaan itu sangat tidak seimbang, berat sebelah. Keunggulan Ahok jauh lebih tinggi, dan keunggulan Anies jauh lebih rendah. Mari kita lihat beberapa contoh terobosan mereka saat menjadi pejabat.

Saat mulai menjadi gubernur, Ahok langsung merevolusi mental birokrat DKI. Mereka yang bagus diangkat jadi lurah, camat atau kepala dinas. Mereka yang malas, korup, pungli, langsung dipecat. Semua pejabat harus kerja keras melayani masyarakat. Sementara Anies, tak ada terobosan di Kementerian Pendidikan. Malahan Anies memprovokasi orang tua untuk bolos kerja satu hari, agar bisa mengantar anaknya pada hari pertama sekolah.

Dari segi pengelolaan anggaran, Ahok sudah menerapkan e-budgeting dan bertarung habis-habisan dengan DPRD DKI menyelamatkan uang APBD DKI. Sementara Kementerian yang dipimpin Anies, terjadi salah hitung anggaran sebesar Rp 23,3 triliun secara masif dan terstruktur. Jika Ahok pintar mencari duit lewat CSR (corporate social responsibility) dari berbagai perusahaan, Anies sebaliknya. Ia hanya paham cara menghabiskan anggaran pameran buku di Jerman Rp 146 miliar pada tahun 2015 lalu.

Dari program dan visi membangun Jakarta ke depan, terlihat ada perbedaan menyolok antara Ahok dan Anies. Ahok akan terus memperlebar, mengeruk dan menata sungai untuk mengatasi banjir. Ahok tak segan merelokasi penghuni rumah di bantaran sungai ke rumah susun. Sementara Anies tidak mengenal relokasi. Anies berjanji tak ada penggusuran dan akan melukis rumah-rumah di bantaran sungai agar lebih berseni. Sementara manusia di bantaran sungai, akan dimanusiakan dengan cara pemberdayaan atau istilah kerennya trainning.

Jika Ahok menggenjot etos kerja pejabat dengan reward dan punishment, Anies sebaliknya. Anies lebih pada metode pendekatan hati ke hati. Anies lebih mengutamakan musyawarah, mengajak warga bicara dan membangun terus kesadaran warga. Untuk merespon cepat masalah warga, Ahok dengan jitu mengatasinya dengan membentuk berbagai pasukan.

Sementara itu Anies tinggal fotocopy ide jitu itu dengan menambahkan plusnya. Jadi pada program Anies ada yang namanya pasukan orange plus, pasukan biru plus, kuning plus, merah plus, hijau plus dan lain-lain. Demikian juga soal kartu. Anies tinggal menambahkan plus di belakangnya. Jadi kelak ada KJP plus, KJS plus dan seterusnya.

Dari beberapa contoh di atas, maka terlihat jelas perbedaan kelas antara Ahok dan Anies. Perbedaan kelas itulah yang kemudian memicu SARA di Pilkada DKI Jakata. SARA diyakini oleh lawan Ahok sebagai senjata ampuh untuk menjegal Ahok kembali ke kursi DKI satu. Orang-orang yang mendukung Anies dan mereka yang tidak suka Ahok akhirnya nekat menggunakan ayat, menggunakan spanduk-spanduk, fitnah dan isu SARA untuk melawan atau menjatuhkan Ahok.

Politikpun terpaksa dibungkus dengan agama. Dan itu sebetulnya menunjukkan dan membuktikan bahwa para lawan Ahok berkompetisi secara tidak sehat di Pilkada DKI 2017. Mereka sudah tidak memakai nalar, tidak waras, tidak logis dalam berkompetisi. Tidak mengherankan jika di Pilkada DKI kali ini ada pertarungan brutal antara pendukung masing-masing pasangan.

Jadi isu SARA, spanduk-spanduk, fitnah, demo-demo yang dilakukan oleh lawan-lawan Ahok itu adalah bentuk keputusasaan dan kefrustrasian hebat. Munculnya tafsir-tafsiran, ajaran-ajaran dan tradisi agama ke permukaan, adalah bertujuan untuk menyerang dan menjegal Ahok. Karena jelas Ahok pasti kalah di bidang itu karena agama Ahok lain.

Dari segi politik, sosial, ekonomi dan bahkan budaya sekalipun Ahok tetap unggul.  Maka satu-satunya alat yang dipakai  adalah agama. Agama akhirnya terpaksa digunakan. Dan itu adalah bentuk keputusasaan secara politik dari lawan-lawan Ahok. Artinya tidak ada lagi yang bisa dikerjakan, tidak ada lagi senjata yang bisa dipakai. Jadi hanya agama satu-satunya yang tersisa yang dibumbui dengan demo-demo.

Rencana demo FUI 313 hari Jumat mendatang, adalah wujud frustasinya lawan Ahok. Ketika Ahok semakin di atas angin, lawan-lawannya semakin putus asa. Mereka sudah stress karena tidak menemukan jalan selain kembali demo untuk menjegal Ahok. Mereka semakin ketakutan jika Ahok akhirnya kembali menjadi gubernur.

Namun demo 313 itu tidak perlu ditakuti. Karena demo 313 itu ibarat singa ompong yang mengaum. Gaungnya besar namun tidak bisa menggigit lagi. Tuntutan demo 313 kepada Presiden Jokowi agar Ahok diberhentikan dari jabatan kursi gubernur DKI, sudah jelas tak digubris oleh Presiden. Jelas Jokowi, dan Kapolri Tito tidak akan tunduk pada nafsu besar pendemo. Masyarakat pun sudah tidak lagi acuh pada isi tuntutan demo 313 itu.

