Monday, March 6, 2017

Apa Enaknya Jadi Pejabat?


DUNIA HAWA - Saya pernah mengikuti seorang pejabat negara dalam kunjungannya ke desa-desa terpencil. Satu hari mengikuti kunjungannya, saya langsung lelah fisik dan mental. Berangkat dari tempat kumpul mulai pagi hari dan baru sampai rumah dini hari. Siangnya saya diminta ikut lagi ke satu tempat, tapi saya menyerah.

Sampai sekarang saya berfikir, "Apa enaknya menjadi pejabat?"

Mereka cenderung tidak punya waktu untuk dirinya sendiri, mungkin juga keluarganya. Mereka jarang punya "me time" seperti yang biasa saya lakukan, di kamar, nonton dvd, buat status dan jalan-jalan.

Bagaimana bisa punya "me time", menjadi pejabat tiap hari harus bersosialisasi, menemui orang yang sedang punya masalah dan mencoba memberikan solusi. Begitu terus setiap hari sampai berakhir masa jabatannya.

Ketika melihat bagaimana Ahok setiap pagi bertemu warga yang mengadukan masalahnya, saya sempat tersirat "Apa dia gak capek ya?".

Ketika mendengar dari seorang anak buahnya bahwa Dedi Mulyadi setiap hari punya jadwal turba ke desa-desa di Jawa Barat selama 5 tahun, saya langsung merasa lelah. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya seorang Jokowi.

Tapi itu mungkin yang dinamakan passion atau hasrat. Ketika seseorang bekerja sesuai hasratnya, maka ia senang melakukan pekerjaan itu. Pekerjaan dianggap bagian dari permainan sehingga capek pun terbayar.

Banyak orang yang salah mengartikan konsep "pejabat". Bagi sebagian orang, pejabat itu lebih kepada sebuah prestise, sebuah gengsi.

Teringat pada masa Orba, para calon menteri mengumpulkan seluruh sanak keluarganya dengan persiapan pesta besar, menunggu telpon dari Presiden Soeharto. Dan - gilanya - mereka juga mengundang wartawan. Jadi ketika Soeharto menelpon dan memberikan mandat untuk memimpin kementrian, seluruh sanak yang ada disana berteriak kegirangan, "Horee, akhirnya jadi Menteri..".

Saya pernah berada disana waktu bapak seorang teman menunggu telepon untuk menjadi Menteri. Dan sampai sekarang saya heran, kenapa mesti dipestakan? Apa yang hebat dari sebuah amanah yang dibebankan di pundak? Seharusnya seluruh keluarga menangis, mengingat tanggung-jawab yang begitu besar terhadap nasib jutaan rakyat.

Cara berfikir saya sejak dulu anti mainstream memang. Dan lebih gilanya lagi, sesudah pensiun, bapak teman saya itu kena stroke. Dia menderita post power syndrome. Lagi2 saya heran, pensiun itu seharusnya yang dipestakan karena sudah terlepas dari beban tanggung-jawab yang besar.

Entah kenapa jabatan yang seharusnya bersifat amanah, bagi sebagian besar orang dianggap sebagai peluang. Mereka gembira menyambutnya dan tidak rela kehilangannya..

Tambah gila, banyak yang berhutang besar menjemput amanah itu. Dan ketika harus membayar, mereka korupsi. Bukannya menangis waktu masuk bui, malah ketawa ketiwi.

Jadi sampai sekarang saya terus bertanya dalam pikiran saya, "Apa enaknya jadi pejabat?". Ternyata beda memang pemikiran seorang pejabat, bahwa ia mencoba berfungsi dgn kemampuannya kepada manusia lain, dengan "pejabat" yang memanfaatkan situasi itu sebagai peluang untuk memperkaya diri sendiri.

Padahal dia tahu bahwa apapun di dunia ini tidak ada yang dibawa mati, kecuali amal2nya dalam berbuat baik..

Itulah kenapa saya sampai sekarang selalu suka minum kopi. Pahitnya mengajarkan saya untuk tetap berada pada rel kewarasan berfikir di tengah kegilaan dunia ini. Seruput.

@denny siregar


Terbongkarnya Kebohongan Berbalut Kesantuan, Mau Sandiwara Lagi?


