Saturday, March 4, 2017

Jawa Timur Menolak Paham Wahabi


DUNIA HAWA - Sejak lama ketika saya mengingatkan kepada saudara-saudara seagamaku akan bahayanya virus wahabisme dalam Islam, saya selalu dituding mengadu-domba dan memecah belah.

Intimidasi itu semakin keras ketika perang Suriah berlangsung. Saya bahkan ditinggal teman2 masa kecil karena menurut mereka saya berbahaya, mengganggu akidah mereka, munafik, kafir, syiah dan segala macam tuduhan lainnya.

Dan di satu sisi mereka membela ISIS, Front Al Nusra, Ikhwanul Mulimin dan organisasi garis keras di dunia lainnya. Buat mereka, itulah "Islam" sebenarnya.

Menariknya, ketika akhirnya ISIS resmi dinisbatkan sebagai organisasi teroris, mereka yang dulu membela ISIS, tiba2 berbalik dan menuding bahwa ISIS itu Syiah.

Ketidak-mampuan sebagian umat Islam melihat bahaya dalam barisan internalnya sendiri ini yang menjadi masalah global. Kebanggaan berlebih terhadap agamanya, membuat mereka menolak setiap kabar bahwa ada virus jahat yang sedang menggerogoti Islam dari dalam.

Mereka -para pemuja ISIS dan organisasi sejenisnya- selalu berteriak anti Israel, tapi tidak pernah bertanya kenapa ISIS tidak pernah menyerang Israel, malah menyerang saudara2nya sesama muslim di Libya, Irak, Nigeria, Afghanistan dan Suriah?

Kenapa bisa begitu?


Karena logika berfikir mereka sudah tidak jalan, itu jawabannya. Mereka sudah tidak mampu memilah mana benar dan mana yang salah.

Mereka sudah kadung tunduk pada ustad-ustad yang sibuk mendoktrinkan bahwa "agama" mereka paling benar, sehingga mereka pasti benar. Akal diharamkan disini karena mereka lebih tunduk pada dogma. Kalau pernah menonton film-film zombie, seperti itulah mereka. The Walking dead.

Mereka mengharamkan perbedaan pendapat dan tafsir, juga sangat tekstual memahami kalimat dalam kitab suci dan hadis-hadis. Sejarah kemunculan "umat Islam" yang bodoh dan keras seperti ini pernah muncul saat pemerintahan khalifah ke 4 Islam, Ali bin abu thalib. Mereka dinamakan khawarij. Beruntungnya kita ada Nahdlatul Ulama.

Sejak awal NU lah yang meneriakkan bahayanya virus wahabi ini. Bahkan mereka menerbitkan buku "Sekte berdarah Salafi Wahabi". Ideologi penuh darah ini sedang berkembang di seluruh dunia dalam bentuk organisasi spt ISIS, Boko Haram, Ikhwanul Muslimin, Alqaeda, Taliban dan lain-lain.

Bahkan Malaysia sudah mengharamkan paham radikal ini berkembang di negara mereka. Paham wahabi ini yang juga melahirkan Noordin M Top dan Dr Azahari disana.

Bahayanya, mereka selalu meng-klaim bahwa merekalah Islam sejati. Ketika pandangan bebal mereka dikritik, mereka selalu berlindung dibalik kata "jangan memecah belah sesama muslim, muslim itu bersaudara". Tapi disisi lain, mereka terus menyerang saudara sesama muslimnya.

Makanya saya bersyukur bahwa terjadi penolakan keras terhadap ajaran wahabi ini di Jawa Timur, dipimpin oleh Banser dan GP Ansor. NU bisa dibilang adalah "obat keras" yang bisa menghantam paham radikal ini. NU memisahkan mana paham radikal dan mana paham moderat dalam Islam di Indonesia.
Mungkin kalau tidak ada NU, kita sudah dari kemaren-kemarin jadi Suriah kedua. Saran saya untuk teman2 muslim, kenalilah agamamu sendiri. Agama kita adalah agama rahmat bagi semesta alam. Nabi kita turun untuk menyempurnakan ahlak manusia.

