Tuesday, January 31, 2017

Kasidah Ahok di Pulau Pramuka

DUNIA HAWA - Menyaksikan video Gubernur Basuki Tjahaja Purnama di Pulau Pramuka yang diunggah Nong Darol Mahmadah di Facebook, saya mbrebes mili. Mata saya berkaca-kaca dan akan menangis sesenggukan seandainya saya adalah Ahok.


Saya tidak akan sanggup menanggung limpahan cinta dan simpati semacam itu, justeru ketika sebagian warga di tempat lain, tempat yang jauh dari Kepulauan Seribu, menghujat saya dengan bengis, bahkan ingin melihat saya berhenti dari pekerjaan saya dan menderita di dalam sel penjara, karena dosa yang tidak pernah saya perbuat.

Ia disambut musik kasidahan dengan rebana dan tamborin oleh sejumlah gadis berjilbab. Sepanjang video 11 menit itu, tak putus-putus kerumunan tua-muda-laki-perempuan itu meneriakkan namanya dengan nada cinta dan bersahabat. ‘Ahok! Ahok! Nomor dua! Nomor dua!’ Terus menerus, tanpa henti dengan menghunus dua jari, sambil mereka beringsut-ingsut di jalan kecil yang padat itu.

Ahok tak sempat berkata apa-apa. Gemuruh suara massa memang tak memberinya kesempatan untuk mengucapkan apapun. Saya duga di balik kacamata hitamnya di siang terik itu, Ahok menyembunyikan airmatanya.

Mereka adalah warga pulau tempat Ahok menyampaikan pidato yang kemudian heboh berkepanjangan. Jika benar Ahok menista Islam seperti yang dituduhkan, pastilah mereka yang pertama kali marah. Seperti kata sejumlah pemuka masyarakat setempat, seandainya Ahok berbuat sebagaimana dituduhkan, “dia tidak akan bisa keluar dari pulau ini.”

Sambutan hangat yang mendekati histeria massa itu saya kira merupakan cara mereka menyatakan betapa tidak benarnya tuduhan terhadap Ahok tersebut. Itu pula tampaknya cara mereka berterima kasih kepada Gubernur Ahok untuk program-program penyejahteraan yang diterapkannya di sana, baik yang mulai berjalan maupun sejumlah rencana gamblang yang mudah dipahami dan dipercaya penuh pewujudannya oleh mereka.

Sambutan dengan kasidahan rebana itu juga cara warga Pulau Pramuka menunjukkan bahwa mereka tidak mau, tidak sudi, turut membenci dan menista orang yang justeru sedang berupaya membantu meningkatkan taraf hidup mereka dengan program-program pemerintah yang jelas, yang selama berpuluh tahun tidak pernah mereka rasakan sebagai warga ‘luar Jakarta’; warga kepulauan yang kesejahteraannya tak pernah ada di posisi cukup tinggi dalam skala prioritas Pemda DKI. Kampung mereka hanya dipentingkan oleh sejumlah kecil orang Jakarta superkaya yang membeli pulau-pulau tetangga sebagai milik pribadi untuk bersantai dan mendongkrak gengsi.

Mereka tak terima bahwa dengan posisi yang konstan dimarjinalkan itu, forum dialog mereka bersama Gubernur DKI justeru dimanipulasi untuk memfitnah sang gubernur, hanya karena ia boleh jadi keseleo lidah, dan untuk itu ia bahkan sudah beberapa kali mohon maaf kepada siapa saja yang merasa tersinggung.

Kemarinlah, ketika Gubernur Ahok kembali berkunjung setelah pidato lumrah yang kemudian didesain jadi menggemparkan, merupakan hari bagi warga Pulau Pramuka untuk memuntahkan gumpalan kemarahan atas segala bentuk manipulasi yang mengatasnamakan forum dan kampung halaman mereka.

Menyaksikan antusiasme yang mengharukan itu, saya duga pasangan Basuki-Djarot dalam pilgub 15 Februari nanti akan menang mutlak di Pulau Pramuka dan pulau-pulau sekitar. Saya tidak akan terkejut jika raihan mereka mendekati 100 persen.

Dan semua orang tahu bahwa Ahok sudah memenangkan kontes ini — terlepas dari hasil nyata pilgub nanti. Tingkat gairah simpati dan dukungan terhadap Basuki-Djarot tidak mungkin ditandingi oleh kedua pasangan lawannya — sebagaimana bisa dirasakan oleh mereka sendiri.

Ahok telah menjadi gubernur di hati warga.

