Sunday, January 29, 2017

Transkrip Bibib dan Firza Selingkuh, Nyata atau Hoax?

DUNIA HAWA - Seperti kebiasaan saya yang ngetem melototin berita dari media online di Indonesia, tadi malam pun begitu. Ditemani air putih dan kentang goreng yang setia bersama saya di malam super dingin Luxembourg.


Saat membuka satu forum di internet mata saya terbelalak dengan beredarnya sebuah video transkrip percakapan antara Bibib dan salah seorang tersangka makar Firza Husein. Saya bolak-balik putar video tersebut (bahkan download) karena takut keburu ilang itu link hehe. Ntar kan bisa ditunjukin ke temen-temen disini sebagai bahan diskusi pas makan siang bersama di rumah. Saya suka gitu deh orangnya, suka bagi-bagi informasi yang kekiri-kirian jiahahaha.

Melihat transkrip dan gambar-gambar di video itu membuat saya deg-deg an. Wadauw kalo ini benar adanya, wah abislah era kejayaan para cecingkrangan (kejayaan semu dan khayalan para begoers). Terlihat percakapan seksual antara mereka berdua, sangat vulgar dan bikin merinding. Foto-foto seronok si wanita yang tanpa selembar benangpun ada. Hahay…jelas bikin pening pala Bibib lah. Putih mulus gitu dengan percakapan yang luar biasa heboh.

Dalam video pertama tersebut si Anonymous yang mengupload mengatakan akan ada video-video susulan yang lebih heboh. Itu baru permulaan. Oh malang nian nasib Bibib bila video tersebut nyata adanya. Dan sekarang video sudah tersebar dengan sukses. Betapa akan ditaruh dimana muka Bibib. Mau ditinggal di rumah kok ngga mungkin hahaha.

Setelah melihat video tersebut saya ngga ada kepikiran bikin artikel karena ngga gitu yakin dengan isinya. Takut cuman editan alias hoax. Begitu bangun saya langsung cek berita online, berharap ada berita susulan mengenai video tadi malam. Jreng jreng…ketemu. Ternyata telah ada di youtube. Video atau rekaman suara curhat kekesalan si wanita mengenai kelakuan Bibib. Wah tambah seru kisahnya. Suara si wanita terdengar meledak-ledak penuh kemarahan dan kekesalan yang memuncak. Curhat panjang lebar seorang wanita yang merasa telah dipermainkan cintanya oleh Bibib.


Sebagai sesama wanita terus terang saya bingung, kok ada ya wanita secantik Firza jatuh cinta sama Bibib yang gitu. Memang selera berbeda-beda ya hehehe. Mungkin si wanita jatuh cinta karena melihat Bibib yang syuuuuper bahenol, pandai memanipulasi orang dan ahli dalam memprovokasi pengikutnya. Bahkan dalam salah satu transkrip terlihat si wanita menyebut Bibib dengan sebutan “paduka yang mulia”. Stress …#tepokjidat3x

Sekarang mari kita analisa mengenai kebenaran video tersebut. Sampai saat saya menulis artikel ini ada 3 upload an video yang sudah beredar.

Bilamana video tersebut adalah nyata dan benar adanya, maka akan timbul pertanyaan besar.

• Bagaimana mungkin history percakapan whatsap antara Bibib dan Firza bisa beredar dan didapatkan oleh si Anonymous?

• Siapakah Anonymous yang berhasil mendapatkan transkrip dan rekaman percakapan Bibib dan Firza?

• Apa motif Anonymous menyebarkannya?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya bisa dijawab oleh ahlinya. Saya tidak berani membuat kesimpulan berdasar potongan transkrip.

Bilamana video tersebut adalah hoax atau editan, maka pertanyaan yang timbul di benak saya adalah:

• Kualitas hasil editan apakah bisa sebagus itu?

• Darimana pula foto-foto vulgar si wanita didapat?

• Apakah rekaman curhat dari si wanita yang sangat meyakinkan bisa diabaikan?

Itulah hal-hal yang berkecamuk dipikiran saya…hmmm kumat sok alay saya. Terlepas dari apakah video itu nyata ataukah hoax tetap saja telah mampu membuat hari saya menjadi terlihat lebih cerah. Membayangkan perasaan Bibib hancur lebur dan ketakutan, merasa terteror, merasa terhina seperti yang dia lakukan terhadap Ahok dan jutaan rakyat Indonesia membuat saya sedikit senang.

Ada saatnya seseorang memanen apa yang telah ditanamnya. Saat seseorang menebar kebencian maka akan didapatnya kebencian yang lebih besar, saat seseorang menabur teror maka teror yang lebih menakutkan akan menimpanya. Saya kira hanya itu yang dapat menjelaskan apa yang terjadi pada Bibib saat ini.


Semoga video-video yang menghinakan Bibib itu tidaklah seperti yang saya bayangkan #inginitubenar.

Selamat deg-deg an selalu wahai paduka yang mulia Bibib !


@aan augus


Korelasi Palu Arit dengan 411 Dan 212

DUNIA HAWA - Beberapa waktu terahir ini telah terjadi kegaduhan mengenai gambar dan logo uang kertas baru yang kini telah beredar di masyarakat. Menurut Imam besar FPI Habib Rizieq dan beberapa orang yang sepemahaman dengan beliau, uang baru ini berlogo “palu arit” yang nota bene adalah lambang komunis, yang jelas-jelas kafir! Sedangkan menurut yang seorang lagi, gambar pahlawan yang terdapat pada uang tersebut adalah gambar pahlawan kafir! Dengan kata lain, uang baru ini adalah uang kafir! Menurut penulis sendiri, ketika berada ditangan orang lain, kemungkinan bisa saja uang ini uang kafir. Akan tetapi ketika berada dikantong penulis, penulis bisa memastikan uang ini halal!


“Tidak ada asap kalau tidak ada api!” Untuk apa orang mengkafir-kafirkan “asap”(uang) kalau tidak ada yang “memesannya?” Lalu kenapa ada orang yang membuat api, karena pasti akan ada orang yang perih matanya terkena asap? Mari kita ulas dengan seksama korelasi api asap ini.

Semenjak era reformasi dan otonomi daerah dimana pilkada diadakan secara langsung, uang cash memegang peranan sangat penting untuk “memulai pertempuran lewat serangan fajar demi memenangkan peperangan!” Rakyat negeri yang mulai hedonis ini, tak sungkan menempelkan stiker di pintu rumahnya, “Menerima serangan fajar. Ada uang ada suara!”