Jadi, jika ada orang/ustad/ulama yang mengklaim bahwa ia adalah Islam tapi perilakunya keras, kasar, tak berotak, bangga berlebihan terhadap agamanya, suka mengkafirkan, lebih baik hindari.

Karena dekat mereka hanya ada dua pillihan, melawan atau terkontaminasi. Waspadalah, waspadalah... kata secangkir kopi. Mari kita hitung komen yang marah-marah.

@denny siregar



“Jenazah” Pro-Ahok dan Keluhuran Nabi


DUNIA HAWA - Meski sempat diklarifikasi oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, senyatanya kabar penolakan masjid di Jakarta memproses kematian pendukung Ahok bukanlah isapan jempol. Masjid Waqfiyyah di Salemba Bluntas, Masjid al-Jihad di Setiabudi, serta Masjid Mubasysyirin dan al-Ikhlas di kawasan Karet Setiabudi, Jakarta, adalah di antara yang menyatakan ketegasan posisi itu.

Berita ini menjadi viral di media dan menuai banyak kritik. Rata-rata menyayangkan sikap para pengurus di masjid-masjid tersebut. Sudah separah itukah agama dijadikan alat melegitimasi kepentingan politik praktis?

Lebih jauh, sikap kepala batu yang diambil para pengurus di masjid-masjid tersebut membuat kalangan Islam moderat serasa ditampar. Kesadaran keislaman mereka terus ditantang manakala masjid itu menyajikan dalil yang hampir tak terbantahkan, yakni QS. 9:84.

وَلَا تُصَلِّ عَلٰٓى اَحَدٍ مِّنْهُمْ مَّاتَ اَبَدًا وَّلَا تَقُمْ عَلٰى قَبْرِهٖ    ؕ  اِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَمَاتُوْا وَهُمْ فٰسِقُوْنَ
Dan janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan salat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik), selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (mendoakan) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik

Ayat ini isinya tegas, namun jika dibaca tanpa mengetahui latar belakangnya, pasti membuat banyak muslim-kritis merasa terpental-pental malu; benarkah agama yang terus didengungkan sebagai pembawa damai ternyata tampil begitu menakutkan?

Saya tak hendak mengajukan kontra argumentasi, misalnya, dengan membedah siapa yang disebut munafik. Sebaliknya, saya justru ingin memapar cerita di balik ayat ini.

Ubay Tertuduh Munafik


Hampir semua tafsir maupun hadis mengaitkan ayat ini dengan sosok Abdullah bin Ubay, pentolan “orang  munafik”. Ia adalah pemimpin  berpengaruh di Madinah asal Bani Khazraj (Jews), jauh sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Pengaruhnya diperoleh karena usaha seriusnya mencegah perang saudara di antara sesama klan Yahudi di Madinah; Qaynuqa dan Aws (Muir, 1858)

Saat kekuasaan Nabi menguat di kota itu, banyak warga berbondong-bondong memeluk agama baru. Tak terkecuali Ubay. Anda bisa bayangkan betapa makin kokohnya posisi politik Nabi mengingat orang yang seharusnya memusuhinya justru malah bersekutu dengannya.

Sayangnya, menurut Guillaume (2004), beberapa sejarawan Muslim awal seperti al-Wakidi dan Ibn Ishaq-IbnHisyam mencatat tidak sedikit para sahabat mencurigai motif konversi pemimpin ini. Ubay dianggap tidak tulus karena tindakannya seringkali dianggap bertentangan dengan kebijakan Nabi, misalnya pada peristiwa perang melawan suku Qaynuqa, Februari 624.

Kala itu Nabi dan pasukannya telah siap menyerbu setelah dengan susah payah mengepung komunitas itu selama 15 hari. Terbayang tumpahan darah yang bisa terjadi, Ubay lantas meminta Nabi agar mengampuni mereka.

