Saturday, January 28, 2017

Bagaimana Jakarta di Tangan Agus, Anies dan Ahok?

DUNIA HAWA


Jakarta di Tangan Agus


Saya kalau denger paparan konsep pembangunan ala mas Agus, suka senyum-senyum sendiri. Konsepnya mas Agus itu model pejabat-pejabat lama. Pejabat yang lebih suka memelihara masalah supaya tetap mendapat suara.

Entah sudah berapa puluh tahun rakyat miskin di Jakarta tetap dibiarkan miskin - dipelihara malahan. Mereka tinggal di pinggir-pinggir kali, berdesak-desakan, tempat yang kotor dan bau, penyakit sudah pasti ada. Belum lagi waktu banjir, mereka harus ngungsi duluan.


Kemiskiinan beranak pinak sehingga tanpa sadar itu mempengaruhi mental mereka. Mengemis sudah menjadi budaya dan selalu bertampang melas minta dikasihani selamanya. Kalau gak melas, ya jualan atau jadi pecandu narkoba. Diatur oleh para mafia yang makan dari uang hasil lendir.

Sudut-sudut kumuh itu menjadi potret yang biasa yang juga dimanfaatkan oleh LSM untuk mendapat CSR atau dana asing atas nama orang miskin. Puluhan tahun seperti itu. Dan Agus ingin memeliharanya lagi. Ia berjanji untuk memberikan bantuan tunai kepada mereka, konsep yang sukses dilakukan sang pepo. Maksudnya, sukses meninggalkan hutang negara.

Pokoknya, solusi dari semua masalah adalah uang. Mungkin karena terbiasa menyelesaikan masalah sejak kecil dengan uang..
Jika ditanya bagaimana caranya membangun didaerah yang sudah ditempati, tanpa menggusur? Jawabannya ngawang. Yang vertikal lah, yang horizontal lah, yang ngapung lah... Sama sekali tidak punya konsep, hanya main kata-kata dari "Gusur" menjadi "Geser", dari "Rusunawa" menjadi "Rusunami". Apa maksudnya coba?

Yang lucunya lagi pernyataan bojone yang ingin memperindah rumah di pinggir rel kereta dengan warna indah. "Indah" menjadi solusi, bukan nyawa manusianya. Nyawa manusia di pinggir rel gak penting, yang penting indah. Wat de pak..

Nafsu berkuasa tanpa memahami akar masalah adalah penyakit banyak pejabat sejak lama. Pokoknya berkuasa dulu, nanti dipikir belakangan. Akhirnya yang terjadi adalah bagi-bagi angpau supaya kondisi tenang.

Jakarta mau gimana ga usah dipikirin, yang miskin tetap miskin, yang rampok tetap rampok, yang narkoba biar urusan polisi aja..

Semoga warga Jakarta sudah pinter-pintrer, tau mana yang baik dan mana yang buruk. Jangan kayak orang susah, dikasi amplop 50 rebu doang, suara digadaikan..

Minum kopi dulu biar pinter.

Kalau orang sabar pantatnya lebar, orang pinter itu hidungnya yang besar.

Jakarta du Tangan Anies Baswedan


Dari semua paslon, saya sebenarnya ingin kang Anies yang menang. Karena kalau doi menang, saya bisa melihat bagaimana ia mengeksekusi semua teori dan konsepnya yang aduhai.

Sebenarnya bener kata Ahok, kang Anies ini lebih bagus jadi dosen. Teori bolehlah, tapi praktek bisa jauh api dari panggang. Seperti saya bilang, seandainya dosen saya kang Anies, saya bisa ngorok di bangku belakang atau lebih baik baca Enny Arrow aja sama teman-teman.

Membangun kota keras seperti Jakarta itu tidak bisa sibuk pada tataran konsep, karena manusianya -terutama di jajaran PNS- sudah rusak semua. Mereka sudah kacau cara berfikirnya, menganggap dirinya raja dan rakyat adalah pelayannya.


Kang Anies bilang harus dirangkul, jangan dipukul. Orang sudah rusak cara berfikirnya untuk dirangkul bukan lagi obat mujarab, karena mereka sudah tidak sadar bahwa perbuatan mereka salah. Karena itu harus diterapkan reward and punishment yang keras.

Motivasi gak ada dalam pikiran mereka, yang ada uang uang dan uang. Lihat saja, berapa yang terpaksa harus dipecat Ahok karena sulit diperbaiki. Sebagian malah sudah masuk penjara karena korupsi.

Mungkin itulah sebabnya kang Anies dipecat Jokowi. Awalnya pakde kagum dengan teorinya, tapi kok prakteknya gak sebagus apa yang dikatakan. Sibuk merangkul eh malah digunakan untuk mencari suara..

Seandainya terpilih, saya pengen tahu bagaimana doi bisa menghentikan proyek reklamasi yang aturannya sudah sejak masa Soeharto berkuasa? Masak duduk bersama terus.. ambeien, pak...

Paling akhirnya nyerah dan berkata, "Kita lanjutkan saja program bagus ini untuk warga Jakarta bla bla.."