Demikian juga dengan “hasrat yang tidak terkendali untuk melakukan protes/demo” dengan memobilisasi massa yang pasti “mager” (males gerak) kalau tidak dibekali cash, kaos dan nasi bungkus! Ahirnya aktifitas pergerakan massa dinegeri ini selalu dikendalikan oleh cash! Siapa yang memiliki cash banyak, berpeluang untuk mengatur penduduk negeri ini!

Lelaki penggila pencitraan dan sekutunya itu, tentu saja paham akan hakekat cash ini, karena aktifitas politiknya selalu dibangun melalui cah ini, seperti misalnya BLT, Bansos dan program subsidi lainnya. Jadi sejak berkuasa, sudah lama mereka ini memegang cash, dan menyimpannya “dibawah bantal” agar tidak terlacak! Apakah otoritas keuangan tidak tahu akan hal ini? Tentu saja tahu! Semua uang memakai nomor seri. Mereka tahu ada ratusan miliar cash yang “mager” dan tidak pernah beredar! Siapakah pemiliknya? Ketika itu otoritas keuangan hanya bisa, “ehm… ehm…”

Pak Dhe lalu mengumpulkan batok kelapa untuk dibakar. Beliau hendak mengusir nyamuk. Pak “Yeye” dan sekutunya lalu blingsatan! Dengan dikeluarkannya uang kertas baru, tentu saja akan menimbulkan gejolak baru bagi pemegang cash yang menimbunnya “dibawah bantal” dalam jumlah yang sangat banyak, karena pada suatu waktu uang tersebut tidak akan laku! Atau ketika uang yang sangat banyak tersebut hendak ditukar dengan uang baru, tentu saja akan menimbulkan kecurigaan dan akan gampang terlacak oleh otoritas keuangan!

Lantas bagaimana caranya untuk “mencuci uang tersebut?” cara yang paling gampang tentu saja lewat rangkaian demo aksi massa. “Uang mati” tersebut kemudian bergentanyangan pada setiap aksi massa di negeri ini! uang yang beredar tersebut bisa dipastikan adalah “uang alien” yang tidak pernah beredar di masyarakat! “Uang alien” ini juga pergerakannya sangat cepat berpindah tangan karena berada ditangan end-user yang memakainya untuk konsumsi sehari-hari.

Banyak orang beranggapan bahwa si brisik ini memang sengaja disuruh “mengkafirkan uang palu arit” agar uang baru tersebut ditarik oleh BI dari peredaran, agar uang tuan-nya yang disimpan dibawah bantal itu tetap aman. Premis ini adalah salah! Semua tahu kalau pak Dhe orang yang berkemauan kuat dan tak mungkin mau mendengar celotehan si brisik ini.

Yang orang banyak tidak tahu adalah, Setiap aksi massa adalah bahagian dari melepaskan “uang tidur” untuk digantikan dengan uang lama dengan nomor seri acak (tidak berurutan) maupun uang “palu arit” (uang baru)

Dalam aksi bela Islam jilid I, II dan III kemarin, ada ratusan miliar uang yang masuk dari sumbangan warga maupun pihak ketiga kepada panitia besar maupun panitia kecil aksi massa. KH. Bachtiar Nasir, selaku ketua GNPF-MUI menyampaikan, total sumbangan dana untuk demonstrasi kasus penistaan agama oleh Ahok ini lebih dari Rp 100 miliar. Sebagian dana masuk ini lewat transfer yang memang tercatat, dan sebagian lagi berbentuk cash dengan nomor seri tidak berurutan! Sungguh super sekali!!!!

Namun pada ketiga aksi massa tersebut, PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) hanya bisa melacak uang yang masuk ke panitia lewat transfer saja, tanpa dapat melacak seluruh uang yang dikeluarkan panitia kemana saja perginya, karena untuk biaya keseluruhan aksi adalah memakai “uang tidur yang disimpan dibawah bantal!” Kalau otoritas keuangan mau sedikit berlelah untuk melakukan penelitian ke lapangan, maka “nomor seri” uang-uang yang telah belasan tahun menghilang itu, kini telah beredar di seputaran Jabodetabek, Jawa Barat dan Jawa Tengah!

Tapi sangat sedikit yang tahu, bahwa uang cash yang disimpan dibawah bantal itu memang hampir dihabiskan semuanya untuk membiayai gelombang aksi-aksi massa tersebut. Namun uang tersebut tidak sepenuhnya menghilang, karena akan digantikan oleh uang yang masuk dari sumbangan masyarakat dan pihak ketiga! Walaupun kini tidak sebanyak yang terdahulu, akan tetapi uang cash dibawah bantal tersebut kini telah berganti baju (nomor seri uang) dengan nomor seri yang tidak berurutan, sehingga malahan sekarang hampir mustahil untuk terlacak lagi, dan mereka kini terlelap lagi “Tidur dibawah bantal!” Sungguh super sekaliii!!!!

Jadi kedepan, rangkaian gelombang aksi massa akan tetap ada, terutama lewat aksi-aksi epfei yang dukun besarnya itu sedang dirundung masalah hukum, sebab tujuan utamanya, salah satunya itu adalah untuk menukar uang dibawah bantal dengan uang palu arit yang baru. Uang lama itu bisa dipastikan akan dihabiskan pas menjelang 15 Februari 2017! Bagi warga DKI yang berminat kepada “uang yang nomor serinya tidak pernah beredar,” buruan tempel stiker didepan pintu, “Menerima serangan fajar. Ada uang ada suara!”

Ketika uang lama dibawah bantal sudah habis bertukar kulit dengan uang palu arit yang baru, maka damai sentosa akan menyelimuti negeri ini untuk sementara, menunggu gelombang aksi massa besar lainnya pada tahun 2019. Ketika pasangan Ahok-Djarot terpilih lagi menjadi gubernur DKI, dan gelombang demo aksi massa tersebut tidak surut juga, bisa dipastikan bahwa “uang tidur” tersebut memang benar-benar tidak berseri! Sungguh super sekaliii!!!!

Salam super…..

@reinhard f hutabara


FPI resah, NU dan Pecalang Bersatu Usut Munarman

DUNIA HAWA - Masih ingatkah kita dengan Munarman (Jubir FPI). Dimana dia telah memprovokasi dan menjelekkan para pecalang di Bali yang sangat kental dengan nuansa SARA. “Munarman mengatakan bahwa pecalang di Bali melempar rumah orang muslim, melarang umat muslim sholat Jumat. Ini sama sekali tidak ada dan tidak benar. Ini maksudnya apa. Justru umat muslim yang sedang sholat dijaga pecalang,” ujarnya.


Saat berkunjung ke studio Kompas TV dan memprotes bahwa Kompas TV hanya memberitakan kejelekan FPI sementara di Bali ada pecalang melempar dan melarang umat muslim sholat tidak diberitakan. DIA-MB.