Meski Nabi menolak, Ubay terus mendesak. “Muhammad, sudilah menunjukkan belas kasihan pada mereka. Ada 700-an pasukan tersisa, hanya separuh yang bersenjata. Mereka telah menyelamatkan nyawaku di medan perang Hadaik dan Buath. Tegakah kamu mengeksekusi mereka semua dalam sehari?” kata Ubay.

Nabi luluh dan akhirnya menunjukkan kemurahan hatinya. Warga Qaynuqa tidak jadi dieksekusi. Sebagai ganti, harta mereka dirampas pasukan Islam, dan mereka diasingkan ke Wadi al-Kora dikawal Ubada ibn Samit, pemimpin Yahudi Khazraj yang juga telah masuk Islam.

Upaya Ubay meminta belas kasih ini tak pelak memicu ketidaksukaan di lingkar pengikut Nabi. Keislaman Ubay dianggap “kw”, tidak tulus, alias munafik. Ia dianggap lebih membela kelompok lamanya, ketimbang loyal terhadap kebijakan pembantaian.

Dari Uhud hingga Byzantium


Status “kemunafikan” Ubay semakin mengental menjelang Perang Uhud (625). Saat itu Ubay berbeda pendapat mengenai strategi perang. Ia lebih memilih defensif di Madinah, sedangkan Nabi dkk lebih suka ofensif.

Ubay pun berangkat dengan 300 pasukannya, bersama 700-an pasukan Nabi. Namun saat perang akan berlangsung, Ubay dan pasukannya mundur dan balik ke Madinah. Karena tidak imbang jumlahnya, pasukan Quraisy berkekuatan 3.000 orang, barisan Nabi kocar-kacir. Nabi sendiri selamat, meski terluka.

Setelah menang, pasukan Quraisy lebih memilih balik ke Makkah ketimbang merebut Madinah. Sangat mungkin mereka tahu ada 300 pasukan Ubay yang berjaga di sana. Sungguhpun demikian, menurut Watt, “kepengecutan” Ubay meninggalkan gelanggang perang disentil Allah melalui QS. 3:166. Dalam hal ini, sesungguhnya kita bisa bertanya, jika memang Ubay membenci Islam, bukankah keporak-porandaan pasukan Nabi di medan Uhud menjadi momentum emas untuknya berkhianat?

Kontroversi Ibnu Ubay terus berlanjut saat Nabi berkehendak menaklukkan Banu Nadhir. Ubay dituduh merongrong kekuatan Nabi dengan cara memprovokasi Banu Nadzir untuk menolak tunduk. Padahal, menurut al-Waqidi, Ubay tengah berupaya merekonsiliasi agar tidak terjadi pertumpahan darah. Banu Nadir akhirnya menyerah dan tidak dieksekusi.

Oleh Umar bin Khattab dan anak kandung Ubay, Nabi disarankan membunuh Ubay karena intriknya. Sayangnya Nabi menolak, sebab Ubay bersikukuh tidak melakukan provokasi tersebut (Glubb, 2002)

Loyalitas Ubay terhadap Islam kembali dipertaruhkan saat ia dan tiga orang lainnya dituduh menyebarkan gosip skandal Aisha dan Shafwan yang dikenal sebagai Peristiwa Ifk.

Skandal ini cukup membuat Nabi terpukul hingga akhirnya Allah sendiri turun tangan melalui ayat QS. 24:11-20, yang menyatakan Aisha bersih dari tuduhan itu. Sebagai konsekuensi, tiga penyebar gosip dihukum cambuk 80 kali, kecuali Abdullah bin Ubay. Ia dibebaskan karena tidak meminta hukuman.

Menjelang akhir hayatnya, Ubay masih menunjukkan kesetiaannya kepada Nabi dengan ikut serta dalam perjalanan Hudaibiyyah. Namun ketika Nabi ingin menyerang imperium Byzantium pada 630, ia kembali dilukiskan telah mencederai kesetiaannya terhadap Nabi.