DUNIA HAWA - Aksi walk out Ahok Djarot saat menghadiri rapat pleno yang diadakan KPUD DKI Jakarta pada Sabtu malam (04/03/2017) semakin menemui titik terang tentang fakta yang sebenarnya. Jika sebelumnya Sumarno, ketua KPUD DKI, mengatakan terjadi kesalahpahaman lokasi ruangan, kali ini Ahok justru blak-blakan soal kondisi yang sebenarnya.

Dikutip dari Kompas.com Ahok menanggapi terkait kesalahpahaman yang disebutkan sebagai biang permasalahan. Ahok menuturkan dengan jelas  sebagaiberikut:

“Apa yang salah komunikasi? Justru saya bilang itu kebohongan,” kata Ahok.

Dia juga mengaku  dirinya sudah tiba di lokasi sebelum pukul 19.00. Begitu pula dengan Djarot yang tiba lebih dahulu sebelum Basuki. 

Basuki mengatakan, dia datang melewati lobi utama. Menurut dia, Djarot juga sempat menyambangi ruang VIP yang disediakan KPU DKI Jakarta, sebelum Basuki tiba di lokasi.

Basuki ingin menyusul Djarot dan diberitahu bahwa tidak ada siapapun di dalam ruang VIP tersebut.

Kemudian pada pukul 19.30, Basuki bertanya ke Djarot, apakah acara sudah akan dimulai. Namun, kata Djarot, belum ada tanda-tanda acara akan dimulai. Akhirnya, Basuki mengajak Djarot untuk bergabung bersamanya di lantai 2.

Pada pukul 19.45, Basuki mengutus orang untuk bertanya kepada KPU DKI Jakarta. Ternyata masih belum ada tanda-tanda acara dimulai.

Akhirnya pukul 20.00, Basuki dan Djarot turun ke lokasi acara. Begitu mereka turun, kata Basuki, pasangan calon gubernur-wakil gubernur nomor pemilihan tiga DKI Jakarta Anies Baswedan–Sandiaga Uno tidak ada di ruang VIP. Sedangkan Komisioner KPU DKI Jakarta tengah makan malam.

Akhirnya mereka memutuskan untuk walk out. “Kami masuk dari lobi utama lho, bukan ngumpet-ngumpet. Kemudian Kompas TV juga live dan lihat jamnya, semua jelas,” kata Basuki.

Pengakuan dari Ahok yang terang-terangan berimpilkasi menjadi hitam putih. Artinya ada pihak yang berbohong berbalut kesantunan dan ada pihak yang jujur.

Siapa yang berbohong? Apakah Ahok-Djarot atau Sumarno? Jika melihat penuturan kronologis yang disampaikan Ahok-Djarot, sangat masuk akal apa yang disampaikan dan lebih mengarah kepada fakta yang sebenarnya. Apa lagi tanggapan yang disampaikan Ahok senada dengan yang disampaikan Djarot maupun anggota tim pemenangannya. Sehingga lebih terlihat bahwa Ahok menuturkan kejadian yang sebenarnya.

Sementara bila kita bandingkan dengan apa yang dijelaskan oleh Sumarno, terlihat ada kejanggalan yang susah diterima akal sehat. Alasan salah ruangan rapat di hotel terasa tidak mungkin. Sebab tidak mungkin pihak hotel tidak bertanya dulu kedatangan kubu Ahok Djarot dalam rangka apa. Atau tidak mungkin juga sekelas Gubernur DKI yang sudah sangat terkenal tidak dikenal pihak hotel dan tidak diketahui maksud kedatangannya. Apa lagi dalam moment Pilkada. Sementara KPUD adalah panitianya sendiri.

Faktanya Ahok Djarot sudah menunggu sejam, namun acara belum dimulai. Bahkan pihak Ahok sendiri sudah mengirimkan orang untuk menanyakan.

Sebagai orang yang mengikuti kronologis kejadian lewat media massa, sulit untuk mengatakan bahwa pihak KPUD tidak bersalah. Terjadi ketidakprofesionalan KPUD setidaknya dalam hal waktu. Dan memang pihak KPUD DKI sudah minta maaf kepada Ahok.

Namun alasan Sumarno sendiri sulit dipercaya kebenarannya. Penjelasan Ahok lebih masuk akal. Bahkan foto bukti Ahok Djarot menunggu di ruangan rapat ada dan sudah beredar. Mau menutupi dengan cara apa lagi?

