Sunday, March 26, 2017

Dulu Mengawal Pengantin Sekarang Ngotot dan Melempar Batu


DUNIA HAWA - Ormas Islam ngotot ingin ijin Gereja Santa Clara dicabut, padahal segala persyaratannya sudah dipenuhi. Tapi seperti biasa mereka keras kepala dan mencap Gereja Santa Clara sebagai gereja liar. Beruntung Walikota Bekasi memiliki komitmen yang tinggi untuk memastikan seluruh warga kota Bekasi mendapatkan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Lalu mengapa mereka menolak? Hanya hal kecil ternyata kenapa mereka menolak pembangunan gereja tersebut.

“‎Pertama, Bekasi Utara dihuni mayoritas umat Muslim, banyak pondok pesantren dan belum pantas berdirinya gereja. Jangan ada pembangunan gereja di lingkungan yang mayoritas dihuni umat Muslim. Kedua, ada pertemuan win-win solution yang menyatakan bahwa pembangunan gereja dilakukan di tempat lain, jangan di lokasi ini (Bekasi Utara). Ini sama saja menyakiti umat Islam.
Kita tidak melarang adanya pembangunan gereja tapi mohon pembangunan gereja jangan di tempat‎ yang mayoritas dihuni umat Muslim,”

Ada beberapa alasan lainnya, tapi sisanya hanya desas-desus dan mengingat mereka mudah percaya isu-isu berbau agama, maka saya kira tidak perlu dibahas. Tapi dari pernyataan diatas, jelas desakan mereka hanya berdasarkan alasan “kami mayoritas maka kami boleh se-enaknya” sambil membawa-bawa nama umat Islam. Ini justru memalukan bagi semua umat Islam di Indonesia. Jumlah mereka sedikit tapi karena terorganisir dan cerewet jadinya terasa banyak. Buktinya yang mendemo hanya anggota ormas saja dan bisa jadi mereka bukan penduduk setempat.

Peristiwa penolakan dengan kekerasan seperti itu justru mencoreng nama Islam. Ngotot dan selalu merasa benar, itulah citra buruk yang berhasil mereka tempelkan pada umat Islam. Padahal tidak semua umat Islam setuju dengan aksi mereka. Malah saya yakin jauh lebih banyak yang mencaci aksi mereka daripada yang setuju.

Saya jadi teringat sebuah peristiwa dalam salah satu aksi damai penduduk bumi datar ini. Mereka begitu bangga dengan aksi tersebut sehingga membagikannya dengan ghirah tinggi diberbagai media sosial dan media berita Islam kesayangan mereka. Salah satunya Jonru.

"Para Peserta Aksi 411 Justru Membantu Pasangan Ingin yang Hendak Melangsungkan Pernikahan di Gereja Katedral'.


"Islam berprinsip bahwa kita harus berbuat baik kepada orang kafir selama mereka pun berbuat baik kepada kita. Umat Islam bahkan harus melindungi orang-orang kafir yang baik."

"Umat Islam diperbolehkan berhubungan dengan orang kafir dalam hal muamalah, seperti kerjasama bisnis, bergotong royong, saling membantu dengan tetangga yang beda agama, dan seterusnya."

"Namun untuk urusan AQIDAH, sikap Islam sangat tegas: Bagimu agamamu, bagiku agamaku.'

"Sayangnya, ketegasan umat Islam dalam hal aqidah inilah yang sering disalahartikan oleh orang-orang liberal. Mereka menuduh kita anti kebhinnekaan, anti keberagaman."

"Sungguh penyesatan opini yang sangat keliru."

Pencitraan, itulah yang dulu sempat saya katakan mengenai peristiwa ini. Mereka melihat rombongan pengantin lalu dengan cekatan memandang kejadian tersebut sebagai kesempatan mencitrakan diri menjadi Islam yang toleran. Sungguh memuakkan karena kita semua tahu bagaimana sifat asli mereka sebenarnya. Dan benar saja, salah satu tanda pencitraan adalah inkonsistensi dalam berperilaku, sekarang mereka menyerang Gereja Santa Clara. Dulu sok nganterin penganten sekarang lempar batu.


Sekali lagi beruntung Walikota Bekasi Rahmat Effendi adalah orang berani dan memiliki komitmen tinggi sehingga ormas-ormas itu tidak dapat berbuat se-enaknya atas nama mayoritas dan umat Islam. Begitu juga di Jakarta, selama ini ada Ahok yang berani melawan mereka. Entah kalau nanti Gubernurnya bukan Ahok, apalagi sampai bagi-bagi duit ke ormas-ormas itu.

Peristiwa ini juga menunjukkan bahwa Jawa Barat butuh Gubernur baru yang memiliki komitmen tinggi seperti Walikota Bekasi ini. Pilkada Jawa Barat akan berlangsung tahun depan 2018, dan semoga rakyat Jawa Barat memilih yang terbaik.

Jika kita melihat kebelakang, sebenarnya pembangunan Gereja Santa Clara ini telah memenuhi ijin seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Forum Komunikasi Umat Beragama, Kota Bekasi, Hasnul Khalid.