Rebana Pulau Pramuka akan bergema ke seluruh wilayah Ibukota.


@hamid basyaib


Aroma Busuk Terkuak, Anies Baswedan Terlibat Kasus Suap Proyek VSAT

DUNIA HAWA - Kalau Sylviana Murni kena kasus dugaan korupsi dua proyek sekaligus, yaitu korupsi dana pembangunan Maajid Wali Kota Jakarta pusat dan korupsi dana Bansos, maka nasib Anies Baswedan masih lebih agak beruntung hanya kena satu kasus korupsi yang menjeratnya, yaitu proyek VSAT Komunikasi jarak jauh berbasis satelit di Kemenkominfo.


Bagaimana Jakarta bisa aman APBD-nya yang sebesar Rp 72 triliun itu jika dipimpin oleh pemimpin bermental korup. Warga DKI Jakarta tidak akan mungkin memilih kedua pemimpin yang terlibat dalam pusaran pat korupsi karena sudah ada pemimpin bersih yang berprestasi didepan mata, Basuki Tjahaja Purnama.

Yang jelas Anies Baswedan ini kena karmanya. Setelah acara debat pilkada DKI putaran kedua, Anies Baswedan mencetuskan gerakan memulangkan Ahok ke Belitung agar Jakarta bebas dari kotak-kotak.

Padahal kalau mau dibandingkan dengan Anies Baswedan, Ahok lebih dulu injak Jakarta. Sejak SMA Ahok sudah di Jakarta. KTP-nya KTP Jakarta. Kuliah S1 di Jakarta, ambil S2 di Jakarta, kerja di Jakarta, nikah di Jakarta, anaknya lahir di Jakarta.

Selama ini banyak orang yang salah kaprah yang berpikir Ahok datang dari Belitung. Padahal, ia besar di Jakarta, hanya memang Ahok lahir di Belitung. Jadi kalau Anies Baswedan bermimpi ingin memulangkan Ahok ke Belitung, tunggu Lebaran Kuda saja ya.

Belangnya Anies Ketahuan, Sanusi Jilid II, Santun Tapi Korupsi


Hari ini Komite Aksi Mahasiswa Untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) melakukan demo di depan Gedung KPK mendesak KPK segera mengusut kasus korupsi yang melibatkan Anies Baswedan dalam proyek VSAT (Very Small Aperture Terminal) di Kemenkominfo.

Fee proyek sebesar Rp 5 miliar ditransfer ke rekening adik Anies Baswedan yang bernama Abdillah Rasyid Baswedan. Bukti transfernya sudah ada ditangan Kamerad, mau ngeles bagaimana lagi? Tugasnya KPK untuk menuntaskan borok itu.

KPK adalah lembaga antirasuah yang professional dan saya yakin mereka akan mengedepankan transparasi dalam mengusut sampai dugaan korupsi proyek VSAT itu.

Track Record dan Kredibilitas Kamerad Sudah Teruji


Organisasi kemahasiswaan itu pernah menyuarakan penegakan hukum terkait  korupsi pengadaan UPS pada Anggaran APBD DKI Jakarta tahun 2014 sehingga Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan lima tersangka, yaitu Alex Usman, Zaenal Soleman, ‪Muhammad Firmansyah dari Fraksi Partai Demokrat dan Fahmi Zulfikar dari Fraksi Partai Hanura, dan Dirut PT Offistarindo Adhiprima, Harry Lo.

Selain itu, Kamerad juga pernah berdemonstrasi di depan Mabes Polri mendesak Bareskrim Polri segera menuntaskan dugaan korupsi pengadaan layanan pembuatan paspor secara elektronik di Kementerian Hukum dan HAM pada Juli 2014, yang  melibatkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana.

Maling Ngaku Penjara Penuh


Ungkapan ini ada benarnya. Mana ada seseorang yang berbuat jahat mengakui kejahatannya? Contohnya Rizieq Shihab, mana mau dia ngaku telah melecehkan Pancasila? Ia justru ngeles bahwa video itu hasil editan. Jurus ngibulnya Rizieq Shihab itu adalah bentuk statement yang berlebihan di atas ambang batas kewajaran.Setelah digempur Polisi, baru dia berkilah minta difasilitasi segala dengan pelapornya.

Begitu pula dengan Tim pemenangan Anies Baswedan yang membantah bahwa Anies Baswedan telah menerima imbalan dari proyek VSAT (Very Small Aperture Terminal) senilai Rp5 miliar saat menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Mereka menuding bahwa ini adalah black campaignsebagai bentuk kepanikan para rivalnya Anies Baswedan. Black campaign dari Hngkong? Mana ada maling ngaku? Bukti transfer nyata-nyata ada kok dibilang black campaign?