Ada apa dibalik semua ini?


Keraguan akan ketidakprofesionalan ketua KPUD DKI Jakarta sudah lama berhembus. Keraguan ini muncul pertama kali ketika dirinya memposting aksi 212 di foto profil whatsap pribadinya. Sontak warga mulai meragukan dirinya. Namun masyarakat DKI mencoba positif thinking.

Keraguan mulai menguat ketika pemungutan suara Pilkada DKI 15 Februari 2017 berlangsung. Dimana banyak terjadi kekurangan surat suara di TPS. Mereka yang tidak bisa memilih juga dalam hitungan yang banyak. Apa lagi jika dihitung, jumlah golput sebesar 22,9%. Namun tetap terjadi kekurangan surat suara. Satu fakta yang aneh.

Semakin bertambah lagi keraguan semenjak KPUD DKI Jakarta memutuskan kampanye putaran kedua akan berlangsung. Padahal ketika Pilgub DKI 2012 memasuki putaran kedua, tidak ada lagi kampanye terbuka.

Puncaknya terjadi saat rapat pleno putaran kedua pada Sabtu lalu. Indikasi bahwa sang ketua KPUD DKI memihak salah satu calon semakin menguat. Ketidakprofesionalan bahkan harus menjadi tontonan publik dari pihak KPUD DKI Jakarta.

Lantas bagaimana nasib Pilkada DKI Jakarta 2017 putaran kedua? Masih bisakah berharap pihak KPUD bisa menyelenggarakan Pilkada DKI secara profesional dan jujur? Tanggapan pesimistis tidak terhindarkan lagi.

Sebenarnya pada praktiknya tidak ada manusia yang netral. Tidak ada yang bebas nilai. Selama masih sehat, manusia akan berpihak. Setidaknya dalam pikiran maupun hati nurani. Lantas bagaimana dengan seorang yang menjabat?

Tidak bisa dipaksa kalau seseorang memihak dalam pikirannya. Tetapi ketika dia menjadi seorang pejabat publik yang mengharuskan profesional dan objektif, dia harus bisa melakukannya. Karena yang dipimpin bukan lagi mewakili dirinya, tetapi sudah mewakili institusi resmi yang dipimpin. Jika dia tidak bisa netral, berarti dia sudah abuse of power dan itu pelanggaran. Bila memang dia tidak bisa melakukan hal tersebut, ya sudah mengundurkan diri saja. Masih banyak anak bangsa yang mau mengambil peran dan tanggung jawab  untuk melaksanakan Pilkada yang sesuai prinsip yang ditetapkan.

Semoga saja peristiwa ini menjadi bekal berharga buat KPUD DKI Jakarta untuk berbenah dan bisa melaksanakan Pilkada yang adil dan jujur. Masyarakat harus terlibat aktif mengawasi.

@junaidi sinaga


Mempertanyakan Motivasi JK Menerima Zakir Naik, Apakah Terkait Pilkada DKI?


DUNIA HAWA - Politik SARA yang dimainkan di Pilkada DKI bukanlah mainan anak-anak yang setelah kampanye dan pemilihan berlangsung semua selesai.  Politik SARA membuka pintu radikalisme yang menuju terorisme dan sangat membahayakan keutuhan Indonesia, negara yang kita cintai bersama.

Belum selesai bisingnya bom Bandung, tiba-tiba netizen dihebohkan kembali dengan berita tidak sedap yang kali ini datang dari rumah dinas wakil presiden Jusuf Kalla (JK). Seperti diberitakan Sindonews.com, JK menerima tokoh kontroversial India Zakir Naik, berdoa bersama, sampai makan malam bersama.

Bahkan lebih menarik, diberitakan bahwa istri pak JK sendiri yang memasak untuk Zakir Naik.  Berikut kutipan langsung dari berita tersebut:

“Sampai-sampai bu Mufidah Jusuf Kalla rela turun sendiri sibuk memasak buat menjamu tamu bangsa istimewa ini. Ahlan wa sahlan Dokter Zakir Naik. Ikhwah.., mari kita muliakan tamu kita,” tulis Hanny Kristianto di akun facebooknya.

