Friday, March 24, 2017

Pesan Kebangsaan Cak Nur Untuk Basuki Tjahaya Purnama


DUNIA HAWA - Kemaren sore (23/2/2017) Ahok silaturahim di kediaman keluarga almarhum Nurcholish Madjid (Cak Nur) Kebayoran lama Jaksel. Ahok menyatakan pernah bertemu sosok Cak Nur dalam beberapa kesempatan saat beliau menjadi pembicara di Prasetiya Mulia, kampus di mana Ahok menempuh S2.

Dalam kesempatan tersebut, Ahok mendapatkan hadiah berupa Ensiklopedia Nurcholish Madjid. Sebuah pesan kebangsaan untuk Ahok, melalui keteladanan kepada sosok Cak Nur, Ahok menjadi pemimpin yang toleran dan berteman dengan berbagai keragaman.

Cak Nur pernah menegaskan pentingnya sekularisasi di Indonesia. Maksudnya pembedaan antara tugas agama dan negara. tujuannya agar tidak terjadi politisasi sebagaimana yang saat ini terjadi di Jakarta. Di mana agama telah dimanipulasi demi kepentingan politis.

Sekulerisasi yang dimaksudkan agar fungsi keduanya (agama dan negara) bisa berjalan sinergi beriringan. Agama penopang wilayah-wilayah etis moralitas keumatan. Sedangkan negara mengemban amanah mewujudkan hak-hak sipil politik dalam mewujudkan keadilan sosial yang merata.

Pesan Cak Nur ini sangat dipahami oleh Ahok. Ahok tidak pernah menjadikan agama berperan dalam urusan-urusan politiknya. Justru Ahok merangkul semua umat beragama untuk menjunjung tinggi pentingnya toleransi antar umat beragama.

Sebenarnya Cak Nur sudah mengingatkan sejak lama, bahaya jika agama dan negara bercampur dalam urusan konstitusional. Sangat rawan terjadinya politisasi. Kewaspadaan ini terbukti kini kelompok intoleran (radikal) membuat gerakan politik untuk merebut kekuasaan. Membuka pintu politisasi agama kepada kelompok intoleran sama saja menyerahkan kebangsaan kita kepada mereka.

Itulah kenapa Cak Nur menegaskan, “Islam Yes, Partai Islam No!” Islam sebagai agama memiliki tugas penting menata wilayah keumatan membentuk karakter kebangsaan. Bukan sebagai partai politik. Karena jika Islam sebagai partai maka rawan manipulasi, politisasi. Belum lagi akan mencampuri hal-hal konstitusional yang menyangkut kehidupan umat beragama di Indonesia.

Apalagi Indonesia adalah negara pancasila. Pancasila itu final. Cak Nur sering menegaskan bahwa pancasila adalah satu-satunya ideologi bangsa. Tidak ada pertentangan antara keduanya, antara agama (Islam) dan negara. Negara menjamin hak-hak umat beragama, sebagaimana bunyi sila pertama.

Pancasila itu pondasi dasar kebangsaan. Kini semua warga negara bahkan warga agama wajib merawat nilai-nilai pancasila sebagai pandangan hidup. Melalui pemahaman bersama tentang pentingnya nilai-nilai pancasila maka menjaga kebangsaan adalah tugas bersama, merawat kebhinekaan, hidup dalam keberagaman.

Ahok merepresentasikan nilai-nilai yang diajarkan Cak Nur. Ahok tampil sebagai gubernur Jakarta bukan karena agama namun karena demokrasi. Ahok merangkul dalam keberagaman, terbukti Ahok selalu menjaga toleransi antar umat beragama.

Ahok paham betul mengenai pentingnya merawat nilai-nilai pancasila. Melalui keteladanan Ahok kepada tokoh-tokoh bangsa, bahkan ulama keIndonesiaan, Ahok menjunjung tinggi pentingnya saling menghargai. Yang pasti Ahok toleran kepada keragaman dan sama sekali tidak toleran kepada kelompok intoleran.