Yang jelas, korupsi hanya bisa terjadi dalam jalinan kekuasaan yang terbentuk dari kumpulan dan persekongkolan elit birokrat dan pengusaha. Kebaikan bisa dilakukan oleh siapapun, namun untuk mengingkari kejahatan korupsi belum tentu semua orang bisa.

Kura-kura begitu.

@argo javirez

Pak Anies, Berkacalah Sebelum Pulangkan Ahok Ke Kampung Halaman

DUNIA HAWA - Anies Baswedan, cagub nomor 3 yang memang benar-benar sudah berubah. Semakin mendekati hari pemilihan, semakin terlihat karakternya yang bertolak belakang. Kesantunan terkikis digantikan oleh kenyinyiran. Bahkan sekarang sudah bukan nyinyir lagi, melainkan sudah masuk dalam tahap judes bin pedes.


Saat bertemu dengan alumni Universitas Indonesia di Inn Sofyan Hotel Tebet kemarin, Anies mengajak warga untuk sama-sama menyelamatkan Jakarta dari kepemimpinan Pemprov DKI saat ini.

Menurut Anies, saat ini nilai rapor kinerja Pemprov DKI Jakarta merah. “Kalau rapornya merah diluluskan apa nggak? Nggak usah ikut lagi. Tapi kalau maksa mau ikut, ya terpaksa kita hentikan,” kata Anies.

Sepertinya Anies tidak pernah mengaca. Menyerang calon lain tanpa pernah introspeksi diri. Menyindir Ahok tanpa pernah sadar dirinya juga dapat rapor merah makanya dipecat oleh Jokowi.

Siapa pun tahu Anies dipecat dan direshuffle semasa menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kalau namanya dipecat berarti kinerja tidak bagus, tidak sesuai harapan. Penelitian Ombudsman pun memberikan peringkat 22 pada Kemendikbud dari 22 kementerian. Prestasi yang luar biasa karena peringkat pertama dari belakang.

Dan tanpa rasa malu, Anies menyanggah bahwa itu peringkat sebelum menjabat padahal waktu penelitian jelas-jelas menunjukkan masa jabatan Anies. Hahahaha, ingin menyangkal dengan memberikan kebohongan. Sama saja dengan membuang rasa malu dengan mencari malu yang lain. Dengan pedenya mengatakan peringkat Kemendikbud naik ke posisi 9 setelah dia selesai. Belum tentu juga itu karena dia, kalau bagus kinerjanya, rasanya ngakak aja dia dipecat. Berarti maksudnya Jokowi buta sehingga orang sehebat Anies diganti begitu saja? Menurut saya sih, Anies yang buta hati dan tidak bisa dipercaya.

Anies mengatakan dia dan Sandiaga Uno tak ingin menantang paslon Ahok-Djarot. Dia hanya ingin menghentikan petahana. “Dengan rapor merah itu kita ganti saja. Jadi beliau kita siapkan untuk kembali ke kampung halaman, dan Jakarta dibebaskan dari kotak-kotak,” ujar Anies.

Lagi-lagi Anies tidak sadar kalau dia sendiri yang diganti dari menteri, masih juga tidak sadar dan bercermin diri. Rapor merah? Bukankah Kemendikbud yang dapat rapor merah sehingga dia direshuffle?

Anies terlihat seperti ingin menggiring atau melakukan framing dengan menimpakan ketidakbecusannya sebagai menteri kepada Ahok. Dia yang salah, dia pula yang salahkan Ahok. Dia yang dapat rapor merah, dia juga yang bilang kinerja Pemprov DKI dapat rapor merah. Sudah itu, seenaknya pula bilang mau siapkan Ahok pulang kampung. Memangnya Ahok pendatang atau imigran ilegal, pake acara pulangin ke kampung? Paling nanti dia yang pulang kampung.

Demi sebuah kekuasaan, nyinyir pun dijadikan komoditi. Bukannya berniat membangun Jakarta, Anies seperti lebih berniat untuk berperang dengan Ahok, dan menumbangkan kekuasaannya. “Nanti tanggal 15 bergerak semua dengan peran masing-masing agar Jakarta bisa berubah dan petahana dicukupkan tugas sampai di sini,” kata Anies.