Pada tanggal 16-01-2017 yang lalu juru bicara (Jubir) FPI Munarman sudah dilaporkan oleh puluhan perwakilan dari berbagai elemen masyarakat Bali ke Polda Bali. Bukan FPI mungkin jika tidak menebar kebencian dan menabur sentimen agama dengan berbuah SARA.

Sementara jelas kita ketahui bersama. Bali yang sangat terkenal dengan budaya dan sudah sangat dan teramat sangat hidup penuh dengan toleransi. Banyak pecalang yang menjaga keamanan di sekitar masjid supaya umat Muslim dapat melakukan ibadah dengan nyaman dan baik. Dan ada banyak pecalang juga yang menjaga keamanan gereja agar umat Kristiani beribadah dengan tenang. Apa Munarman mengetahuinya? Munarman tak jauh beda dengan Novel, dimana setiap klarifikasi, perkataan, asumsi, selalu penuh dengan “tipu muslihat”.

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Bali mendukung upaya Polda Bali mengusut tuntas kasus dugaan fitnah Munarman terhadap pecalang. Menurut Wakil Ketua PWNU Bali, Samsul Hadi, Munarman harus mempertanggungjawabkan ucapannya.

“NU menyatakan bentuk radikalisme apapun tidak boleh ada di Indonesia,” kata Samsul di kantor PWNU, Denpasar, Bali, Sabtu (28/1/2017).

Saat menyampaikan hal tersebut, Samsul didampingi oleh Ketua GP Anshor Bali Amron Sudarmanto dan Ketua Pagar Nusa Bali Zaimuri. Ia menyatakan sikap NU yang mendukung pemerintah untuk menyikapi tegas situasi yang tidak sesuai konstitusi.

“Menolak keras segala bentuk intoleransi dan radikalisme dengan latar belakang dan alasan apapun. Mari jaga persatuan dan kesatuan bangsa, pererat tali silaturahmi antar komponen masyarakat, karena konflik dan perpecahan hanya akan merusak kehidupan kita,” ujar Samsul.

Ditambahkannya, NU Bali mendukung penuh upaya Polda Bali dalam mengusut tuntas kasus fitnah yang menjerat mantan juru bicara FPI tersebut. Fitnah yang dimaksud adalah perkataan Munarman dalam video berjudul ‘FPI Datangi & Tegur Kompas Terkait Framing Berita Anti Syariat’.

“Mendukung aparat Polda Bali untuk segera melakukan tindakan dan langkah, sesuai dengan prosedur hukum dan perundangan yang berlaku terhadap semua pelaku fitnah dan provokasi yang menimbulkan perpecahan dan konflik SARA,” ucap Samsul.

Samsul melanjutkan, NU sangat menyayangkan pernyataan Munarman bahwa ‘pecalang melarang orang salat Jumat’. Menurutnya, pernyataan itu tidak benar dan cenderung memfitnah dengan tujuan provokasi yang dapat merusak keharmonisan umat beragama di Bali.

“Kepada seluruh umat beragama yang ada di Bali, mari tengadahkan tangan, mohon petunjuk dan berdoa, semoga Indonesia, khususnya Bali, selalu diberi kesejukan dan kedamaian dalam perlindungan, penjagaan dan pertolongan Tuhan Yang Maha Esa,” imbuh Samsul.

Secara terpisah, Kabid Humas Polda Bali, AKBP Hengky Widjaja menyatakan penyidik masih memeriksa sejumlah saksi terkait kasus Munarman. Gelar perkara juga telah dilakukan untuk penyidikan yang utuh sebelum pemanggilan Munarman ke Mapolda Bali.

“Surat panggilan untuk Munarman belum ada. Masih berulangkali gelar perkara untuk mematangkan pemeriksaan saksi-saksi, saksi ahli, JPU dan bersama Mabes Polri yang asistensi ke Polda Bali. Ini sebelum pemanggilan Munarman,” kata Hengky melalui pesan singkat.

NU memang sepatutnya mendukung Polda Bali. NU merupakan organisasi besar di Nusantara. Menurut Said, tingkah laku para petinggi FPI tidak sejalan dengan ciri khas seorang ulama pada umumnya. Seorang ulama, kata dia, dituntut untuk menyebarkan ilmu agama, tanpa menghasut dan tak mudah terpancing emosinya.

“Seorang ulama itu harus taklim menyampaikan pengajian atau ilmu agama. Masa orang ceramah tiap hari menghasut terus, bukan ulama itu. Kalau sekali-kali marah pantas, tapi sesekali aja. Mustinya kan taklim, kalau tiap hari isinya menghasut ya bukan ulama,” Ungkap Said (Ketua NU)

Manusia itu bisa dilihat dari bicaranya, kalau sudah seperti Munarman ini, namanya bukan tokoh agama lagi, jelas bukan. Membuat grass root bisa terpecah belah, sudah suatu keharusan untuk tegakkan proses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku, biar tahu kalau mau bicara itu harus dipikirkan dahulu bukan fitnah dan memecah belah.

Keberadaan pecalang Bali selama ini malah memperlihatkan membantu menjaga umat muslim yang sedang beribadah. Bukan seperti yang dikatakan Munarman, yang jelas fitnah. Jero Paksi berharap para pecalang tidak terpancing emosi sehingga melakukan tindakan yang benar disampaikan pentolan FPI tersebut. Seiring waktu berjalan para Tokoh adat dan Pecalang serta tokoh umat muslim melaporkan pentolan FPI Munarman yang dinilai telah menyebar fitnah dan melecehkan keamanan adat Bali yang disebut Pecalang. Dan semua ini mendapat dukungan penuh dari NU yang merupakan garda terdepan untuk melawan semua tindakan ormas yang radikal dan cenderung memecah belah bangsa. Yang mana hal ini menunjukan NU dan Pecalang Bersatu Usut Munarman dan tentunya akan membuat FPI makin resah sekaligus lunglai. Apalagi pemimpin besarnya Rizieq juga akan segera menjadi tersangka seperti yang disampaikan oleh Polda Jabar, dan juga menyusul saksi-saksi pelapor dalam sidang Ahok yang bullshit, yang satu-persatu sudah dilaporkan.

FPI yang selalu sebut mewakili umat Islam dan selalu teriak kriminalisasi ulama, jelas itu semua adalah Hoax, bohong besar dan memang faktanya adalah kebohongan. NU saja yang jelas lebih diakui di Nusantara ini menentang keras setiap tindakan FPI, lihat saja dukungan NU di Surabaya, Kalimantan, dan sekarang di Bali yang justru mendukung Polda untuk usut para pentolan FPI yang senantiasa menyebar fitnah dan kebohongan.