Saat itu Ubay berpendapat perjalanan ke Byzantium tidak tepat, mengingat kondisi Madinah tengah dilanda kekeringan. Stok makanan menipis. Sungguhpun demikian, ia dan pasukannya tetap mengiringi Nabi ke sana. Meskipun akhirnya ia memutuskan kembali ke Madinah dengan alasan sakit atas sepengetahuan Nabi. Atas sikapnya ini, lagi-lagi ia dikabarkan mendapat kritik tajam (QS. 9:81).

Muhammad yang Terhormat


Hampir tidak ada satu pun narasi arus utama sejarah Islam yang meletakkan Ubay dalam posisi positif. Ia dianggap sebagai biangnya orang munafik. Namun, yang justru menarik diperhatikan adalah bagaimana respons Nabi terhadapnya pada setiap babakan yang telah dijelaskan di atas.

Nabi tidak sekalipun bersikap konfrontatif kepadanya. Alih-alih suami mendiang Khadijah ini justru menunjukkan belas kasihnya terhadap Bani Qunayqa, dan menolak upaya sebagian pihak untuk membunuh Ubay.

Saya makin tercekat membaca keluhuran akhlak Nabi kala Ubay meninggal, dua bulan usai perjalanan ke Byzantium sekitar tahun 631.

Sebagaimana direkam Tafsir Ibn Kathir QS. 9:84 (ayat yang dijadikan justifikasi menolak jenazah pendukung Ahok),  Nabi didatangi Abdullah bin Abdullah, anak Ubay. Ia memohon Nabi menyerahkan bajunya untuk dijadikan kain kafan mayat ayahnya. Nabi menolak? Tidak. Nabi bahkan bersedia mendoakan sembari berdiri di samping jenazah Ubay.

Ibn Kathir juga menambahkan, Umar bin Khattab-lah yang mencegah Nabi untuk tidak melakukan hal itu. “Ya Nabi, benarkah Anda akan melakukannya padahal Tuhan telah melarang. Dia orang munafik,” kata Umar sembari memegangi jubah Nabi (lihat: Tafsir Ibn Kathir).

“Allah telah memberiku pilihan; memintakan ampunan untuknya 70 kali atau tidak. Dan sungguh, aku akan memohon ampunan untuk Ubay lebih dari 70 kali sekalipun,” tandas Nabi, ngotot, sembari mengutip QS.9:80. Maka, jadilah Nabi berdiri dan memimpin doa bagi pemakaman Ubay.

Menurut Sayed Ali Asghar Razwy dalam The Restatement of the History of Muslim (1997) “kemunafikan” Ubay bagi penduduk Madinah bukanlah rahasia. Nabi sangat tahu itu. Keterbukaan sikap “munafik” Ubay tidaklah membahayakan. Yang justru perlu diwaspadai, kata Razwy, adalah para pengikut Nabi yang kelihatannya tulus namun berwatak culas dan hipokrit.

Kesediaan Nabi menghormati jenazah Ubay, lanjut Rawzy, merupakan ciri utama keluhuran Nabi, yaitu memaafkan dan melupakan, bukan balas dendam. Sebab, balas dendam merupakan ciri masyarakat pagan. Ajaran Islam justru sebaliknya; membalas kejahatan dengan kebaikan, sebagaimana tertuang dalam QS. 13:22, QS. 23:96, dan QS. 41:34.

Muhammad Mustafa, penafsir al-Quran yang wafat tahun 1981, papar Razwy, menjadikan kisah Nabi dan Ubay ini sebagai contoh penerapan dari tiga firman surgawi di atas.

Dengan demikian, hanya umat Islam pengikut akhlak Rasulullah saja yang akan mendoakan jenazah sesama muslim, tanpa mempedulikan apakah ia pendukung Ahok-Djarot atau Anies-Sandi.