Maaf ya Pak Anies, sepertinya Pak Ahok masih akan bertugas sampai 5 tahun ke depan, dan sepertinya Pak Anies sendiri yang dicukupkan tugas sampai ke sini. Ahok sudah cukup membuat perubahan nyata untuk Jakarta. Tinggal berikan kesempatan pada Ahok untuk melanjutkan pembangunan dan tinggal ditagih janjinya menyulap Jakarta setara Singapore dan Tokyo sebelum perhelatan Asian Games 2018.

@xhardy


Diduga Ada Telepon dari SBY ke Ketua MUI tentang Fatwa Penistaan Agama

DUNIA HAWA - Semakin panas saja! Luar biasa kesaksian Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin pada sidang ke-8 kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hari ini 31 Januari 2017. Tentu saja dari awal kita sudah memprediksikan bahwa MUI tidak mungkin menjilat ludahnya sendiri, dan pastilah hari ini kesaksiannya akan merugikan Ahok. Ternyata memang benar. (Baca juga: Dilihat dari Daftar Saksi, Sidang Pekan Ini Krusial untuk Ahok)


Setelah menjelaskan latar belakang keluarnya sikap keagamaan dari MUI tentang kasus Ahok dan membantah tuduhan keberpihakannya kepada pasangan calon nomor urut 1 Agus/Sylvi, ternyata perdebatan kuasa hukum Ahok dengan saksi dilanjutkan pada terungkapnya dugaan telepon dari Presiden Republik Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono kepada Ma’ruf Amin.

Entah benar atau tidak, tapi tim kuasa hukum Ahok mengaku memiliki bukti telepon tersebut. Berikut pernyataan Ahok, tim kuasa hukumnya dan jawaban Ketua MUI pada persidangan hari ini.

“Apakah pada hari Kamis, sebelum bertemu paslon (pasangan calon) nomor satu pada hari Jumat, ada telepon dari Pak SBY pukul 10.16 WIB yang menyatakan, pertama mohon diatur pertemuan dengan Agus dan Sylvi bisa diterima di kantor PBNU, kedua minta segera dikeluarkan fatwa tentang penistaan agama?” kata Humphrey (kuasa hukum Ahok) kepada Ma’ruf yang kemudian dibantah.

“Saudara tahu konsekuensinya jika memberikan keterangan palsu, siapa pun itu,” kata Humphrey.

“Untuk itu, kami akan berikan dukungannya (buktinya),” kata Humphrey.

“Saya berterima kasih, saudara saksi ngotot di depan hakim bahwa saksi tidak berbohong, kami akan proses secara hukum saksi untuk membuktikan bahwa kami memiliki data yang sangat lengkap,” kata kuasa hukum Ahok dalam persidangan.

Dugaan Telepon dari SBY Mendorong Dikeluarkan Fatwa


Seperti yang kita ketahui, SBY adalah Ketua Umum Partai Demokrat yang mengusung anaknya sendiri Agus Harimurti Yudhoyono menjadi calon gubernur DKI Jakarta 2017-2022. Tentu saja seorang SBY pastilah berpihak kepada kepentingan anaknya, dan ini kita maklumi saja lah ya, namanya juga bapak ya sayang sama anaknya. Tapi yang menjadi tidak benar adalah jika menghalalkan segala cara untuk memenangkan sang anak.

Kita juga tahu bahwa ada pertemuan antara pasangan nomor urut 1 dengan beberapa ulama di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada 7 Oktober 2016 lalu. Pada pertemuan itu Ketua MUI ini mengatakan bahwa warga NU siap mendukung Agus/Sylvi.

“Pak SBY telepon saya waktu beliau jadi presiden, saya dulu yang ditampilkan Pak SBY di Senayan (waktu kampanye pilpres). Saya juga yakin bahwa PBNU suka yang santun, bersahaja, baik, pintar. Dan itu ada di Agus-Sylvi,” kata Kyai Ma’aruf Amin.

“Saya yakin pula bahwa warga NU siap mendukung Agus-Sylvi di pilgub DKI. Meski kita bukan parpol namun kami juga bisa mendukung dengan cara mendoakan,” lanjutnya yang dapat ditemukan disini.

Jika benar ada telepon dari SBY pada 7 Oktober 2016 pagi hari itu, bagi saya benar-benar licik kubu Cikeas ini. Apa pentingnya seorang mantan presiden mendorong-dorong pengeluaran fatwa penistaan agama jika ia adalah seorang negarawan yang mencintai kerukunan dan ketenteraman negeri ini?

Jika benar ada permintaan demikian, berarti semakin terang benderanglah arti dari lebaran kuda yang SBY ucapkan pada 2 November 2016 lalu. Sudah jelas ini adalah upaya untuk memprovokasi masyarakat, karena kepentingan politiknya sudah jelas terbukti dari adanya telepon ke Ketua MUI pada 7 Oktober 2016 itu.