“Kami sudah verifikasi ke lapangan,” kata Hasnul kepada Tempo, Selasa, 11 Agustus 2015. Hasilnya, kata dia, sejumlah persyaratan terpenuhi. Antara lain izin ke warga di lingkungan sekitar gereja minimal 60 orang, serta jemaat gereja minimal 90 orang.

Verifikasi di lapangan, kata dia, dengan cara mengecek satu per satu warga berikut identitasnya. Hasilnya, kata dia, cukup valid, tak ada manipulasi data selama proses pembuatan izin tersebut. “Kami foto semuanya,” kata Hasnul. Menurut dia, di tingkat kelurahan dan kecamatan juga dibentuk tim rencana pembangunan itu. Hasilnya, menyetujui dibangun Gereja Santa Clara di RW 6, Kelurahan Harapan Baru, Bekasi Utara. Terakhir, perizinan dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Bekasi. “Semua sudah melalui prosedur, tak ada masalah,” kata dia.

@gusti yusuf


Pak Wiranto dan Pak Tito Karnavian, Bagaimana Kelanjutan Status Hukum Rizieq Shihab?


DUNIA HAWA - Status hukum Rizieq Shihab kini sudah tidak terdengar lagi, bagaikan hilang lenyap ditelan bumi. Padahal orang ini telah meresahkan bangsa ini, menyebabkan perpecahan dan intoleransi, serta konflik antar umat beragama, khususnya agama Islam dan Kristen.

Kasusnya yang menghina simbol negara dengan menuding adanya simbol palu dan arit di mata uang yang baru, menghina agama Kristen dengan mengolok-olok Yesus lahir bidannya siapa, kasusnya penghinaannya terhadap dasar negara Pancasila dimana ia sebut Pancasila tempatnya di pantat, kasus immoral-nya dengan Firza Husein yang membuat risih para orang tua.

Kasusnya yang mengancam akan membunuh Pendeta-Pendeta Kristen, serta pemghinaannya kepada aparat negara dan profesi Hansip dengan menyebut pangkat Jenderal otak Hansip, semuanya kini sudah tidak terdengar lagi kelanjutan kasus-kasus hukumnya.

Padahal negara kita adalah negara hukum, dimana semua warga negara tanpa pandang bulu perlakuan hukumnya sama. Ahok saja yang tidak bersalah namun ia politisasi dengan sedemikian rupa dan terus digempur kasus hukumnya oleh FPI dan GNPF-MUI agar Ahok masuk penjara sehingga gagal jadi Gubermur DKI Jakarta.

Oleh karena itu pak Wiranto sebagai Menpolhukam dan Kapolri pak Tito Karnavian, mohon memberi kejelasan kepada kami warga negara yang mempertanyakan kelanjutan kasus-kasus hukumnya Rizieq Shihab untuk menepis anggapan masyarakat bahwa negara takut sama Rizieq Shihab.

Setelah kasus-kasusnya itu tenggelam, kini muncul lagi statement provokatif Rizieq Shihab yang menyatakan bahwa Pilkada DKI putaran kedua yang akan diselenggarakan pada tanggal 19 April 2017 mendatang adalah perang antara pembela agama Islam dengan para pembela penista agama Islam.

Bagaimana ini pak Wiranto dan pak Tito? Apa karena dia merasa status hukumnya itu tidak berani diteruskan lagi oleh negara, dalam hal ini pihak Kepolisian, sehingga semau-maunya dia memprovokasi umat Islam?

Ini jelas sebuah penghinaan kepada konstitusi negara untuk yang kesekian kalinya. Bagaimana mungkin Pilkada yang notabene adalah agenda konstitusional negara diidentikan dengan perang antara kaum pembela agama Islam dan para kaum pembela penista agama Islam? Dimana korelasinya coba.

Agenda konstitusional negara dipermainkan sedemikian rupa demi tujuan besarnya untuk menjadikan negara ini sebagai negara khilafah, negara Islam Indonezia, dapat berhasil dengan sengaja terus menciptakan konflik-konflik di negeri ini.

Saya heran kenapa orang ini masih terus dibiarkan merajalela oleh negara. Apakah negara memang sengaja memelihara dan membiarkan orang seperti Rizieq Shihab ini berbuat semau-maunya karena ada kepentingan terselubung? Entahlah, hanya Tuhan yang tahu.

Jika ulah meresahkannya Rizieq Shihab terus dibiarkan oleh negara, maka Rizieq Shihab akan terus menggoyang stabilitas negara dengan leluasa. Jika tidak ada ketegasan dari negara, dia akan terus menggoyang stabilitas negara dengan isu-isu PKI, penghinaan terhadap dasar negara dan kepercayaan umat non muslim semau-maunya.

Sudah bukan saatnya lagi negara hanya menghimbau kepada orang ini, melainkan tindak tegas negara sangat dibutuhkan agar bangsa ini aman dan damai serta hidup dalam toleransi keberagaman. Rizieq Shihab selalu menggunakan isu agama untuk mempengaruhi opini publik menggoyang stabilitas negara karena agenda besarnya agar pecah konflik SARA di negeri ini, sehingga tujuan besarnya menjadikan negara ini sebagai negara Islam dapat tercapai.