Akhir kata, memang ada baiknya para petinggi FPI melakukan rapat di dalam penjara. Karena setiap kepengurusannya sudah pada dilaporkan dengan beragam kasus yang berbeda. “Selamat menikmati”

@losa terjal


Patrialis Akbar Munafik

DUNIA HAWA - Hari ini ingin sekali jari-jari saya menulis, tapi tidak memiliki ide ketika keinginan itu datang. Tiba-tiba saya diberi Ilham oleh Patrialis Akbar. Tertangkapnya Patrialis Akbar menambah jumlah artikel tidak berbobot saya untuk menjelaskan keluh kesah saya melalui tulisan. 


Hari ini rakyat Indonesia kembali disuguhi pemberitaan bagaimana kemunafikan pejabat kita mempergunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya, Lagi-lagi suap-menyuap. Hakim MK kembali tertangkap tangan sedang menerima suap oleh KPK.

Disaat bangsa ini sangat berharap kepada penjaga Konstitusi, Patrialis Akbar diduga telah membengkokkan keadilan itu dengan menerima suap. Hari ini rakyat Indonesia harus legowo lagi, ternyata kemunafikan di negeri ini masih menguasai bangsa kita. 

Patrialis Akbar, yang selama ini kita ketahui sebagai tokoh Nasional yang agamis. Dengan menampakkan wujudnya seakan-akan menjadi yang terdepan dalam meneladani Nabi Muhammad SAW, memberikan nasihat kepada kita agar menjadi anak yang soleh, melarang memilih cagub yang tidak seiman.

Usut punya usut ternyata beliau jauh lebih busuk ketimbang orang yang beliau panggil Kafir tersebut. Yang dia teriakkan si penista Agama, ternyata dia sendiri yang menistakan Agama Islam.

Tentunya yang teriak bela Agama akhir tahun lalu, sudah pasti ada yang tetap akan membela pak Hakim ini. Ada yang diam. Ada yang pura-pura tidak tahu atau malah makin menunjukkan kedunguannya dengan teriak-teriak si Bapak di Kriminalisasi.

Duta besar Palestina yang sudah jelas memberikan sikap resmi menyatakan kekecewaannya karena bendera Negaranya dikibarkan seenak jidat, bilangnya bukan sikap resmi bangsa Palestina. Sehingga ketika akal sehat konslet, sikap duta besar-pun dianggapnya bukan sikap yang mewakili secara resmi, Prihatin!

Allah yang Maha Kuasa sepertinya kembali menunjukan satu per satu aib para munafikun. Masalahnya para munafikun ini kurang ajar, mereka menganggap mayoritas masyarakat Indonesia masih bodoh. Dengan mengatas--namakan agama untuk kepentingan politik kelompoknya.

Ternyata pak Patrialis Akbar menutupi sikap korupnya dengan membalut diri terlihat agamis. Sudah seenaknya menafsikan kalimat Allah sesuai selera, beliau juga berani melanggar sumpahnya didepan kitab suci Al-Qur'an ketika dipercaya untuk menjadi Hakim MK. 

Alih-alih diberi amanah Hakim MK, Pak Patrialis Akbar malah mengkhianati amanah itu sendiri. Padahal Pak Patrialis baru saja ceramah mengenai amanah sebuah jabatan. Hehehehe sakit gigi saya. Mungkin amanah itu berlaku untuk orang lain, bukan dirinya.

Orang lain tidak boleh membengkokan keadilan, tapi beliau boleh. Tertangkapnya pak Patrialis Akbar menjadi contoh dari sekian banyak pejabat kita berusaha menutupi sikap korupnya dengan Agama.

Masih ingat politisi Muhammad Sanusi? Penerima suap Raperda Reklamasi ini sebelum kebusukannya dibongkar KPK beliau dengan meletup-letup menyatakan siap apabila diusung menjadi calon Gubernur DKI Jakarta ketika itu. Dengan lantang mengatakan akan mengusung konsep syariat Islam di Jakarta, begitu katanya di acara Matanajwa. Penulis pikir, kita harus sudah mulai bisa membedakan siapa penista agama yang sesungguhnya.

Apabila hal ini terus terjadi, sangat berbahaya untuk rakyat yang masih polos. Mereka akan terus disuguhi munafikun agama memainkan aksi panggungnya dengan menarik-narik agama untuk sebuah kebatilan.

Negara jangan diam, Negara harus terus turun tangan untuk melenyapkan kemunafikan ini. Jika tidak, bangsa kita bisa terus ditertawakan Negara lain karena rakyatnya selalu dipergunakan seperti pion dengan sentimen Agama.

Semoga setelah ini tidak ada propaganda Islam sedang diserang, tokoh agamis di kriminalisasi, Negara kok menjadi kacau atau Indonesia sedang dikuasai asing aseng dan wahyudi. Dan yang paling lucu, berhalusinasi PKI sedang bangkit tanpa membaca dan memahami sejarah Indonesia membuktikan kebencian memang sering menunjukkan kebodohan kita, ketidak-tahuan yang mempermalukan diri sendiri.

Harapan penulis, semoga setelah ditangkapnya Patrialis Akbar, kedepan tidak terjadi lagi Hakim tertangkap basah sedang menerima suap. Sebagai pengadil, sungguh sangat berat tugas sebagai Hakim.

Tanggung jawabnya sangat dipertaruhkan di akhirat kelak. Jika ia memutuskan sebuah perkara dengan hukum yang menyelisihi keadilan dan nilai-nilai syara, tempatnya adalah di Neraka. Begitulah nasihat Kiai kepada penulis ketika kecil. Jadi, hati-hati ya pak Hakim.


@bintang pamungkas


Sudah Didemo Jutaan Umat Muslim, Ahok Masih Bela Islam di Indonesia

DUNIA HAWA - Negeri kita telah melalui masa-masa kritis pada akhir tahun 2016 lalu ketika katanya jutaan umat Islam melakukan demonstrasi ataupun juga disebut aksi damai pada 4 November 2016 dan 2 Desember 2016. Dua aksi yang kita ketahui bersama tujuannya adalah menuntut proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ini dipelopori oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) dan Front Pembela Islam (FPI).


Dua aksi yang lebih dikenal dengan aksi 411 dan 212 itu seolah mengguncang seisi negeri ini karena jumlah massa yang hadir memang sangat banyak. Ada yang bilang jumlah massa jutaan, ada yang bilang di atas 500.000, entah yang mana yang benar. Mari kita anggap saja jutaan agar alumni aksi 411 dan 212 dapat merasa tersanjung.