Jika benar ada dorongan seperti ini, kubu Cikeas bisa-bisa ‘habis’. Habis kewibawaannya sebagai kubu yang berkuasa selama 10 tahun memimpin negeri ini, habis peluangnya sebagai calon nomor urut 1 untuk memenangkan Pilkada DKI 2017, dan habis juga kepercayaan rakyat kepada mereka beserta orang-orang di sekitarnya. Habislah!

Serangan Balik yang Cantik dari Ahok


Terungkapnya dugaan telepon ini sungguh adalah bukti kecerdasan kubu Ahok, tentunya terutama tim penasehat hukumnya. Entah bersumber dari mana, tindakan membuktikan adanya telepon dari orang yang mempunyai kepentingan politik untuk mendorong pengeluaran fatwa penistaan agama terhadap lawan politiknya adalah serangan yang sangat cantik dari kubu terdakwa.

Meskipun tidak diakui oleh saksi (Ketua MUI), pihak Ahok ternyata memiliki buktinya. Jadi saya yakini ini bukanlah tuduhan ataupun fitnah belaka yang sebenarnya kerap dilakukan oleh kubu yang berseberangan dengan Ahok dalam kasus ini.

Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Sekali berhasil membuktikan adanya telepon dorongan dari SBY tersebut, maka otomatis akan menghancurkan obyektivitas dari fatwa ataupun sikap keagamaan MUI dan sekaligus memukul balik kubu MUI yang memang memiliki peran yang besar dalam bergulirnya kasus ini sampai ke pengadilan. Saya dukung Ahok untuk melaporkan hal ini ke polisi atas dugaan pemberian keterangan palsu di persidangan.

Ahok mengungkapkan bahwa Ma’ruf tidak pantas untuk menjadi saksi karena tidak objektif. Dan kita ketahui juga bahwa saksi itu hanya boleh mengungkapkan fakta dan tidak boleh mengeluarkan opininya (berdasarkan penjelasan Asep Iriawan di Kompas TV). Jika sudah begini, maka bagi saya sudah selayaknya kesaksian ketua MUI beserta sikap keagamaannya ini dikesampingkan oleh Majelis Hakim dalam memberikan keputusannya nanti. Kata penutup Ahok atas keberatannya terhadap kesaksian ketua MUI ini juga sangat menggetarkan hati saya.

“Percayalah, sebagai penutup, kalau Anda menzalimi saya, yang Anda lawan adalah Tuhan yang Mahakuasa, Maha Esa. Saya akan buktikan satu per satu dipermalukan. Terima kasih,” ujar Ahok.

Penutup


Satu lagi aib terbongkar di persidangan Ahok ini. Benar-benar dampak sidang ini begitu besar terhadap kejernihan kasus ini, memang benar keputusan Ahok untuk menjalani persidangan ini. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Memang sakit dan lelah rasanya harus mengikuti persidangan ini, namun hingga saat ini dampak positifnya terhadap kecerdasan warga dan masa depan bangsa ini tidaklah sedikit.

Entah apakah SBY akan dipanggil menjadi saksi dalam persidangan ini untuk membuktikan kesaksian Ketua MUI hari ini yang menyatakan tidak ada telepon darinya pada hari itu. Kalau sampai terjadi, seram juga ya…… Kubu Cikeas pasti tidak akan terima dan jangan sampai ada permainan apa lagi di belakang….

Semakin terang benderang kasus ini, kita harapkan para hakim pada akhirnya dapat memberikan sepotong keadilan kepada Ahok dan secercah cahaya terang kepada negeri yang kita cintai ini.

Dari sebatang pohon yang ingin berdiri kokoh dan tegar di tengah badai dan topan……

@aryato famili



Mayoritas yang Diam Akan Menentukan Pilihannya untuk Ahok

DUNIA HAWA - Ibu Megawati Soekarno Putri, dalam pidato HUT ke-44 PDI-P (10/1) menyampaikan bahwa sudah saatnya silent majority bersuara dan menggalang kekuatan. Saya percaya, tidak lama lagi silent majority akan bersuara, momentumnya adalah saat pemilihan Pilkada DKI Jakarta. Mereka akan menentukan pilihannya terhadap Ahok-Djarot. Mengapa?