Berbeda dengan rivalnya Anies Baswedan, seorang mantan Menteri Pendidikan era Jokowi. Anies dianggap telah gagal menjadi menteri karena ketidakmampuannya mengeksekusi kebijakan yang menyangkut pendidikan nasional. Itu salah satu alasan yang menjadikan dirinya dilengserkan dari kursi menteri. Bukan karena alasan politik, karena terbukti menteri penggantinya dari kalangan professional bukan politisi.

Seharusnya, sebagai seorang intelektual yang pernah menjabat rektor paramadina Anies mencerminkan sosok Cak Nur. Tapi sama sekali tidak. Nilai-nilai keIslaman yang dibangun Cak Nur melalui Paramadina tidak menjadi inspirasi bagi seorang Anies. Itulah alasan kenapa Paramadina tidak pernah berkembang selama berada di bawah komando Anies Rasyid Baswedan.

Terbukti Anies tidak konsekuen dirinya sebagai seorang intelektual. Pasca dari paramadina Anies mengikuti konvensi partai Demokrat pada tahun 2014, namun gagal kemudian menjadi jubir kampanye Jokowi pada Pilpres. Pada proses kampanye Anies Baswedan menyerang Prabowo (rival Jokowi pada Pilpres 2014), bahkan juga menyudutkan PKS.

Namun kenyataanya sekarang, Anies Baswedan memuja-muji Prabowo yang dulu dia serang habis-habisan. Kemudian berkomplot dengan PKS yang dulu dia sudutkan. Seorang Anies Baswedan telah menjual mahalnya sebuah integritas, demi kepentingan kekuasaan. Anies terbukti tidak pernah puas sebelum mencapai kekuasaan yang telah diimpikan.

Belum lagi Anies kini bermitra dengan kelompok intoleran. Kelompok-kelompok yang visinya ditentang oleh Cak Nur. Yakni mereka yang menebarkan kekerasan dan merusak kebangsaan. Anies tidak peduli soal kebangsaan, asalkan tujuannya tercapai.  Anies Baswedan telah menjual harga sebuah integritas, kini Anies sedang menawarkan harga sebuah kebangsaan kepada kelompok intoleran demi tujuannya berkuasa.

 Untuk menjaga nilai-nilai kebangsaan, melalui pilkada Jakarta, Jakarta tidak boleh diserahan kepada Anies Baswedan dan rombonganya. Yang jelas-jelas merusak tenun kebangsaan dan merobek kebhinekaan. Pilihan paling tepat untuk menjaga serta merawat kebangsaan kita adalah mempercayakan Jakarta kepada Ahok (Basuki Tjahaya Purnama). Meminjam kata-kata Cak Nur, AHOK YES! ANIES NO!


@abhiyasa 


Seramnya Jakarta Bersyariat


DUNIA HAWA - Ada kelompok yang ingin menjadikan Jakarta sebagai kota syariat. Banyak selebaran kerap ditemukan di berbagai tempat yang isinya mengampanyekan salah satu paslon gubernur DKI Jakarta akan menjadikan Ibu Kota menjadi kota bersyariat.

Tentu, gerakan ini sangat mengerikan. Dinamika Pilkada DKI Jakarta ternyata tidak hanya memunculkan perpecahan di kalangan masyarakat, tetapi juga ancaman nyata gerakan kelompok radikal yang ingin merongrong keutuhan NKRI.

Beberapa Indikasi 


Indikasinya sangat jelas. Kelompok ektremis sejak awal telah mempolitisasi ayat-ayat suci untuk kepentingan politik. Mereka juga mengintimidasi dan menebar ancaman kepada masyarakat, bahkan mereka tidak mau untuk mengurus dan mensholati jenazah orang-orang yang dianggap mendukung pemimpin non-muslim.