Entah apa yang dipikirkan oleh seorang Ahok kala itu, ketika didemo jutaan orang, dibuat spanduk dengan kepalanya tertembak, diancam keselamatannya, diteriakkan pembunuhan terhadap dirinya, dicaci maki oleh begitu banyak orang, dan juga direndahkan martabatnya. Entah bagaimana perasaannya ketika itu sebagai seorang warga negara Indonesia yang beragama Kristen dari etnis Tionghoa.

Kalau saya pribadi sangat terkejut melihat jumlah manusia di kedua aksi tersebut, yang membuat saya pada 4 November 2016 malam itu berpikir bahwa Indonesia belum siap berubah. Indonesia yang saya bayangkan dapat perlahan berjalan menuju kesejahteraan rakyat di bawah tangan Presiden Jokowi ternyata hanyalah sebuah angan-angan saya yang terlalu tinggi.

Faktanya sebegitu banyak orang datang mengikuti aksi tersebut, artinya masih begitu banyak orang yang dapat dihasut dan bisa diprovokasi. Berarti masih banyak orang di Indonesia ini yang tidak mengutamakan untuk berpikir dengan akal sehat, yang mengutamakan emosi ataupun sentimen agama dalam hidup berbangsa dan bernegara, yang artinya Indonesia ini mungkin belum siap berubah, belum siap menyongsong hari-hari yang berfokus pada kemajuan negara dan kemakmuran ekonomi.

Begitulah perasaan saya saat itu, entah bagaimana perasaan seorang Ahok yang merupakan obyek aksi tersebut? Saya mengira mungkin dia akan menyalahkan dirinya yang masuk politik di negeri yang mayoritas muslim ini. Saya mengira Ahok mungkin merasakan bahwa negara ini telah mengkhianati perjuangannya selama ini. Saya berpikir Ahok mungkin sangat kecewa terhadap perlakuan yang diterimanya oleh begitu banyak umat muslim yang tidak jarang ia bela kepentingannya, angkat martabatnya dan juga perbaiki kehidupannya.

Tapi ternyata saya salah? Saya tidak tahu darimana kekuatan yang membuat Ahok masih bisa memaafkan orang-orang itu dan ternyata masih membela agama Islam. Karena lepas dari apapun argumen umat muslim lainnya yang mengatakan bahwa mereka tidak merasa terwakili, tidak dapat dipungkiri bahwa orang-orang yang berteriak-teriak itu adalah umat muslim juga, bukan? Ternyata setelah kejadian ini pun Ahok tetap bisa mencintai agama Islam. Betapa indah kepribadian seorang Ahok. Saya sangat terharu.

Ahok Membela Islam Indonesia


Pembelaan dari Ahok ini diberikan ketika ia diwawancarai oleh Al-Jazeera TV baru-baru ini (dapat ditemukan disini). Ketika ditanya tentang pendapatnya apakah Indonesia kini sedang berjalan menuju lunturnya atau hilangnya sistem multi-agama dan berjalan menuju lebih negara lebih ‘Islam’, jawaban Ahok sungguh menggugah hati saya.

“Saya kira enggak. Islam di Indonesia sangat berbeda. Islam di Indonesia itu betul-betul ngerti mengajarkan Islam yang rahmatan lil alamin. Islam yang damai, karena penyebaran Islam di Indonesia tuh melalui perdagangan,” ujar Ahok.

“Kita punya budaya yang berbeda, kita namakan Islam Nusantara. Islam yang sangat toleran, sangat cinta damai, sangat memaafkan. Itu diajarkan dari kecil,” lanjutnya.

Wajar saja Ahok mengerti dengan baik tentang Islam di Indonesia dengan ajaran cinta damai dan memaafkan, karena ia juga belajar agama Islam ketika duduk di bangku SD dan SMP di kampungnya. Meskipun ia adalah non-muslim dan diperbolehkan untuk keluar dari ruang kelas, Ahok kecil menolak untuk meninggalkan ruangan kelas ketika waktunya pelajaran agama Islam. Ia lebih memilih untuk mendengarkan ajaran agama yang berbeda dari yang ia anut dan mendapatkan ilmu darinya.

Mungkin disinilah beda Ahok dengan saya. Semua perkiraan ataupun pikiran yang saya sebut di atas ternyata tidak ditunjukkan atau diungkapkan oleh Ahok. Saya pribadi belum pernah menjalani ajaran agama Islam sejak kecil, jadi saya tidak mengerti banyak, saya hanya tahu sepotong-sepotong pengetahuan yang saya dapatkan dari menonton TV saja. Tapi Ahok berbeda, karena ia belajar dari kecil jadi ia paham apa itu Islam Nusantara.

Mungkin dari sinilah kekuatan yang ia dapatkan untuk memaafkan orang-orang yang mencaci maki dan mau membunuhnya itu, mungkin dari sinilah ia mendapatkan kekuatan untuk tidak membenci agama Islam. Meskipun hal yang sama belum pernah terjadi pada diri saya, tapi saya pastikan bahwa saya tidak punya kepercayaan diri untuk dapat memberikan respon dan jawaban seperti apa yang Ahok berikan dan tunjukkan. Saya rasa saya tidak sekuat dan semulia itu.

Tentang Ideologi Bangsa Indonesia Kedepan


Pada kesempatan wawancara yang sama, Ahok juga ditanyai tentang perkembangan Islam konservatif yang masuk ke dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia dalam satu dekade terakhir ini. Ahok pun lalu menjawab bahwa ia meyakini mayoritas bangsa ini masih on the track.

“Itu yg disebut dari Bung Karno, presiden pertama kami, kalau Anda mau jadi Islam tidak perlu jadi orang Arab, Anda jadi Kristen ya nggak perlu jadi orang Yahudi, Anda jadi orang Hindu ya tidak perlu jadi orang India. Anda mau Islam, mau Kristen, mau Hindu, tetap jadi orang Indonesia. Ini kan soal kepercayaan kepada Tuhan,” ujar Ahok.

“Saya yakin mayoritas bangsa ini masih sesuai dengan track ideologi kami,” lanjutnya.

Ketika selanjutnya ditanyakan apakah menurut Ahok sekarang paham ideologi bangsa Indonesia ini sedang melemah dan perlu diperkuat, Ahok mengatakan justru kasus yang sekarang sedang menimpanya ini membawa hikmah demikian.

“Ya saya kira ini semakin kuat sekarang. Setelah kejadian ini justru semakin kuat. Kita makin sadar kita tidak bisa diam bahwa ketika para pahlawan sudah korbankan nyawa untuk dirikan fondasi ini, kami tidak boleh diam ketika ada orang yang ingin membongkar-bongkar fondasi. Kami harus juga berani untuk melawan,” ujar Ahok

“Ya kita suarakan bahwa kita negara Pancasila, kita negara yang sangat toleran. Kelompok-kelompok agama pun menyampaikan tidak ada ajaran agama yang ngajarin bunuh orang, mau gantung orang seperti yang diteriakkan. Itu ajaran agama mana?” tutup Ahok mengenai topik ini.