Beberapa Fakta


Hal ini bisa dijawab dengan beberapa fakta. Pertama, kasus yang melibatkan Ahok sudah terbukti sangat politis. Sampai saat ini tidak ada bukti kuat yang ditujukan pelapor bahwa Ahok telah menista agama. Dalam persidangan, kebohongan-kebohongan terus dipertontonkan oleh aktor politisasi agama. Saksi-saksi yang dihadirkan juga tidak berkompeten di mata hukum. Silent majority tahu betul bahwa ada kriminalisasi atas kasus penistaan agama ini.

Kedua, isu SARA yang ditujukan kepada Ahok oleh oknum-oknum politik maupun para haters Ahok adalah bumerang bagi mereka sendiri. Silent majority tidak bisa dibohongi dengan isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA). Publik akan tetap berpegang teguh pada rasionalitas dan rekam jejak masing-masing pasangan calon. Mereka yang selama ini diam, tidak bisa diadu-domba dengan benturan politik melalui cara-cara penggadaian agama dan provokasi kebencian.

Ketiga, Ahok adalah calon yang terbaik dari kedua calon lainnya. Ahok telah membuktikan kepemimpinannya dengan prestasi yang membanggakan. Sudah banyak keberhasilan-keberhasilan yang dicapai oleh Ahok sejak menjabat sebagai Anggota DPRD Belitung dan Bupati Belitung hingga menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tidak heran jika pada 2015 Ahok dinobatkan sebagai “Man of The Year”/pemimpin terbaik se-Asia oleh Globel Asia.

Keempat, dalam debat Pilkada DKI Jakarta Ahok merupakan calon paling konkrit dan realistis dalam memecahkan problem Ibu Kota. Pasangan lain terlalu sibuk menghujat kinerja Ahok dengan faktualitas data yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Sehingga wajar jika dalam media sosial trend dukungan pubik terhadap Ahok sangat menguat pasca debat.

Ini menunjukkan bahwa publik Jakarta sangat rasional. Mereka tidak mudah disentuh perasaannya dengan politisasi agama. Publik lebih memilih pemimpin yang terbukti kinerjanya daripada yang minim pengalaman dan belum bisa memberi bukti atas kepemimpinannya.

Meskipun berbagai provokasi kebencian yang dibangun melalui informasi hoax mengalir sangat deras di media sosial, namun publik sadar akal sehat akan tetap menjadi prioritas untuk menentukan pilihannya. Publik percaya bahwa provokasi kebencian sama sekali tidak akan membuat keteduhan dalam perpolitikan di DKI Jakarta.

Kembali Menjadi Indonesia


Pemilihan Pilkada yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini merupakan momentum untuk menggalang kekuatan untuk kembali menjadi Indonesia. Yaitu kembali menjadi warga negara yang sadar bahwa sejak awal Indonesia sudah mentasbihkan diri sebagai bangsa yang multiras, multietnik, multiagama, dan multikebudayaan.

Menjadi warga negara yang tidak membiarkan isu-isu SARA dibawa ke dalam kampanye politik, karena itu dapat memecahkan belah persatuan dan kesatuan bangsa yang sangat plural ini.

Sudah saatnya kita kembali meneguhkan bahwa keragaman di negeri ini merupakan fitrah kehidupan manusia yang heterogen dan inti kehidupan berbangsa dan bernegara. Realitas keragaman ini merupakan anugerah Tuhan yang mesti diterima dan disyukuri dengan cara menjaganya dari berbagai bentuk ancaman.

Sudah saatnya kita kembali menguatkan sikap toleransi di tengah-tengah perbedaan dan keberagaman dengan bersikap arief dan bijaksana. Sebagaimana menurut Budhy Munawwar Rachman, bahwa sikap ini adalah pertalian sejati kebhinnekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversity within the bonds of civility).

Di tengah-tengah panasnya suhu pilkada serentak 2017 ini, kita mesti mendefinisikan diri kita sebagai masyarakat yang toleran, dialogis dan dinamis. Perbedaan, baik dalam agama, politik, sosial, maupun ekonomi adalah potensi toleransi, yaitu untuk memajukan masyarakat dari keterbelakangan.

Bisa jadi nilai-nilai pluralisme sewaktu-waktu akan runtuh akibat suhu politik, agama, sosial budaya yang memanas dan memungkinkan konflik muncul. Selanjutnya akan terjadi pergeseran nilai-nilai kemasyarakatan seperti hilangnya nilai toleransi, saling menghargai, dan menghormati.