Apalagi masifnya penyebaran konten yang berisi ajakan untuk menjadikan Jakarta sebagai kota Syariah. Selebaran ini ditengarai sebagai awal mula penyebaran ideologi NKRI bersyariah. Mereka meminta agar seragam PNS Jakarta wajib diganti dengan yang lebih syar’i. Seragam polisi dan TNI di wilayah Jakarta harus menyesuaikan diri dengan ketentuan syar’i. Perempuan dilarang memakai celana jeans, yaitu celana ketat yang memperlihatkan lekuk tubuh dan dilarang membonceng motor degan posisi ngangkang.

Kelompok radikal juga menyebarkan konten-konten yang berisi perempuan harus pulang ke rumah sebelum matahari tenggelam. Area publik seperti food court, bioskop, lapangan, dan taman bermain harus dibagi dua antara ikhwan dan akhwat, dan dipisahkan oleh hijab pemisah. Mall, café, restoran dan seluruh tempat hiburan harus tutup pukul 18.00 (saat waktu maghrib tiba). Gerai toko pakaian, baik online maupun offline dilarang menjual baju yang mengumbar aurat, baik laki-laki maupun perempuan.

Pekerja ojek mangkal dan online dilarang membawa penumpang yang bukan muhrim tanpa ada batas pemisah (hijab). Taksi dan bajaj dilarang membawa penumpang yang bukan muhrim, khalwath berduaan berpotensi menimbulkan maksiat. Seluruh pentas seni sekolah (pensi) dilarang karena menimbulkan maksiat, mabuk-mabukan dan maksiat zina mata dan terjadi percampuran pria dan wanita di satu tempat.

Konser musik baik melibatkan musisi dalam maupun luar negeri tidak boleh digelar. Karena itu merupakan konser ajang maksiat, ajang pergaulan bebas dan zina mata. Warga sekitar Jakarta (Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok) harus menyesuaikan diri dengan aturan Jakarta Bersyariah. Dan masih banyak lagi blue print yang mereka ajukan untuk menjadikan Jakarta sebagai kota syari’ah.

Ancaman Serius


Ini semua adalah ancaman serius bagi keutuhan bangsa dan negara karena kelompok radikal membuka kembali pintu sektarianisme. Kelompok ekstremis telah mengobarkan kembali sektarianisme yang dapat memecah belah umat dan kelompok pemahaman agama yang berbeda. Gerakan ini mirip dengan aksi Ikhawanul Muslimin (IM) di Mesir yang telah meluluhlantahkan keberagaman di Mesir.

Di Mesir, Ikhwanul Muslimin menggunakan masjid untuk menarik simpati dan menyebarkan ideologi-ideologi sektarianisme agama. Mereka juga juga mempolitisasi ayat-ayat suci untuk kepentingan politiknya, hingga terciptalah suasana konflik sektarianisme yang sangat dahsyat yang kemudian meluluhlantahkan kedamaian di Mesir.

Di Ibu Kota, gerakan ektremis hampir mirip dengan gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Mereka mengglorifikasi semangat sektarianisme dan intoleransi yang sangat bertentangan dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika yang telah dipraktikan sejak lama oleh para founding father kita. Kelompok ini mulai merongrong keberagaman yang merupakan rahmah bagi berbagai kelompok masyarakat di negeri ini.

Kita mesti berhati-hati dari aksi kelompok ekstremis-radikal yang mengaku membela Islam dan membela ulama, tetapi meneror ulama yang berbeda. Mereka menuduh ulama-ulama yang pro Pancasila sebagai kafir, munafik dan liberal. Mereka tidak mampu berdebat dengan argumentasi yang logis dan rasional. Mereka adalah kelompok “copas” dan “ustad malpraktik”. Mereka hanya bermodalkan satu/dua hadis terjemahan, bukan hasil pembelajaran di pesantren.

Dalam aspek teologis, gerakan ini mirip sekali dengan kelompok khawarij yang mengaku Islam, namun kerap menteror dan membuat kerusakan dengan berbagai tindakan yang anarkis dan intimidasi fitnah. Oleh karena itu, jangan sampai Jakarta dikuasai kelompok khawarij modern. Karena mereka ingin menjadikan Jakarta bersyariah sebagai awal penyebaran NKRI bersyariah.