Luar biasa Ahok! Semoga perkataannya membuka pikiran kita semua bahwa justru kejadian yang kita sesalkan bersama ini di saat yang sama juga membawa hikmah kepada negeri ini. Justru karena ada kasus yang dikenakan terhadap Ahok tentang penodaan agama ini, semua umat beragama Islam jadi mengingat apa itu Al-Maidah ayat 51, lepas dari perbedaan tafsir masing-masing.

Justru karena ganasnya ormas tertentu dalam bersuara dan beraksi belakangan ini untuk menjatuhkan Ahok, kita jadi tahu bahwa ancaman untuk merubah paham ideologi bangsa kita itu secara nyata memang ada, dan jumlah mereka tidak sedikit. Justru semakin keras suara dari kelompok-kelompok yang ingin melakukan makar ataupun mengancam untuk melakukan revolusi, kita-kita yang masih ingin ideologi Pancasila ataupun konstitusi negara berdasarkan UUD 1945 ini harus bersuara juga, kalau bisa lebih besar dari suara mereka.

Justru kasus ini ada hikmahnya. Jika bangsa ini dapat melalui kejadian ini dengan baik dan aman, maka kedepannya kita yakini bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang lebih kuat terhadap ancaman Islam konservatif atau ancaman-ancaman lainnya yang ingin mengubah ideologi bangsa kita.

Komentar Penutup


Untung saja saya bukan Ahok. Untung saja Yang Maha Kuasa tidak memberikan ujian seperti ini terhadap saya. Tapi mungkin itulah kenapa Ahok ditakdirkan untuk mengemban tugas ini, karena Ahok punya landasan yang kokoh dan mental yang gagah untuk menghadapi ini. Tugas untuk membuka mata seluruh elemen bangsa ini akan ancaman paham-paham Islam yang bukan Islam Nusantara ini mungkin hanya bisa diemban oleh seorang Ahok, salah satu putra terbaik Ibu Pertiwi yang mencintai bangsa dan rakyatnya seperti ia mencintai orang tua dan anaknya sendiri.

Dari sebatang pohon yang ingin berdiri kokoh dan tegar di tengah badai dan topan……

@aryanto famili


Manuver SBY Kini Memakan Anaknya Sendiri!

DUNIA HAWA - Pilkada Jakarta kini memasuki fase yang paling penting dan genting. Ibarat balapan MotoGP, dua minggu menjelang hari pencoblosan, Pilkada ibukota memasuki dua lap terakhir.


Pembalap andal dan kenyang pengalaman seperti Valentino Rossi biasanya menggunakan dua lap akhir ini untuk melakukan manuver-manuver paling berisiko demi menyalip dan mendului lawan. Pembalap yang kurang berpengalaman justru akan kian panik dan malah melakukan blunder-blunder yang tak perlu dan merugikan diri sendiri.

Tulisan ini hendak mengulas bagaimana salah satu calon Gubernur Jakarta, yaitu pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni (Agus-Sylvi) kini justru tampak panik dan kewalahan di lap-lap terakhir.

Namun sebelumnya perlu ditegaskan, asumsi kepanikan dan kewalahan pasangan Agus-Sylvi ini dibuat di atas landasan dua survei mutakhir Indikator Politik Indonesia dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).

Survei Indikator Politik Indonesia 12-20 Januari 2017 menunjukkan, elektabilitas Agus-Sylvi kini tinggal 23,8%, Basuki-Djarot 38,2%, sementara Anies-Sandi malah nyaris menyamai Agus-Sylvi: 23,6%.

Sementara survei SMRC 14-22 Januari 2017 malah menempatkan pasangan Agus-Sylvi di posisi bontot: 22,5%. Basuki-Djarot kembali memimpin dengan 34,8%, sedangkan Anies-Sandi justru menyodok Agus-Sylvi dengan angka 26,4%.

Kedua survei ini tentu berbeda dengan survei LSI Denny JA per 5-12 Januari 2017 yang masih setia menempatkan Agus-Sylvi di posisi pertama dengan 36,7%, disusul Basuki-Djarot 32,6%, dan Anies-Sandi 21,4%.

Tapi perlu publik ketahui, Denny JA adalah bagian dari tim pemenangan Agus-Sylvi yang selama ini paling getol mengobarkan isu SARA lewat survei-survei dan ulasan politiknya sejak Oktober 2016. Karena itu, wajar bila sebagian orang memplesetkan nama Denny JA menjadi Denny AHY karena keberpihakannya yang urakan dan membabi-buta terhadap Agus-Sylvi.

Sementara dua lembaga yang disebutkan sebelumnya, Indikator Politik Indonesia dan SMRC, sejauh ini tidak pernah secara eksplisit memperlihatkan keberpihakan mereka kepada salah satu pasangan calon yang ada.

Kenapa Agus-Sylvi Kini Melorot?


Yang kini menjadi pertanyaan, kenapa Agus-Sylvi yang sempat meroket pada bulan November dan Desember 2016 justru melorot di lap-lap terakhir balapan Pilkada ibukota? Menurut penerawangan saya yang bisa saja salah, setidaknya ada empat faktor yang menyebabkan Agus-Sylvi tampak loyo di lap-lap terakhir ini, bahkan mungkin saja disalip pasangan nomor urut tiga, Anies-Sandi.

Pertama, faktor manuver SBY alias Susilo Bambang Yudhoyono, pepo aka ayahanda Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Kita tahu, desakan-desakan SBY kepada Pemerintahan Jokowi-JK agar segera memperkarakan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok November lalu, kini justru menjadi bumerang bagi anaknya sendiri.

Menurut Peraturan Kapolri yang dikeluarkan sejak era Kapolri Jenderal (Pur) Badrodin Haiti, perkara-perkara hukum yang melibatkan calon-calon yang sedang berkompetisi dalam Pilkada mestinya harus ditunda sampai proses Pilkada selesai.

Aturan ini maha penting untuk menjaga kemaslahatan semua pihak yang sedang berkompetisi, dan demi menghindari kesan politisasi dan kriminalisasi. Peraturan ini juga sangat masuk akal karena Pilkada adalah momen yang sangat-sangat politis.

Lebih dari itu, aturan ini juga penting agar Pilkada dapat terselenggara secara sehat dan adil. Kompetisi seperti Pilkada ini semestinya juga menjunjung tinggi semangat fastabiqul khairat alias berkompetisi secara sehat dan adil.