@aan anshori


Novel FPI Sebut Raja Arab Salaman dengan Ahok Telah Menyakiti Umat Islam


DUNIA HAWA - Momen salamannya Ahok dan Raja Salman menyisakan kepedihan dan sakit hati yang tak terperi bagaikan teriris-iris sembilu bagi para kaum kaum pentol korek yang cepat menyala.

Akibat rasa iri hati yang begitu menyakitkan hati para kaum titik-titik karena Ahok disalami Raja Arab Saudi telah membuat decak kagum seluruh rakyat Indonesia terhadap Ahok, maka Novel FPI tanpa malu memamerkan gigi ompongnya itu didepan kamera Wartawan, protes keras karena Raja Salman bersalaman dengan orang kafir sang penista agama Islam yang kini statusnya terdakwa.

Novel tidak terima Ahok disalami oleh Raja Salman karena menurutnya Ahok bukan pihak yang berkompeten untuk menyambut Raja Salman. Novel bilang bahwa jabat tangannya Raja Salman dengan Ahok di Bandara Halim Perdana Kusuma telah menyakiti umat Islam Indonesia karena Ahok adalah orang kafir penista agama Islam.

Menurut Novel seharusnya tokoh penting umat Islam seperti Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab yang harus bersilaturahmi dan bersalaman dengan Raja Salman sehingga beliau bisa menyampaikan langsung ke Raja Salman bahwa Indonesia saat ini ditindas oleh kekuatan kafir.

Sejak kapan bangsa kita ditindas oleh kaum kafir? Cari duit memang gampang, modal teriak kafir masuk tuh barang. Ahok berkompeten salaman dengan Raja Salman karena Ahok adalah Gubernur DKI Jakarta yang sah sesuai konstitusi. Tapi ya begitulah tipikal provokator, susah memang kalau sudah jadi sifat aslinya.

Pernyataannya bahwa jabat tangannya Raja Salman dengan Ahok di Bandara Halim Perdana Kusumah telah menyakiti umat Islam juga merupakan pernyataan asbun yang asal ngoceh. Pertanyaannya umat Islam yang mana? Jangan digeneralisasi semua umat Islam. Kalau menyakiti golongan umat Islam garis keras kaum pentol korek pendukungnya FPI dan golongan pemandu sorak OK OCE, mungkin iya.

Pernyataan sepihak Novel FPI tersebut tentu saja karena dibutakan oleh kebenciannya yang membabi-buta terhadap Ahok yang ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan para politisi busuk dan pengusaha-pengusaha hitam.

Ini acara resmi pertemuan bilateral antar dua negara, bukan acara kumpul-kumpul sesama ormas. Kalau ormas mau kumpul-kumpul, silahkan bikin acara sendiri, tapi jangan lupa lapor ke Polsek setempat, supaya acaranya tertib.

Raja Salman menyalami Ahok dengan tatapan mata yang bersahabat karena Raja Salman tahu bagaimana menempatkan hubungan sosial antar umat manusia di muka bumi ini. Seorang raja umat Islam sedunia yang kini telah jadi panutan tanpa melihat keberagaman agama, suku, ras, dan golongan.

Bukan seperti Novel asbun yang bawa-bawa nama Tuhan ke ranah politik, fitnah sana-sini sesuka hatinya, suka bilang kofar kafir ehhh taunya naik haji dibiayai kafir. Raja Salman yang tokoh Islam dunia sekaligus penjaga tanah suci umat Islam saja mau menyalami Ahok, itu tandanya bahwa Ahok bukan penista Agama Islam seperti tuduhannya selama ini. 

Raja Salman lebih menghargai Ahok karena Ahok adalah representasi bangsa kita yang majemuk dengan keberagamannya, itulah sebabnya beliau menyalami Ahok dengan hangat dan tatapan mata yang ramah.