Hanny Kristinto (HK) sendiri dikabarkan adalah mantan kristen yang akhirnya jadi mualaf.  HK dikabarkan adalah salah satu panitia Persiapan Zakir Naik Visit Indonesia 2017. Dia juga yang mengunggah pertama kali berita JK ini di facebooknya dan akhirnya diberitakan Sindonews.

Selain secara apologetika (bela doktrin agama secara rasional) Zakir Naik  sangat kontroversioal, misalnya dalam menyatukan Hindu dan Islam, tapi yang lebih berbahaya Zakir Naik diberitakan mendukung ISIS dan juga membuat pernyataan “Semua orang Muslim sebaiknya menjadi teroris”.

Controversial Islamic preacher Zakir Naik has been extolling Osama Bin Laden, proclaiming that every Muslim should be a terrorist and claiming that if Islam had indeed wanted 80 per cent of Indians would not have remained Hindus, government said justifying the ban imposed on his NGO IRF.

IRF (Islamic Research Foundation) adalah kendaraan Zakir Naik untuk kaderisasi dan menyebarkan pemikiran-pemikiran yang radikal. Lebih lanjut, NDTV juga menyatakan Zakir membenarkan  bom bunuh diri, dan bila perlu “menggunakan pedang” untuk konversi agama.  Dan dengan sangat tegas, kementrian dalam negri India menyatakan:

The Home Ministry said through speeches and statements, Naik has been promoting enmity and hatred between different religious groups and inspiring Muslim youths and terrorists in India and abroad to commit terrorist acts. 

Tidak hanya di India, Zakir juga di larang orasi di UK, Canda, Bangladesh, bahkan di Malaysia. Indiana Express melaporkan sebagai berikut:

The Islamic orator is banned in the UK and Canada for his hate speech aimed against other religions. He is among 16 banned Islamic scholars in Malaysia. Naik is popular in Bangladesh through his speeches beamed on Peace TV, although his preachings often demean other religions and even other Muslim sects.

Memperkuat berita-berita negatif Zakir Naik, Mun’im Sirry,Fakultas Teologi Universitas Notre Dame, USA, menyatakan dengan lugas sebagai berikut:

Soal ceramah-ceramahnya yang bisa memicu kebencian dan radikalisasi, memang, tak dapat dinafikan. Naik yang semula berprofesi sebagai dokter dan kemudian beralih menjadi da’i fulltime itu kerap menyerang keyakinan dan kitab suci agama lain sembari menyulut permusuhan dan mengobarkan api radikalisme.

Realitas kontroversialnya Zakir Naik bukanlah sebuah berita politik biasa, dan juga bukan sekedar sebuah opini. Tapi fakta yang kita sebagai bangsa Bhinneka seharusnya waspada dan berjaga-jaga. Jadi tidak berlebihan apabila diterimanya Zakir Naik di rumah dinas JK sebagai wapres membuat kita semua bertanya, ada apakah ini?

Pertemuan JK & Zakir Naik yang sempat diunggah di Instagram JK, ternyata sudah di-offline-kan. Hal ini justru semakin membuka banyak opini liar.  Kemungkinan pertama, apakah sekelas JK, RI2, kebobolan dan tidak tahu siapa Zakir Naik, sehingga terkejut melihat reaksi netizen?  Yang kedua, ataukan ini hanya reaksi JK untuk meredam netizen?

Kedua kemungkinan ini mengerucut pada satu pertanyaan, siapa orang dekat JK yang melobby sehingga Zakin Naik bisa “audiensi” ke JK.  Secara politik ini menjadi penting untuk mengetahui jaringan-jaringan yang ada dan kepentingan-kepentingan yang sedang bermain.

Media memberitakan bahwa Zakir Naik selama di Indonesia disambut beberapa tokoh agama, dan bisa dikatakan diantaranya adalah tokoh-tokoh yang pro Anies-Sandi di Pilkada DKI 2017.  Nama-nama seperti Yusuf Mansur, Arifin Ilham, Abdullah Gymnastiar diberitakan telah bertemu Zakir sebelum JK.


Kedekatan JK dengan Anies, di lain pihak, sudah menjadi rahasia umum. Merapatnya Anies ke Jokowi di 2014 tak luput dari peran lobby JK. Dan insiden terakhir sebelum Anies “dicukupkan” oleh Jokowi, mensesneg melarang semua menteri meninggalkan Jakarta, dan Anies “membandel” dan tetap pergi bersama JK.  Sebuah kedekatan yang bukan kebetulan.