@ahmad hifni


Sinetron Pabrik Semen Rembang


DUNIA HAWA - Saya tidak banyak berkomentar masalah pabrik semen Rembang, karena memang tidak mengetahui akar masalahnya.

Yang saya lihat selama ini adalah aksi menyemen kaki para ibu-ibu. Saya jelas tidak setuju karena aksi itu merusak diri sendiri.

Tapi saya tahu, ketidak setujuan saya pasti akan dituding tidak pro rakyat kecil atau pembela fanatik Jokowi. Jadi lebih baik diam..

Nah, sekarang kita coba lihat tulisan tentang semen Rembang dari sisi yang berbeda, bukan dari mereka yang menolak keberadaan pabrik semen itu.

Tulisan Anggoro Harry Sulistyawan


Isu pabrik semen di Rembang belakangan ini semakin santer diberitakan.

Sebagai salah seorang yang ada di sekitar lingkungan pabrik semen Rembang ini, sedikit banyak saya melihat langsung apa yang terjadi sesungguhnya di lapangan.

Sharing sedikit ini semoga membantu sebagian kawan agar dapat melihat situasi dari sudut pandang yang lain, yang tidak didapatkan dari media apalagi buzzer pihak tolak semen.

Motor penggerak aksi kontra di lapangan yang tampak mata adalah LSM JM** yang berbasis di Kabupaten Pati. Mereka mulai bergerilya di desa sekitar Pabrik Rembang barangkali sejak sebelum tahun 2014.

Sebagian masyarakat sekitar kemudian terperangkap isu bahwa adanya pabrik semen, dalam hal ini adalah penambangan batu kapurnya dapat merusak lingkungan. Mulailah berkembang ketakutan sumber air akan surut, pertanian akan mati, dlsb. Sehingga aksi tolak semen sejak saat itu mulai bermunculan.

Padahal faktanya, sebagai perusahaan terbuka yang memperoleh penghargaan lingkungan proper emas, yang notabene hanya diperoleh sekitar belasan perusahaan di Indonesia, pengelolaan dampak lingkungan di Semen Indonesia sangat diperhatikan betul.

Dengan sifat tanah liat yang mampu menahan air diatasnya, bekas penambangan tanah liat dikonversi menjadi embung-embung tadah hujan berukuran besar. Air hujan yang tertampung di embung justru dapat dimanfaatkan warga untuk pengairan sawah.

Di pabrik Semen Indonesia di Tuban, sawah disekitar embung kini mendapat pengairan yang melimpah di sepanjang tahun, tidak seperti dahulu yg mengering di musim kemarau. Pengakuan petani setempat, panen bisa 3x dalam setahun, dari yg sebelumnya hanya 2x dalam setahun. Embung ini sekaligus berfungsi sebagai penangkal banjir di saat musim penghujan tiba.

Sedangkan sifat batu kapur mampu meresapkan air masuk ke dalam lapisannya. Dengan pola penambangan yang tepat, yang memperhatikan hydrologi setempat, justru akan mampu meningkatkan debit air bawah tanah. Ibaratnya, air hujan akan lebih banyak dan lebih cepat meresap di lapisan batu kapur setebal 1 meter daripada lapisan setebal 2 meter.

Oleh karena itu, bekas tambang tanah liat akan dibuat embung, dan bekas tambang batu kapur akan direvegetasi. Pola penambangan dan pengelolaan lingkungan dirancang secara detail oleh para ahli dengan bantuan konsultan dari ITB dan UGM.

Dengan fakta ini, sosialisasi telah dilakukan berulang kali ke warga sekitar, bahkan mereka diajak melihat langsung pengelolaan tambang di pabrik Tuban. Alhamdulillah mayoritas warga kini mendukung adanya pabrik semen.