Susah memang kalau demokrasi yang semakin lama semakin kebablasan. Para kaum bumi datar itu bebas mengeksploitasi ideologi mereka yang sepihak tanpa punya rasa malu lagi. Di jaman modern yang serba touch screen ini sudah bukan jamannya lagi mempermasalahkan keyakinan orang lain.

Mau Kafir kek, Wahabi kek, Suny kek, Syiah kek, atau Ahmadiyah sekalipun, sudah tidak penting lagi dipersoalkan. Itu urusan manusia dengan Tuhannya masing-masing. Urus saja imanmu sendiri-sendiri, jangan merecoki keyakinan orang lain demi kepentingan politik terselebung.

Seharusnya Anies Baswedan yang berdarah keturunan Arab juga perlu belajar kepada Ahok. Fokus saja dengan program-program kerja yang ditiitipkan koalisi Hambalang. Percuma pakai isu agama, misalkan memperalat Novel FPI untuk menggagalkan Ahok jadi Gubernur DKI,.

Warga DKI kini sudah cerdas. Mereka juga tahu bahwa isu agama untuk kepentingan politik Anies-Sandi agar bisa berhasil jadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI dengan memperalat kaum celana cingkrang itu sudah basi dan nggak OK OCE lagi.

Saran buat Novel FPI, tangannya pak Ahok masih harum setelah salaman dengan Raja Salman. Kalau situ kepingin mau merasakan sensasi disalami Raja Salman, silahkan salaman dengan pak Ahok, mumpung masih wangi.

Kura-kura begitu.

@argo


Rizieq Shihab, From Hero to Zero


DUNIA HAWA - Tidak bisa dipungkiri keberhasilan seorang Rizieq Shihab membentuk sebuah Organisasi Masyarakat atau Ormas Front Pembela Islam atau FPI mulai dari scratch sampai sebesar FPI sekarang adalah karena kegigihannya. Namun seperti apa yang orang tua dulu bilang, “tidak ada seorangpun yang bisa menghancurkanmu kecuali dirimu sendiri”. Dan seperti itulah FPI sekarang.

Belum bisa dikatakan hancur karena Organisasi ini memang sangat besar. Kantor Cabangnya hampir ada disetiap kota besar di Indonesia dan digawangi oleh Ulama-Ulama besar pula. Sayangnya, Organisasi sebesar FPI dalam hal kepemimpinan terfokus hanya pada sosok satu orang. Lebih sayangnya lagi, sosok satu orang ini memiliki sifat cepat ke-pede-an. Saking besarnya itu kepercayaan dirinya, si sosok satu orang itu sampai berpikir mampu menjatuhkan Pemerintahan.

Mungkin di jaman pemerintahan Presiden ke 6, taktik dia menggertak Pemerintah selalu kena sasaran dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan. Mungkin cara yang sama dilakukan juga pada Presiden kita yang sekarang.

Tapi eiiih, tunggu dulu… lain Presiden ke 6 lain pula Presiden yang sekarang.

Keseleo lidahnya Ahok rupanya dijadikan pintu masuk bagi FPI untuk “agak” berperan dalam perpolitikan Indonesia. Menggadang kasus Penistaan Agama yang sontak mendapat respon yang cukup massive dari massa, Rizieq Shihab dan para Elit Politik menggoreng issue Penistaan Agama sedemikian rupa untuk tujuan besarnya yaitu menggoyang Kursi no.1 Indonesia.

Gerakan Nasional Pengawalan Fatwa langsung menempatkan Rizieq Shihab bak seorang Pahlawan yang menyuarakan kesakit hatian umat Islam. Perubahan besar status dirinya yang dianggap Pahlawan sanggup meyakinkan para Ulama Pesohor seperti Aa Gym dan Arifin Ilham bahwa mereka sedang membela pihak yang benar!

Aksi unjuk rasa bela Agama 1 dan 2, Rizieq Shihab sangat lantang meneriakan tuntutan, berorasi bahkan bernyanyi. Benar-benar dia menguasai lapangan. Polisi? Hanya sebatas melakukan pencegahan agar tidak terjadi tindakan anarkis.