Namun lewat pidato politiknya yang sangat emosional di Ciekas pada 4 November 2016, juga artikelnya di Rakyat Merdeka pada 28 November 2016, SBY justru menjadi sosok antagonis yang paling ngotot agar Ahok dikasuskan dan segera dimejahijaukan (istilahnya menuntut keadilan).

Manuver seperti ini, selain jelas-jelas mencederai sportivitas Pilkada Jakarta sejak malam pertama, kini juga terbukti berbalik memakan anak SBY sendiri.

Desakan SBY yang kadung melanggar aturan itu, justru memicu Kapolri Tito Karnivian untuk menginstruksikan agar mengusut semua kasus yang melibatkan pasangan calon kepala daerah tanpa kecuali dan tanpa pandang bulu.

Dan kita tahu, kini Agus-lah yang justru mengeluhkan pemeriksaan dugaan korupsi pembangunan Masjid al-Fauz dan dana bantuan sosial ke Kwarda DKI Jakarta yang sedang menimpa pasangannya, Sylviana Murni.

Menurut amatan saya, pemeriksaan dugaan korupsi Sylviana Murni ini jelas merupakan buah dari manuver pepo yang tidak cermat dan itu menjadi faktor penting yang menggerogoti elektabilitas anaknya sendiri.

Agus-Sylvi kini terkena karma pepo atau tulah sebuah hadis Nabi yang menegaskan bahwa "engkau akan menuai apa yang engkau tanam."

Kama tadinu tudan! Pepatah kita pun punya padanan yang pas untuk kearifan hidup ini: siapa yang menabur angin, dia akan menuai badai!

Kedua, sedari awal, pesona terbesar pasangan Agus-Sylvi sepertinya ada pada janji-janji uang yang akan mereka taburkan kepada warga DKI lewat bantuan langsung sementara, bantukan bergulir per-RW, dan bantuan unit usaha.

Janji-janji ini mungkin saja sempat memabukkan sebagian warga kelas menengah ke bawah Jakarta yang masih merupakan mayoritas pemilih menurut survei LSI Denny JA. Namun seiring waktu, janji-janji itu justru tampak hampa dan bermasalah karena dua hal.

Pertama, ternyata jumlah yang dijanjikan justru lebih kecil dari apa yang selama ini telah dinikmati sebagaian warga miskin Jakarta dari kebijakan pertahana. Kedua, bantuan-bantuan tunai ala SBY itu justru dikhawatirkan akan menjadi lahan bancakan korupsi para elit di masa mendatang.

Ketiga, ajang-ajang debat kandidat yang selama ini dianggap tak penting oleh konsultan dan pasangan Agus-Sylvi, ternyata justru dianggap penting oleh warga DKI.

Survei SMRC menunjukkan, 88% warga Jakarta menganggap debat sebagai sarana yang sangat penting untuk mengenal dan menguji kompetensi calon. Dan ternyata oh ternyata, 62% warga Jakarta juga menyaksikan debat pertama secara seksama.

Dan kini tersingkaplah sudah rahasia kenapa Agus-Sylvi selalu menghindari forum-forum debat tidak resmi selain yang diselenggarkan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta.

Warga Jakarta kini tahu, walaupun lulusan pascasarjana cum laude dari universitas di Amerika, Agus tetap saja tampak masih hijau dalam kemampuan memahami dan menanggapi persoalan-persoalan Jakarta yang dilontarkan dan disodorkan kepadanya.

Mengamati dua debat resmi yang telah digelar KPUD, saya pribadi merasa bahwa Agus memang masih terlalu mentah, bahkan mirip anak pesantren yang baru belajar muhadlarah atau pidato di dua ajang debat yang ia ikuti. Ia seperti hanya menyetorkan hapalan atau menuturkan-ulang apa yang didiktekan para mentor debat ke kepalanya.

Agus sama sekali tak punya kemampuan memahami persoalan lalu menanggapi dan menguraikannya secara mandiri dengan bahasa yang bisa dipahami. Bila muncul pertanyaan-pertanyan sulit, ehm, ia mau tak mau harus melirik dan menggamit Mpok Sylvi yang lebih mengerti persoalan.

Ya Allah, Tuhan YME, kenapa Jakarta yang sedang bergeliat ini tampak seperti kian macet sejak dalam pikiran Mas Agus? Saya sangat prihatin!

Keempat, pasangan Agus-Sylvi juga tampak tidak memiliki identitas yang jelas. Bagi saya, pasangan yang kini justru menampilkan diri sebagai antitesis dari pertahana justru pasangan Anies-Sandi.

Pasangan nomor urut tiga ini kian berani mengambil posisi ekstrem demi melakukan diferensiasi dari pertahana yang masih cukup kokoh. Anies Baswedan berani mengunjungi Petamburan, Markas Front Pembela Islam (FPI), walau harus menanggung resiko dikecam dan diejek oleh kelas menengah Ibukota.

Anies juga rajin sowan ke beberapa tokoh yang dianggap mengantongi simpul-simpul suara Muslim konservatif seperti Ustad Arifin Ilham dan lain-lain. Ketika ada salat subuh dan tabligh politik di Masjid al-Azhar, Anies hadir sementara Agus gaib entah ke mana!

Saya rasa, inilah blunder lain kubu Agus-Sylvi yang mungkin luput diamati banyak pihak. Anda tak dapat menghancurkan Ahok sebagai sebuah tesis jika Anda sendiri tidak menampilkan diri sebagai antitesis dari Ahok. Di titik ini, strategi Anies-Sandi tampak mulai bertuah.

Anies cukup pintar untuk segera mengambil posisi yang tidak diambil Agus-Sylvi. Dan bisa dimaklumi pula, dari segi apa pun Anies memang punya reputasi keislaman yang lebih baik dari Agus untuk dielu-elukan sebagai Gubernur Muslim yang akan mampu mengalahkan Ahok.

Kejutan di Lap Terakhir


Apa boleh buat, aura kompetisi Pilkada Jakarta memang telah tercederai sedari awal. Tepatnya sejak pidato agitatif SBY di Cikeas dan tulisannya yang provokatif saat mendesak pemerintahan Jokowi agar segera memperkarakan salah satu pasangan dengan tuduhan penistaan agama.

Walau Peraturan Kapolri menegaskan perkara seperti ini mestinya harus ditunda setelah selesainya proses Pilkada, namun demi anak, sang pepo tetap saja bermanuver seperti hendak mencurangi lawan anaknya.

Kini, manuver-manuver yang terang-terangan atau sembunyi-sembunyi itu justru berbalik memakan anaknya sendiri. Bagi mereka yang percaya karma, merosotnya elektabilitas Agus-Sylvi di dua pekan terakhir ini menunjukkan bahwa karma itu kini sedang bekerja.