Imbauan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, agar para menteri tidak meninggalkan Jakarta selama 25-29 Juli 2016, tidak dipedulikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan. ..Menteri Anies Baswedan masih menyempatkan menghadiri pembukaan Jumpa Bakti Gembira (Jumbara) Palang Merah Remaja (PMR) di Sulawesi Selatan……Seusai menghadiri acara Jumbara Nasional yang dibuka langsung Wakil Presiden Jusuf Kalla itu, Anies Baswedan langsung meninggalkan lokasi dan menolak menjawab pertanyaan para wartawan tentang larangan menteri meninggalkan Jakarta. 

Dalam politik, semakin tidak langsung, semakin baik. Ada istilah “sel yang terputus”.  Bahkan seringkali disebutkan politik adalah seni menggunakan kekuatan orang lain untuk mematikan orang lain.  Artinya, pemain catur sebenarnya adalah yang tidak terlihat.

Benang merah antara JK – Zakir Naik – pendukung Anies – Anies terlihat dengan jelas.  Menghubungkan JK dengan radikalisme adalah teori yang terlalu jauh. Tapi apabila mengartikan bahwa pertemuan JK – Zakir Naik adalah momentum konsolidasi pendukung Anies – Sandi bukankah teori yang mudah dipatahkan.

Paling tidak, ada indikasi, pertemuan JK – Zakir Naik “digunakan” kelompok-kelompok kepentingan politis untuk memperkuat dukungan elektoral agamis. Sebab itu, langkah JK menurunkan foto dari Instagram sudah tepat, tapi sayangnya jejak digital membuka ranah perang opini. Sehingga, klarifikasi JK sebagai RI2 dibutuhkan sehingga isu ini tidak melebar kemana-mana.

Kehadiran Zakir Naik adalah antithesis dari kehadiran Raja Salman yang terlihat secara naratif lebih menguntukan Ahok-Djarot dan pemerintahan Jokowi.  Raja Salman diterima Jokowi, Zakir Naik diterima JK. Jokowi lebih terlihat mendukung Ahok, JK lebih terlihat mendukung Anies.

Persaingan politik ini akan terus meruncing sampai 2019 karena ditambah variabel Prabowo, SBY, dan Cendana, sebab itu kita harus terus mengingatkan para pemain ini supaya tidak “kebablasan”.

Kursi gubernur dan wakil gubernur DKI adalah kursi yang memang menggiurkan untuk semua orang politik. Tapi mempertaruhkan keutuhan bangsa dengan memberi kesempatan kepada radikalisme untuk bertumbuh adalah permainan yang sangat berbahaya.

Cukuplah sampai disini, kembali ke track yang semula.  Pesta ide, gagasan, PLUS cara mengimplementasikannya. Biarlah Jakarta mendapatkan pemimpin yang terbaik.  Kalau memang Tuhan menghendaki Anies-Sandi, tidak lari gunung dikejar.  Tapi kalau memang Tuhan lebih sreg Ahok-Djarot, marilah kita terima realitas ini sebagai berkah Ilahi.  Rahmatan lil Allamin.  Tuhan memberkati.

Salam Indonesia Baru,
Pendekar Solo

@hanny setiawan


Memang Beda, Ahok Terlambat Minta Maaf, Anies Terlambat Malah Sewot Dan Emosian


DUNIA HAWA - Putaran kedua Pilkada DKI sudah ditetapkan. Meski banyak kejanggalan dan kekurangan dalam putaran pertama, tidak ada satu pun pasangan yang mengadu ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini tentu saja membuat proses menuju ke putaran kedua tidak perlu menunggu proses persidangan di MK.

Dari hasil penetapan, yang akan mengikuti putaran kedua adalah pasangan Basuki-Djarot dan Anies-Sandi. Putaran kedua akan dimulai besok dan Ahok serta Djarot akan mulai cuti besok karena besok akan langsung dimulai kampanye putaran kedua yang mewajibkan petahana untuk cuti.