Strategi Jokowi Menaklukkan FPI 


Diam-diam Jokowi juga menyusun rencana. Menghadapi massa yang over dosis Agama tidak bisa dengan cara serampangan. Ilmu Jokowi menaklukan lawan ibarat seorang pembunuh bayangan. Lawan tidak akan sadar bahwa dia sudah kena bidikan. Lawan bahkan tidak sadar bahwa dirinya tiba-tiba sekarat. Saya yakin, rakyat melihat strategi apa yang sudah Jokowi lakukan:

1. Sholat Jumat bersama rakyat


Ketika Aksi Bela Agama ke 2, Jokowi sengaja keluar Istana dan bekerja. Jokowi membiarkan dirinya dihujat sedemikian rupa dikatai pengecutlah, kaburlah, menghindarlah, takut dan sebagainya. Makin melunjak, Aksi Bela Agama ke 3 diadakan, “Massanya harus lebih banyak! Jokowi pasti akan menuhin tuntutan kita!” Mungkin itu pikiran mereka.

Jangankan orang-orang yang di Monas, Paspampres saja kaget ketika Jokowi memutuskan untuk sholat Jum’at bersama Rakyat. Jokowi dengan santai ikut sholat Jum’at dan dengan santai pula dia naik panggung dengan membuka sepatunya menyapa rakyat TANPA MELIRIK SEDIKITPUN pada si yang punya hajat! Apalagi gesture yang diperlihatkan Wiranto yang dengan sengaja menghalau Rizieq Shihab untuk tidak dekat dengan Sang Presiden! Kejadian ini dilihat oleh seluruh rakyat Indonesia bahkan dunia bagaimana seorang Rizieq Shihab yang merasa besar dikecilkan oleh Jokowi. Bayangkan! dimana harga diri seorang yang punya hajat, ketika yang punya Monas yang HANYA NUMPANG SHOLAT bisa leluasa minjam microphone, ngomong sedikit dan turun tanpa basa basi sedikitpun pada yang punya hajat! Posisi 0-1 untuk Jokowi

2. Mengundang para Tokoh Agama


Paska unjuk rasa Bela Agama 2, Jokowi mengundang hampir semua Ulama dari Organisasi Islam di Indonesia, termasuk MUI yang Fatwanya sedang digadang FPI. Katanya untuk membicarakan nasib Bangsa dan Negara. Khususnya Umat Islam karena saat ini Indonesia sedang berperang ideologi Agama antara Muslim Moderat dan Moslem Radikal. Tapi Rizieq Shihab dan Gerombolan Siberatnya tidak diundang? Apakah itu artinya Rizieq Shihab tidak dianggap Ulama? Jokowi sih tidak bilang begitu yah, tapi banyak pihak, bahkan kaum Ulama sendiri ada yang bilang kalau Sikap Rizieq Shihab bukan cerminan seorang Ulama. Posisi 0-2 untuk Jokowi!

3. Gelar baru yang disandangnya: “Tersangka”


Ini langkah elegan Bangsa sebenarnya. Banyaknya pihak yang melaporkan Rizieq Shihab atas perkara-perkara yang berbeda, seakan Rizieq Shihab terkena karma! Dia menyudutkan Ahok dengan 1 perkara, rakyat se-Indonesia menyudutkan dia langsung minimal dengan 5 perkara! Statusnya sebagai ulama terkikis habis ketika obrolan yang diharamkan umat Islam eh malah dia lakukan. CHAT SEX sekalipun Porn !! Masya Allah!!

Ibarat main basket, Jokowi langsung mendapat triple points! Posisi 0-5 untuk Jokowi!