Namun bagi saya, ini boleh jadi merupakan refleksi dari pemilih Jakarta yang mulai siuman dan cukup rasional dalam menilai kualitas pemimpin yang akan melayani mereka.

Besar kemungkinan, Pilkada ini akan tetap berlangsung dua putaran. Namun kita belum dapat memastikan pasangan mana yang akan mendampingi Basuki-Djarot di putaran kedua. Manuver-manuver SBY sejauh ini tampak justru mempersulit langkah anaknya. Sementara manuver-manuver Anies-Sandi terlihat mulai membuahkan hasil.

Kita masih menunggu kejutan-kejutan apa yang akan diperagakan ketiga pasangan calon di lap-lap terakhir balapan ini. Saya berharap, Pilkada ini akan kian mengasyikkan dan mampu menyuguhkan tontotan yang amboi dan aduhai—entah siapapun yang akan finish pertama, kedua, ketiga.

@novriantoni kahar

Memahami Hayalan Anies si Pemimpi

DUNIA HAWA - Geram  rasanya bicara dengan penyaji ide dan program yang terus menerus saja melantur tanpa pijakan, apakah ada yang kurang dari kami masyarakat, sehingga paslon yang satu ini terus saja melantur kemana-mana disetiap materi yang dipertanyakan, orang menuduhnya sebagai penghayal  karena menerawang di selasar masa depan, menyajikan ide-ide yang  menjadi  keyakinan si  Anies.


Teringat saat kita menyelesaikan masa  pendidikan kita dibangku kuliah, bukankah ketika karya tulis tersebut dibuat apakah itu skripsi, tesis maupun disertasi  bermula  dari sesuatu permasalahan dan ada mengandung ketertarikan untuk dibahas dan memang mengandung nilai manfaat apakah itu untuk skala yang kecil atau besar.  Namun ketika Anies sebagai politisi yang mempunyai latar belakang seorang akademisi dengan terus-menerus membahas permasalahan dan melontarkan hal-hal yang menarik  untuk dibicarakan dan dibahas namun tanpa ada usulan nyata entah itu berupa idea atau program yang dapat didiskripsikan utuh dan bermanfaat untuk masyarakat, ini terkesan lebih sebagai hasrat pribadi namun tidak mengandung nilai manfaat sebab tidak dapat dirasakan relevansi  ide dan program tersebut.

Sudah banyak para politisi yang mempunyai berbagai macam latar belakang yang cukup baik dan berakhir sangat mengecewakan ketika masuk kedalam dunia politik, awalnya ada harapan ketika sosok akademisi yang diwakili oleh Anies untuk masuk kedunia politik untuk dapat berperan agar budaya dan etika “kotor” politik dapat digeser ke tempat yang bersih.  Namun dengan memutuskan untuk berdekatan dengan para kaum sesapian dan tokoh yang keras kepala tidak mau move on dan selalu saja main presiden-presidenan  dengan mengendarai kuda tunggangannya  terus menerus mengisi kesehariannya dengan mimpi menjadi presiden, generasi tua adalah generasi yang selalu bicara masa lalu, sementera generasi muda selalu bicara masa depan….itu salah satu kata-kata motivasi yang dilontarkan Anies, jika saja Anies masih ingat kata-kata tersebut, harusnya dia bisa mewarnai lingkungannya dan tidak terpengaruh oleh generasi “tua” yang selalu bicara masa lalu tentang  kebesaran dan kesuksesan segala pencapaiannya dahulu, Anies sangat mengecewakan dengan bergaul intens dengan golongan tersebut dan tidak dapat mewarnainya (berpengaruh).

Dalam debat selalu saja Anies menyajikan  partisipasi masyarakat dan kepemimpinan gerakan, dalam tema-tema debat tidak lupa melontarkan kata-kata, ini adalah kepemimpinan gerakan, dan kita akan bersama-sama dengan masyarakat untuk bersama-sama bergerak. Disetiap perilaku organisasi bukankah memang seharusnya seperti itu dan memang setiap pemimpin yang sudah ada sekarang juga telah melakukan hal tersebut, sebut saja prabowo, apakah dia  hadir sendirian menungga kuda  di tengah lapangan upacara, kan ada partisipasi dari masyarakat untuk dengan sadar atau tidak/paksaan untuk juga hadir dan menerikan yel-yel, yang sadar atau tidak/paksaan mereka lakukan…itu kan termasuk partisipasi masyarakat.

Tampilnya  pemimpin dengan slogan baru namun dengan prilaku yang sama, dimana dengan “pembodohan” model  baru kepada masyarakat, dengan memberikan ide-ide dan program dengan slasar atau lorong ruang mimpi yang menerawang…..ini sih pemimpin yang pemimpi…, stop mimpi dan kembali sadarkan diri sendiri…

Masalah Jakarta dengan segala kesemerawutan korupsinya , para bandit dan elit-elit yang terus saja tidak tahu malu dan selalu memutarbalikan fakta dan menyebarkan permusuhan dan dengan keji memecah belah, antar teman karib, antar sahabat sejati, kawan satu kamar kos, teman satu sekolah, teman kuliahan, tetangga (FPI yang ngeroyok kader PDIP), teman satu profesi, teman masa lalu dan lain-lain, dan yang keji adalah membawa isu agama dan kafir mengkafirkan orang dengan sembaranganya saja, kayak udah suci itu orang atau golongan tersebut, segera dong selesaikan dengan langkah-langkah kongkret.

Jika Anies menuduh Ahok dengan kinerja DKI, penilaian BPK dengan Wajar Dengan Pengecualian (WDP), dan lain sebagainya, tunjukkan dengan langkah kongkret/nyata baik dengan program nyata, visi dan misi yang nyata dan gerakan nyata, dan tidak lagi hanya berargumentasi dengan melibatkan stakeholder untuk turut mengatasi permasalahan-permasalah birokrasi, pelayanan publik dan tata perkotaan, lah wong…..memang disitu permasalahannya, budaya korup tersebut melanda masyarakat, jika tidak ada kepemipinan yang kuat seperti Ahok, dan hanya penampilan “lembek” model Anies, ya…. Budaya korupsi yang melanda dan budaya Intoleransi yang sedang dihembuskan oleh golongan “makar” tidak mungkin dapat diatasi.

Kepemipinan gerakan, kita memberdayakan keiikutsertaan pegawai DKI dan DPRD untuk bersama-sama…..bersama-sama dalam korupsi dan merampok uang rakyat…..apakah itu yang disebutkan kepemimpinan gerakan?

@dudi akhbar