Sebagaimana tesis Samuel Huntington dalam The Clash of Civilization yang meramalkan bahwa konflik antarperadaban di masa depan tidak lagi disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, politik dan ideologi, tetapi akan dipicu oleh masalah suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

Tentu, kita semua tidak menginginkan semua itu terjadi. Saya percaya, mayoritas rakyat Indonesia mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila sebagai jiwa bangsa. Karena itu, silent majority akan selalu berpihak terhadap Ahok-Djarot karena sudah terbukti kinerjanya. Politik murahan seperti membawa isu SARA tidak akan merusak rasionalitas publik Jakarta.


@ahmad hifni


Pesan Ahok Kepada Lawan Politiknya di Kepulauan Seribu

DUNIA HAWA - Masih begitu jelas diingatan kita, kasus penistaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka, begitu beraroma politik. Namun sekarang sudah berbeda, Ahok dengan tetap tenang dan menikmati status tersangkanya, hingga debat kedua Cagub berlangsung, Ahok sepertinya sudah melupakan itu semua. Toh, yang ngotot melaporkannya juga kini baru saja ditetapkan sebagai tersangka dengan kasus-kasus yang kian menjeratnya.



Baru-baru ini Basuki Tjahaja Purnama melakukan blusukan di Kepulauan Seribu, tempat dimana dia dituduh menistakan agama Islam. Namun siapa sangka, belum turun dari kapal, warga Kepulauan Seribu, terus berseru “Hidup Ahok-Djarot!” Saya terharu, bagaimana mungkin orang yang dituduh menistakan agama di tempat ini malah disambut sebegitu meriahnya. Logika sederhananya seperti ini, ‘Jika saya menghina seseorang, tentulah saya pasti ditolak apabila saya bertandang ke kediamannya.’

Namun kenyataannya, dimana orang yang merasa terhina di Kepulauan Seribu sebagaimana yang selama ini FPI tuduhkan. Bukankah jelas, FPI disini posisinya bukan sebagai pembela Islam, namun perusak Islam.

Blusukan ini, bukan hanya sekedar kampanye melainkan ada pesan penting yang ingin disampaikan Ahok kepada lawan-lawan yang ingin menjatuhkannya. Ada beberapa pesan yang bisa saya tangkap dari blusukan Ahok di Kepulauan Seribu.

1. Menyakini Umat Muslim Indonesia Dia Tidak Bersalah


Sempat simpang siur apakah benar Ahok melakukan penghinaan atau tidak, namun jumlah massa 411 dan 212 sempat membuat paradigma sebagian besar umat Muslim percaya, bahwa Ahok sang penista agama. Ahok melihat ini sebagai sebuah keseriusan, dia tidak ingin dituduh sebagai sang penista, karena dengan tuduhan itu, dia juga sudah menistakan saudara angkatnya. Jadi, ketika meminta maaf tidak bisa menyakini umat Muslim bahwa dia tidak bersalah, satu-satunya cara adalah datang langsung ke TKP (Tempat Kejadian Perkara), cara ini terbukti ampuh untuk menyakini Muslim Indonesia terkhusus Jakarta, bahwa bagaimana mungkin dengan status tersangka Ahok, dia disambut begitu antusias oleh warga yang menyaksikan langsung pidato Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu.

2. Mengagalkan Rencana Busuk FPI


Ini hal penting untuk diketahui, semenjak kasus penistaan agama Islam yang dituduhkan kepada Ahok, massa dari FPI terus mendampingi jalannya persidangan, mewanti-wanti, serta menekan Hakim untuk segera memenjarakan Ahok. Namun cukup hanya satu perjalanan blusukan, Ahok membuat massa FPI kian bungkam, ketika tahu Ahok disambut bak pengantin di Kepulauan Seribu. Bisa dipastikan di persidangan berikutnya, jumlah massa yang menuntut Ahok dipenjara akan berkurang, pergi satu per satu. Toh, warga asli Kepulauan Seribu gak ada yang protes kok.

3. Mendapatkan Simpati Warga Jakarta


Kasus tersangka ternyata membawa banyak untung daripada ruginya kepada Basuki Tjahaja Purnama. Dari berbagai kalangan sampai ulama pun berdatangan membela Ahok, salah satunya dari warga Kepulauan Seribu “Pak Ahok..Pak Ahok, semangat Pak.” Dan tak jarang juga warga bernyanyi untuk menyemangati Basuki Tjahaja Purnama “Pak Ahok siapa yang punya, yang punya kita semua,” nyanyi mereka dengan semangat.