Lemahnya kang Anies juga bisa terlihat ketika ia berusaha kompromi dengan banyak pihak. Lihat saja cara ia merapat ke FPI dengan berkata. "Saya bukan Syiah..".

Ini indikasi kuat bahwa ia akan terus bekerjasama dengan ormas garis keras dan sulit melarang mereka melakukan perbuatan radikal. Kebayang nanti puasa, ada penggerebekan warung dan kang Anies hanya muncul di media, "Semua saya rangkul, ya.. saya rangkul.."

Oh, maaf di belakang kang Anies ada PKS-nya, jadi pantaslah...

Kalau soal konsep, tinggal bayar saja ahlinya. Pemimpin itu bukan hanya kuat konsep, tapi ia harus mampu menjadi eksekutor juga. Pemimpin itu bukan hanya mampu memberi nasihat, tapi ia juga mampu meletakkan sesuatu ditempatnya. Salah ya salah, benar ya benar..

Semoga kang Anies yang menang. Bisa bisa di balai kota penuh tulisan motivasi, tapi di belakang meja para tikus terus beraksi. 

Jakarta di Tangan Ahok


Jakarta ditangan Ahok itu rusak serusaknya. Ahok merusak budaya miskin dan kumuh yang selama puluhan tahun dipelihara untuk mendulang suara setiap pilkada. Kebiasaan melas karena mental kalah mereka, rusak karena harus berubah dengan direlokasi ke hunian layak. Masih ditambah dikasi kompor, tempat tidur dan kulkas. Ini bahaya.

Ahok juga merusak mata pencaharian LSM yang terbiasa dengan proposal mengamati warga miskin Jakarta. Berapa miliar mereka dirugikan karenanya ? Sungguh terlalu, kata Rhoma.


Belum lagi ditutupnya diskotek Stadium dan Mille's karena narkoba. Rusak sudah jaringan mafia disana. Perputaran narkoba itu menghidupi perut banyak orang. Daripada dibungkam, kenapa narkobanya ga disyariahkan sekalian? Belum lagi banjir.

Selama ini stasiun tivi menangguk iklan dengan laporan pandangan mata para reporternya yang berenang sepaha dan sedada. "80 persen Jakarta sudah tidak banjir lagi.." Kata plt Sumarsono.

Hitung berapa miliar kerugian jika tidak ada banjir di Jakarta? Mulai dari persewaan perahu karet, fee mendorong mobil yang tenggelam bahkan Basarnas jadi kehilangan pekerjaan. Dana sosial jadinya susah dikeluarkan. Kalau gada anggaran, berarti ga ada penghasilan.. Kimbek lah. Tambah rusak mental para birokrat.

Mereka yang selama ini jadi raja, sekarang harus jadi pelayan. Cam mana?? Sekarang mereka harus kerja, amplop sudah jarang. Kalau terima amplop dipecat. Ini keterlaluan !!

Trus petugas bersih-bersih sekarang gajinya 4 jutaan perbulan. Apa maksudnya? Mereka sudah terbiasa hidup dengan 500 ribuan perbulan! Jangan dirubah budayanya, ntar jadi kebiasaan.

Kalijodo yang dulu remang-remang, sekarang jadi taman publik terang benderang. Ini apa maksudnya? Ahok menghancurkan bisnis lendir yang sudah lengket puluhan tahun lamanya. Kasian, Daeng Azis jadi gak bisa cari makan. Harusnya, komplek pelacuran itu di cat warna warni aja, biar makin indah dan sedap dipandang mata. Biar makin hot goyang dombrettnya.

Apalagi budaya bancakan anggaran anggota DPRD mau dihilangkan. Dulu bisa satu buah USB eh UPS harganya miliaran. Sekarang?? Lihat tubuh haji Lulung sempat kering kerontang.. Ludahnya sudah gak berapi lagi. Kasian. Budaya kompromi dengan ormas radikal juga dirusak. Mereka jadi gak bisa cari uang lagi dari dana bantuan sosial. Jadi jangan salahkan kalau mereka harus demo terus sekedar untuk cari makan.

Karena itu Ahok jangan pernah dipilih lagi. Kalau nanti di TPS, coblos aja matanya dengan geram. Gambar paslon yang lain dielus-elus, sayang kalau rusak wajah ganteng mereka karena tusukan.
Apalagi Ahok gak doyan ngopi!! Masak kopi yang gua bawa dibilang kopi sasetan? Dendam jadinya, kok dia bisa tau yaaaa...

Ga mau seruputtt !

@denny siregar



Antasari Azhar Beberkan Fakta Baru Tentang 'Si Pembawa Pesan'

DUNIA HAWA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, membeberkan fakta baru terkait kedatangan sosok pembawa pesan ke rumahnya.


Sosok yang diduga merupakan pengusaha media tersebut, mengantarkan pesan dari seseorang kepada Antasari yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua KPK.

Dalam pesannya, Antasari diminta untuk tidak melakukan tindakan hukum kepada seseorang.

"Pokoknya jangan melakukan tindakan hukum ke si A. Dia pun menyampaikan membawa misi dan dia menyebut yang menyuruhnya siapa," ujar Antasari dalam rekaman video wawancara dengan Metro TV yang diunggah pada 25 Januari 2017.