Jadi teman ketika Ahok unggul dan beda kelas dengan Anies, maka lawan Ahok terpaksa membungkus politik dengan agama. Mereka kibarkan isu SARA, spanduk-spanduk dan memfitnah terus menerus Ahok. Mengapa? Karena hanya dengan cara itulah mereka bisa mengalahkan Ahok.

Jika pada Pilkada DKI kali ini sedang terjadi ketidakadilan, ketidak-fair-an, ketidakjujuran, manipulasi, kemunafikan dan kebohongan besar, itu karena efek inferior atau kalah kelasnya Anies dari Ahok. Begitulah penjelasannya temanku.

@asaaro lahagu


Hati-Hati Dengan Harga Dirimu, Bang Anies


DUNIA HAWA - Ijinkan saya mengulanginya sekali lagi. Hati-hati dengan harga dirimu, Bang Anies. Karena seperti ucapan kala dahulu, sekali lancung ke ujian seumur hidup orang tak percaya. Sekali-kali anda menggadaikan harga diri anda untuk sebuah tujuan yang tercela, seumur hidup menebusnya pun terasa percuma.

Mengapa saya sebutkan tercela? Karena sungguh, saya merasa upaya seorang Anies untuk mendapatkan kursi gubernur DKI Jakarta ini sudah terlalu berlebihan. Dimana dia akan mengucapkan apa saja, dan melakukan apa saja untuk mendapatkannya.

Mengucapkan berbagai data yang entah diambil dari mana. Melempar batu dan bukan lagi sembunyi tangan, melainkan menuduh orang yang dia lempari sebagai si pelempar batu. Memainkan isu SARA dengan secara langsung menyatakan jangan memilih Ahok karena dia bukan Muslim, sambil menunjuk bahwa kubu Ahok lah yang memainkan isu SARA, dengan bermain sebagai korban.

Sungguh, sulit bagi saya untuk berusaha tetap berpikir jernih mengikuti pola pikir dan tindak-tanduk seorang Anies Baswedan. Arena debat dia jadikan ajang adu ilmu mulut, yang dia rasakan dia sangat mendalaminya. Tetapi ketika pada akhirnya Ahok memukulnya dengan pukulan 350 trilyun telaknya, Anies dengan mudah mengatakan bahwa yang ia perjuangkan adalah kepentingan bersama penduduk Jakarta, dan Ahok tak perlu menyerang pribadinya.

Konyol! Karena berjurus-jurus Anies menyerang pribadi Ahok secara dekonstruktif dan sangat negatif, namun ia dengan mudahnya berupaya menangkis pukulan mematikan 350 trilyun dengan menyebut Ahok menyerangnya secara pribadi, yang entah darimana Anies mendapatkan kesimpulan atau pemikiran seperti itu.

Karena yang saya lihat, yang Ahok serang adalah program-program Anies. Kalau ada yang bisa saya lihat sebagai yang Anies anggap adalah serangan kepada pribadi, adalah ketika Ahok menyebutnya menteri. Sebuah hal yang diucapkan Ahok sebagai sekedar fakta.

Namun saya rasa Anies memang orang yang pendendam. Mengapa saya bisa mengatakan demikian? Sederhana saja, adakah seorang Anies memuji Jokowi barang setitikpun semenjak (meminjam istilah yang dia ucapkan sendiri) ia dicukupkan?

Ditambah lagi, Anies begitu hapal dengan segala ucapan Ahok yang menimbulkan celah untuk ia serang, dan ia menyerangnya habis-habisan. Padahal jika pembaca ingat, Anies baru saja mengatakan bahwa lebih baik memikirkan bagaimana memajukan Jakarta dibandingkan menyerang secara pribadi.

Alangkah lucunya jika Anies kemudian secara menggebu-gebu menyerang Ahok secara pribadi, dan lengkap dengan jurus SARA, yang tambah lucu lagi karena SARA tersebut ia tuduhkan bahwa kubu Ahok lah yang berusaha memainkan isu SARA dengan bermain sebagai korban.

Anies bahkan menambahkan lagi tingkat kelucuan hal ini dengan mengatakan Ahok tak perlu emosi, padahal ia sendiri begitu bernafsu dan menggebu-gebu memvonis Ahok sebagai penyulut api yang harus dipadamkan, bila ingin negara ini kembali aman sentosa.

Maka tidaklah berlebihan sebagaimana saya katakan di awal, bahwa usaha Anies untuk mendapatkan kursi gubernur Jakarta ini dilakukan dengan cara yang sungguh berlebihan.

Suatu cara yang saya rasakan hanya akan dilakukan oleh orang yang memiliki kepentingan yang terselubung. Seperti ketika melihat gebetan kita mendadak sakit lalu minta ijin pulang sekolah, yang lalu kita berupaya sebisa mungkin supaya kita bisa mengantarkan doi pulang. Bila perlu mencolokkan jari ke mata, supaya merah, dan lalu bisa menjadi alasan untuk ijin pulang juga.

Bedanya yang barusan adalah motif cinta. Sedangkan Anies? Saya tidak mampu, juga tidak mau memahami pola pikirnya. Tidak mampu, karena saya tidak bisa memahami bagaimana seseorang bisa pada satu saat mencela Jokowi, lalu mendukung Jokowi, untuk kemudian membelot kepada pihak yang tadinya dia sebut sebagai orang yang bermasalah.

Maka ijinkanlah saya mengucapkannya sekali lagi. Hati-hati dengan harga dirimu.. ah sudahlah. Saya tak yakin blio masih memilikinya. Maka dari itu, ijinkan saya untuk menggubahnya kalau begitu.

Hati-hati dengan harga nafsumu, Bang Anies. Salam waras selalu.

@yosputra