Agenda konstitusional negara dalam pilkada DKI Jakarta dipolitisir sedemikian rupa, umat Islam diajak aksi untuk menentang Ahok, menuntut Ahok dipenjara, sehingga timbulnya momentum bagi dirinya untuk mengintrodusir NKRI bersyariah.

Jika terus dibiarkan konsekuensinya sangat bahaya bagi negara ini, khususnya bagi persatuan bangsa dan toleransi antar umat beragama di negeri ini.

Oleh karena itu, kami sebagai warga negara yang mencintai perdamaian, persatuan dan kesatuan serta toleransi yang tinggi antar umat beragama, dengan ini menyuarakan isi hati kami dengan bertanya kepada bapak Wiranto sebagai Menkopolhukam dan pak Tito Karnavian sebagai Kapolri, bagaimana kelanjutan kasus-kasus Rizieq Shihab selama ini?

Apakah terus dibiarkan atau menunggu momentum yang tepat untuk menindaknya? Jika menunggu momentum yang tepat untuk menindaknya, pertanyaan kami kapan itu direalisasikan dan dalam bentuk apa? Memjebloskannya ke penjara dan membubarkan ormas intoleran besutannya, FPI,  atau bagaimana?

Demikian pertanyaan ini kami sampaikan dari lubuk hati yang paling dalam, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

Kura kura begitu.

@argo


Pagi dan Secangkir Kopi


DUNIA HAWA - Melihat apa yang dilakukan FPI dengan melempari polisi yang terdesak dengan batu dan kayu, saya jadi teringat sesuatu. 

Saya ingat video yang sama yang saya tonton di Afghanistan waktu sekelompok besar orang berbaju putih dan hitam melempari seorang wanita yang dituduh berzina oleh suaminya. 

Wanitanya jelas mahluk yang lemah dan tak berdaya secara fisik. Tapi ia diserbu oleh puluhan lelaki "gagah perkasa" yang menjambak, memukul dan terakhir menghujani dan menimbuni dia dengan batu besar, sampai jerit tangisnya hilang. 
Dan disana kudengar nama Tuhan diteriakkan..

Saya juga jadi ingat video di Mesir. Tidak lama sesudah Morsy berkuasa sehabis menjatuhkan Hosni Mubarak, segerombolan lelaki yang berbaju putih dan sebagian hitam panjang, masuk rumah dan menyeret keluar seorang yang mereka stempel syiah. 

Puluhan dari mereka memukulnya dan terakhirnya menghantamnya dengan batu sampai mati. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya di posisi lelaki itu, ketika ia harus melawan segerombolan massa yang tidak bisa diajaka dialog dengan akal dan cenderung mengedepankan nafsu binatangnya. 

Dan diantara para binatang itu, saya mendengar nama Tuhan kembali diteriakkan dengan bangga. 

Entah berapa puluh video yang kutonton dengan model yang sama tapi dengan lokasi yang berbeda di Suriah, di Irak, di Somalia dan juga Nigeria. Aku jadi begitu hapal perilaku mereka.

Dan sekarang mereka ada disini berbaju FPI dan ormas lain dengan nama berbeda tapi hakikatnya sama. Merasa berkuasa ketika berada dalam kelompok massa. Seperti hyena yang berkelompok mencari bangkai sama-sama. 

Sudah waktunya para koordinator yang menunggangi aksi2 seperti itu ditangkap, dan bertanggung jawab terhadap kerusakan yang mereka lakukan. Kekerasan itu seperti virus yang menular dengan cepat, ketika tidak dicegah ia akan meranbat merasuki otak-otak kecil dengan saluran darah terhambat. 

Apalagi sekarang ada media sosial dengan kecepatan menyebarkan secepat cahaya..

Tapi tunggu, jangan-jangan kita juga bagian dari perilaku seperti itu?

Tanpa gamis, tanpa batu, kita duduk menonton dan memberi semangat para pengecor kaki yang tanpa mereka sadari bahwa mereka menyiksa diri sendiri, tapi kita menjulukinya pahlawan tanpa pernah mengingatkan bahwa banyak hal yang bisa dilakukan dengan lebih elegan? 

Ah, ternyata kita sama-sama binatang dengan bentuk dan cara yang berbeda. Kita sama seperti mereka yang mendorong segala bentuk kekerasan. 

Mungkin ketika ada yang membakar diri sebagai tanda protes nanti, kita kembali akan menjulukinya kembali sebagai pahlawan di hati tanpa pernah berusaha memberi penyadaran bahwa tidak ada tempat di mata Tuhan bagi mereka yang membunuh dirinya sendiri. 

Tanpa secangkir kopi, memang pagi jadi kurang berarti. Dan akhirnya kusadari, berusaha waras di tengah semua kegilaan ini adalah kegilaan tersendiri. Seruput.

@denny siregar