Nah, penetapan putaran kedua Pilkada DKI kemarin memang berlangsung buruk dan tidak profesional. Paslon Ahok-Djarot dengan terpaksa meninggalkan acara penetapan di Hotel Borobudur. Mereka melakukan tindakan tersebut karena acara sudah terlambat hampir satu jam berdasarkan undangan yang diterima Ahok-Djarot. Kejadian ini malah menyisakan pernyataan kontroversial Ketu KPUD DKI Sumarno yang tidak tahu Ahok-Djarot sudah datang.

“Saya kan nunggu di sana, enggak ada Pak Ahok kan, cuma ada Pak Anies dan Pak Sandi. Tiba-tiba beliau masuk dan menyatakan kenapa kok enggak dimulai saya sudah nunggu lama. Rupanya menunggunya di tempat lain. Kita kan enggak tahu,” ujarnya.

Aneh bin ajaib bukan?? Acara berjudul penetapan paslon untuk putaran kedua, tetapi tidak tahu bahwa Ahok-Djarot sudah datang?? Ini acara arisan atau acara resmi kenegaraan?? Apa Sumarno tidak paham betapa pentingnya keseriusan acara seperti ini??

Anied Sewot dan Emosi KompasTV Sebut DirinyaTerlambat


Sumarno sudah sangat memihak dengan pernyataannya tersebut. Padahal, fakta di lapangan dengan jelas menyatakan bahwa yang terlambat sebenarnya adalah paslon Anies-Sandi. Hal ini jelas terlihat dari pernyataan Sandiaga yang menyatakan bahwa mereka hadir Pukul 19.20 Wib. Acara dimulai seharusnya Pkl 19.00 Wib. Tetapi sudah tahu terlambat, mereka malah makan-makan dulu, Pak Sumarno yang menyambut mereka terlihat bersahabat.

Nah, dalam sebuah kesempatan diwawancara oleh KompasTV, Anies terlihat sewot dan emosian dengan reporter yang mewawancarainya. Anies dengan kesal dan marah menuduh KompasTV telah menggiring opini yang tidak benar bahwa pasangan calon Anies-Sandi terlambat. Mereka menyatakan telah hadir sebelum Pkl 19.30 Wib. Mereka yakin tidak terlambat karena datang sebelum Pkl 19.30 Wib dan bahkan sempat diwawancarai beberapa media. Anies-Sandi sendiri datang sekitar pukul 19.20.

Pantauan Kompas.com, Anies dan Sandi datang bersamaan. Sebelum masuk ke ruang acara, keduanya sempat meladeni sesi wawancara dengan para wartawan. Menurut Sandi, saat masuk ke ruang acara, baik dirinya maupun Anies langsung diminta komisioner untuk masuk terlebih dahulu ke ruang tunggu sambil menyantap makan malam.

“Kita di ruang tunggu menunggu panggilan. Tadi karena disuruh tunggu dan ditawarkan makan, ya sudah. Teman-teman dari KPU DKI juga dipersilakan untuk makan. Pas sudah dapat panggilan kami masuk ke ruang acara,” kata Sandi.

Aneh bukan?? Sudah tahu datang Pkl 19.20 Wib bukannya mendesak KPUD memulai acara, malah ikut makan-makan. Apa mereka tidak ingat undangan yang mereka terima?? Acara makan-makan hanya sampai Pkl 19.30 Wib. Acara seharusnya dimulai dan tidak perlu lagi makan-makan.

Pemberitaan KompasTV yang menyiarkan secara langsung hal ini malah membuat Anies seperti kebakaran kata-kata (bukan jenggot), Anies langsung melakukan serangan kepada KompasTV untuk objektiv dalam memberitakan peristiwa yang terjadi. Bahkan menyinggung kompas yang sudah lama berdiri seharusnya bersikap netral.

Sewot dan emosiannya Anies ini menjadi sebuah pertanyaan karena publik melihat jelas bahwa mereka yang terlambat dan sudah begitu malah dengan santainya makan-makan. Entah memang senang makan yang gratisan atau memang taat sama KPUD walau telat menyuruh makan?? Hanya mereka yang tahu. Tetapi sampai hari ini Anies tidak ada minta maaf.

Anies dan Sandi Memang Suka Telat


Paslon Anies dan Sandi memang suka sekali terlambat dalam menghadiri acara. Beberapa pemberitaan menjadi bukti bahwa pasangan ini memang sering terlambat. Ini adalah beberapa contohnya.