Multiplier effect juga mulai terasa bagi lingkungan sekitar. Pada masa proyek pembangunan saja, sudah ribuan tenaga kerja terserap. Gerbong ekonomi kerakyatan pun ikut terseret, bertambah banyaknya pekerja membuat usaha kecil warung makanan, laundry, kos, cuci motor, toko kelontong, pulsa, dlsb ikut tumbuh.

Belum lagi dukungan kucuran modal usaha, pelatihan keterampilan kerja, bantuan pendidikan kejar paket, pembangunan sarana olahraga dan masyarakat bagi warga sekitar yang bersumber dari dana CSR perseroan. Dan juga sumbangsih bagi PAD Kabupaten Rembang. Semakin menambah deretan dampak positif yang diberikan oleh pabrik Semen Indonesia di Rembang.

Hal ini justru kontra produktif dengan apa yang selalu menjadi propaganda pihak tolak semen. Nyatanya secara lingkungan maupun sosial ekonomi, pabrik semen Rembang malah berdampak sangat positif.

Fakta lain, penambangan batu kapur di Rembang ternyata sudah dimulai sejak tahun 1998 sampai sekarang oleh belasan perusahaan swasta. Dari kurun waktu tersebut, tidak pernah terdengar adanya penolakan. Tapi begitu Semen Indonesia bersiap masuk tahun 2014, barulah LSM-LSM ini ribut. Sampai hari ini pun masih terjadi penambangan oleh belasan perusahaan swasta, dan tidak jelas pula pola penambangannya seperti apa, namun LSM-LSM ini seperti cuek saja. Jadi motivasi sesungguhnya LSM-LSM ini apa ya?

Titik terang mulai terlihat saat dedengkot LSM JM** tertangkap kamera sedang berkomunikasi akrab dengan pimpinan semen kompetitor yang notabene milik asing. Semakin terang benderang kemudian ketika si kompetitor ini malah seolah diberi karpet merah untuk mendirikan pabrik semen di Kabupaten Pati. Padahal basis LSM JM** ini juga berada di Pati, tapi justru lebih sibuk mengusik perusahaan milik negara di Kabupaten tetangga daripada pabrik semen milik asing di rumahnya sendiri.

Pertanyaannya kenapa LSM JM** sangat galak ke perusahaan pelat merah, tapi mesra dengan perusahaan asing?

Tidak pernah kan terdengar ada aksi cor kaki untuk pabrik semen ***cement? Atau aksi membuat tenda perjuangan? Atau cuitan cuitan dari buzzer tolak semen? Aman sentosa sekali....

Seandainya pabrik Rembang berhasil digagalkan karena alasan yang irasonal, modal 5 triliun rupiah akan menguap begitu saja. Siapa yang bersorak? Kompetitor semen asing. Dan sebagian orang pengkhianat negara yang cukup kenyang dengan komisi misi jahatnya. Siapa yang rugi? Negara, bumn dan rakyat.

Jahatnya kubu tolak semen tampak ketika dibuka ruang diskusi terbuka mengenai amdal pabrik Rembang pada Februari lalu. Pada forum yang dibuka luas untuk semua kalangan, bukannya menyampaikan pendapat secara ilmiah, malah walk out. Lalu memilih berkoar di jalanan dan media sosial.

Cerita menarik terjadi saat aliansi BEM Universitas di Semarang datang melakukan kroscek ke Rembang. Mereka datang dengan semangat dan pemahaman tolak semen. Namun setelah berdiskusi dan meninjau lapangan dan desa sekitar, mereka pulang dengan pendapat yang berbeda 180 derajat. Kini justru menjadi aktivis pro semen. Masyarakat yang digambarkan media mayoritas menolak, ternyata mayoritas malah mendukung, itu ditemukan para mahasiswa sendiri setelah melakukan kunjungan langsung ke masyarakat.

Pilihannya sekarang adalah ikut termakan drama untuk mencari simpati, atau tetap berpihak membela aset negara.

@denny siregar