Melihat dukungan yang besar kepada Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu, sepertinya rakyat Kepulauan Seribu tidak peduli dikatakan kurang beriman karena memilih pemimpin kafir seperti mana yang dikatakan Habib Novel “Warga Kepulauan Seribu kurang beriman.”
Memang kalau kita bekerja untuk kebenaran, sering sekali banyak orang yang menentangnya. Ketika kita ingin membuat perubahan, tak jarang ada golongan-golongan tertentu yang mencoba untuk menghentikannya karena merasa dirugikan. Itulah yang sedang dikerjakan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot, dan kita harus berdiri dipihak yang mau melakukan perubahan kearah yang lebih baik, tanpa pandang agama, ras, atau suku.


@christovel silaban


Permainan Catur Pakde

DUNIA HAWA - Jadi gini ceritanya. Pakde itu udah tahu bahwa tekanan ke dia akan sangat keras ketika sulur-sulur mafia di Indonesia diputus.


Maka ia pasang pak Tito sebagai benteng untuk menahan gelombang tekanan ke dirinya. Dan ini langkah yang sangat tepat. Bahasa sundanya, "De rait men in de rait taim en de rait ples.." Ngerti ora, son?

Perang Politik Jokowi


Dan benar, tekanan dimulai dengan gelombang pertama di 411. Pakde tidak langsung memukul lawan, tapi membuka pertahanan. "Silahkan demo sebesar apapun, ntar dilarang kowe ngamuk..". Yang penting aman, itu kuncinya..

Lawan kemudian menggelar demo besar, padahal pertahanan yang dibuka pakde itu sebenarnya jebakan cinta..

Demo 411 itu adalah bukti terang dari rapat-rapat gelap yang selama ini terekam diam-diam, dan juga memancing bukti aliran dana keluar..

Nah, berdasar bukti rekaman dan demo yang terjadi hasil rapat gelap itu, para pion dicokoklah dari tempatnya masing-masing. Di interogasi dengan tudingan makar, mereka tidak ada yang bisa membantah, wong bukti rekaman ada.

Ada kabar, salah seorang pion yang kepalanya botak bahkan nangis-nangis dan akhirnya bernyanyi.. "Menangislah, jika harus menangis, karena kita semua manusiaaa..."

Nah, tangisan dengan nyanyian ini menuju pada satu pion penting, yang memegang aliran dana, wanita yang menjadi ketua Yayasan Keluarga Cemara. Kita sebut dia tante Sonja. Ketahuan deh, aliran dananya dari siapa menuju kesiapa.

Ohya, Yayasan Keluarga Cemara itu dewan pembinanya adalah mantan panglima pasukan bumi bulat yang pindah ke bumi datar, bernama Johan..

Gadget tante Sonja pun dioprek untuk melihat dalamnya, ada pembicaraan apa kepada siapa. Oprekan hasil pembicaraan itu mengejutkan. Disana ada kuda, ada kadal, ada biawak, ada kambingnya juga.. Macam2lah..

Hasil oprekan kemudian dijadikan "senjata" menjelang demo besar ke dua, yaitu 212. "Lu boleh demo, tapi lu jamin aman ya, soalnya pakde akan datang ke acara. Dan jam 13 bubar, kalo gak gua buka nih isi percakapan...". Kodenya, kandang kambing.. Entah kenapa bunyi kodenya begitu..

Oke, si kandang kambing pun berjanji. Seperti kita tahu, demo 212 akhirnya aman dan lancar...

Tapi penyelidikan berjalan terus. Ke siapanya udah tahu, sekarang darimana sumber aliran dananya...

Dan karena sudah mulai mengerucut, tiba2 ada yang panik keras dan akan men-somasi tante Sonja. "Keluarga cemara merasa namanya dipakai untuk kegiatan yang tidak2.." Kata salah seorang dari keluarga cemara. Sebut saja namanya Fredy, yang dikenal dengan kode bidadari 1.

Aneh juga, padahal tante Sonja atas nama Yayasan Keluarga Cemara sempat buat aksi sosial kemana2 dan tidak ada protes. Kenapa baru sekarang ya protesnya?

Situasi ini membuktikan memang ada ikatan antara keluarga cemara dan keluarga ciracas, sesuai dengan alur yang pernah beredar.

Mereka memang punya kepentingan yang sama, sejak Pentol sumber makanan mereka dipotong habis pakde. Gimana gak ngamuk, di Pentol mereka panen mulu sampe mereka pernah mengumpulkan uang total ratusan triliun rupiah..

Nah, bagaimana nasib kandang kambing dan keluarga ciracas? Entar aja ya, kapan2 ceritanya.. dah ngantuk nih.. gada kopi ma rokok jg tinggal sebatang.. Bye.. with LOBE.

@denny siregar