4. Penutupan kran Penyandang Dana


Ibarat orang yang tertembak dan sedang sekarat. Dia masih bisa bersuara lemah tapi sudak tidak bisa bergerak. Pernyataan FPI dan GNPF untuk tidak andil pada Aksi unjuk rasa yang diadakan oleh FUI di depan Gedung Kura-Kura adalah refleksi dari ketidakadaan dana untuk menggerakkan massa. Seribu satu alasan penyangkalan bahwa aksi-aksi unjuk rasa Bela Agama 1,2 dan 3 adalah murni Aksi Massa tanpa adanya dana yang dibagikan diantara mereka, gugur seketika. Karena begitu Kepolisian melacak dari mana asal aliran dana dan kran dana langsung dihentikan. Terbukti! FPI tidak bisa lagi menggerakkan massa mereka! Logistik kan ngga gratis, kilahnya!

Tapi Rizieq Shihab tetap datang. Orasi dia tidak seperti biasanya yang selalu menggebu-gebu dan penuh hasutan. Kali ini “pidato”nya lebih seperti Jokowi ketika bicara di acara Aksi Damai Bela Agama ke 3, “meminta Massa pulang dengan selamat!”, yaaa… ada embel-embelnya sih tapi sedikit, itu juga cuma buat nahan malu doang.

Posisi 0-6 untuk Jokowi

5. Menjadi Saksi Ahli Agama pada Persidangan


Harusnya moment ini bisa dia gunakan untuk meraih 1 atau 2 angka kemenangan untuk mempertipis kekalahan. Sayangnya Rizieq Shihab tidak memahami arti dari predikat “Saksi Ahli” yang diberikan JPU. Dia malah mengedepankan keegoan dan keyakinannya bahwa kehadirannya di Persidangan bisa mempengaruhi keputusan sidang untuk menahan si Penista Agama. Tim Pembela memutuskan untuk tidak mengajukan satupun pertanyaan karena berpikir Rizieq Shihab bukan orang yang tepat sebagai saksi Ahli. Lucunya lagi, Rizieq Shihab malah menolak beberapa pertanyaan yang Majelis Hakim ajukan!

Kebayang kan kalau seandainya Rizieq Shihab berlaku pas sesuai kapasitasnya sebagai Ahli Agama dan dengan kedalaman Ilmunya mampu menetralkan suasana? Saya yakin, 5 angka penghargaan dari Penduduk Bumi Bulat akan sangat mudah dia dapat!

Sikapnya dipersidangan menposisikan Jokowi dengan angka 0-7!!

6. Yang Mulia Baginda Raja Salman


Efek dari Aksi Damai Bela Agama 3 di Monas yang berhasil mengumpulkan massa sebanyak 7 juta adalah alasan kedatangan Raja Salman ke Indonesia! itu claim mereka. Ternyata Jokowi dan pihak KBRI Arab Saudi yang mendatangkan Sang Raja ke Indonesia! Aduh itu muka mau ditaroh dimana? Parahnya, Kedubes Arab Saudi jelas-jelas menyatakan Raja Salman tidak akan bertemu Sang Mantan Ulama.

Untuk menuntaskan strategi bayangannya, Jokowi lagi-lagi mecetak triple points menutup skor dengan mengundang Ahok untuk mendampinginya menyambut Sang Raja. Maka sempurnalah sudah Jokowi membanting harga diri seorang Rizieq Shihab ke titik yang paling rendah dengan posisi 0-10 untuk Jokowi!

From Hero to Zero


Sekarang Pentolan-Pentolan FPI sedang berusaha keras untuk menyamakan angka. Sayang, mereka sudah tidak punya elemen pendukung yang bisa diharapkan. Dari 10 angka yang Jokowi kumpulkan, tidak sepatah katapun beliau ucapkan untuk menjatuhkan lawan! Itulah makanya saya sebut Strategi Bayangan. Sosok Ulama yang diagungkan sekarang hilang. Yang ada hanya sebuah nama yang harus dibersihkan.

Semoga ini bisa menjadi sebuah pelajaran bagi siapapun yang berencana menentang Pemerintahan.

Presiden elu lawan…


@erika ebener