1. Pada saat pengundian nomor urut paslon, Anies-Sandi telat selama setengah jam yang membuat acara pengundian molor.

2. Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sering ‘ngaret’ saat blusukan. Anies terlambat 1 jam lebih saat akan berkunjung ke wilayah Krukut, Tamansari, Jakarta Barat. Anies Baswedan datang terlambat 2 jam saat kampanye di Cakung, Jakarta Timur.

3. Anies dan Sandi datang terlambat saat acara Haul Gusdur.

4. Calon wakil gubernur Sandiaga Salahudin Uno datang terlambat saat deklarasi kampanye damai yang diselenggarakan di Jalan Silang Merdeka Barat Daya, Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (29/10/2016) pagi. Sandiaga Uno datang sekitar pukul 09.00 WIB atau satu jam setelah acara dimulai.

5. Mereka juga pernah hampir terlambat debat dan akhirnya melawan arah serta pakai jalur busway untuk menerobos kemacetan.

6. Silahkan kalau ada yang mau menambahi beberapa keterlambatan mereka.

Terlambat sepertinya menjadi identitas pasangan ini. Identitas yang sangat berbahaya jika menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Bukan hanya akan terlambat menghadiri acara, tetapi juga akan terlambat memenuhi setiap janji mereka saat kampanye. Ujung-ujungnya minta tambah periode hanya demi melanjutkan keterlambatan mereka.

Ahok Minta Maaf Datang Terlambat


Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok datang terlambat di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (6/3/2017). Biasanya, Ahok sudah tiba di Balai Kota DKI pukul 07.30 WIB. Namun hari ini dia tiba pada pukul 08.00 WIB. Jika biasanya dimulai dengan acara foto-foto, maka kini Ahok lansung melayani aduan.

Dengan cepat dan lugas, Ahok langsung menghampiri perempuan berkerudung merah muda itu dan meminta maaf karena datang terlambat.

“Ibu mau mengadu apa, mohon maaf ini saya terlambat,” kata Ahok.

Perempuan tersebut bernama Herlina. Dia dari Bandengan, Jakarta Barat. Kerabat Herlina mengatakan bahwa Herlina terkena kanker serviks. Mereka mengadu karena sudah bolak-balik ke rumah sakit tetapi tidak kunjung dioperasi. Ahok dengan segera meminta agar Ibu ini segera diurus untuk dioperasi di RSUD Tarakan.

“Ya sudah Bu ya, nanti diurusin Bu ya. Kalau kena beginian itu enggak boleh stres. Ibu senang-senang saja,” kata Ahok.

“Maaf tadi kesiangan, kemalaman semalam,” kata Ahok.

Mendengar begitu peka dan perhatiannya Ahok ini, saya kembali dirasuki perasaan haru. Bagaimana bisa, Ahok begitu peka melihat satu orang yang memang sedang sangat sakit dan memprioritaskan mendengar keluhannya sebelum kembali berfoto-foto. Saya menilai perilaku Ahok ini menunjukkan bahwa dia memang sangat sayang dengan warga DKI Jakarta. Bisa dikatakan dia adalah teman setia warga Jakarta.

Ahok memang beda dengan Anies. Ahok terkenal adalah orang yang selalu minta maaf jika melakukan kesalahan. bahkan, meski dia merasa dirinya tidak salah dan orang lain menggiring opini, Ahok tetap saja minta maaf. Beda dengan Anies, sudah tahu salah bukannya minta maaf, malah ngeles, sewot dan emosian.

Karakter dan tabiat memang tidak bisa disembunyikan. Sebaik apapun kita memolesnya, tetap saja akan terlihat dengan jelas pada akhirnya. Putaran kedua yang akan dimulai besok menawarkan dua calon pemimpin bagi Warga Jakarta. Yang suka minta maaf atau yang jarang minta maaf. Warga jakarta tentukan pilihanmu.

Jadi teringat penilaian Agus Harimurti terhadap dua pasangan ini. Menurut Agus, Ahok adalah orang yang lugas dalam menyampaikan apa yang dia pikirkan. Sedangkan Anies seorang yang pandai berkata-kata dengan teori dan masih dipertanyakan integritas dan konsistensinya sebagai pemimpin.

Salam Maaf

@patih hutabarat