Antasari pun menanggapi si pembawa pesan.


"Lalu, saya katakan, 'Mohon maaf ini KPK, KPK ini kalau sudah berucap harus laksanakan'. Sudah ada semacam kesepakatan antarpimpinan jika melakukan suatu penahanan.' Kemudian saya bilang 'Maaf saya tidak bisa melaksanakan misi Anda'," ujar Antasari.

Namun, sosok pembawa pesan tersebut mengancam Antasari jika tidak mengabulkan permintaan si pembuat pesan itu.

"Nah, pak Antasari hati-hati," tutur Antasari menirukan perkataan dari sang pembawa pesan.

Benar saja, tidak sampai sebulan, Antasari pun dipidana atas kasus pembunuhan terhadap pengusaha bernama Nasrudin Zulkarnaen yang membuatnya dibui.

"Satu bulan saya tidak melaksanakan pesan, saya dijebak pembunuhan. Saya tidak berpikir risiko itu saya dipenjarakan," ungkap Antasari.

Dalam satu bulan tersebut, KPK yang dipimpin Antasari melakukan penahanan terhadap seseorang terkait kasus penggunaan uang yayasan Bank Indonesia.

Saat dikonfirmasi apakah sosok tersebut adalah Aulia Pohan, Antasari menjawab, "Ya kurang lebih begitu."

Antasari pun mengakui bahwa pesan yang dibawa sosok misterius tersebut adalah permintaan seseorang untuk tidak menahan Aulia Pohan.

"Ya saya tahan. Karena memang KPK seperti itu," ujar Antasari

Lalu saat ditanya apakah yang menyuruh si pembawa pesan adalah keluarga Aulia Pohan, Antasari pun menjawab.

"Iya, tapi itu yang dikatakan yang bersangkutan (si pembawa pesan) ya. Entah dia bawa nama atau sesungguhnya seperti. Wallahu alam saya nggak itu, tapi itu yang saya dengar."

Saat kedatangan pembawa pesan itu, lembaga antirasuah yang dipimpin Antasari saat itu mengusut kasus korupsi dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang menjerat Aulia Pohan. Aulia Pohan diketahui merupakan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia sekaligus besan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Kasus tersebut berujung pada penahanan Aulia Pohan.

Selain itu, Antasari juga tengah menunggu audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang Kasus Bank Century dan yang paling dekat dengan masa penahanan Antasari yakni kasus IT KPU.

"Ada beberapa (kasus) yang saya tangani. Selain itu (Kasus Aulia Pohan) sudah selesai. Selain itu saya juga menunggu hasil audit BPK tentang Century dan yang paling dekat dengan masa penahanan saya itu adalah saya sedang ingin membongkar kasus IT KPU," ujar Antasari.

Berikut videonya


Kasus lama Antasari dibuka lagi


Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan menegaskan, kasus pembunuhan yang menjadikan Antasari Azhar sebagai tersangka akan dibuka kembali.

Polisi akan menyelidiki hal-hal yang dinilai belum tuntas dalam kasus tersebut. Iriawan akan berkoordinasi dengan penyidik di Direktorat Kriminal Umum yang menyidik kasus Antasari.

"Sudah lama saya belum update data itu. Saya tanya dulu ke penyidiknya, baru nanti saya sampaikan lagi," kata Iriawan saat ditemui di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis siang.

Saat ditanya apakah ia menganggap ada yang janggal dan belum tuntas dalam pengusutan kasus itu, Iriawan enggan menjawabnya.

"Nanti tanya ke direkturnya, saya belum update," sahut jenderal bintang dua itu.

Iriawan merupakan Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya pada tahun 2009.

Saat itu, ia turut menyidik perkara pembunuhan direktur PT Putra Rajawali Bantaran, Nasrudin Zulkarnaen

Antasari ditetapkan sebagai tersangka.


Buntut dari penetapan itu, Antasari diberhentikan dari jabatan Ketua KPK.

Hakim menilai Antasari terbukti mendalangi pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

Motifnya adalah cinta segitiga antara Antasari-Rani Juliani-Nasrudin.

Rani Juliani adalah caddy di lapangan golf yang sering didatangi Antasari maupun Nasrudin. Antasari divonis 18 tahun penjara.

Pada 20 Januari 2016, Antasari mendapat grasi dari Presiden Jokowi dan dinyatakan bebas tanpa syarat.

Antasari menilai, perkara yang melibatkan dirinya belum terungkap seluruhnya. Menurut dia, proses hukum terhadap dirinya penuh rekayasa.

Bonyamin Saiman, pengacara Antasari, dan adik kandung Nasrudin Zulkarnaen, juga konsisten menyatakan bahwa ada misteri yang belum terungkap pada kasus pembunuhan Nasrudin.

Kejanggalan pada kasus Antasari di antaranya adalah tidak adanya kemeja motif kotak-kotak lengan pendek yang dikenakan Nasrudin pada saat dia ditembak.

Menurut Boyamin, mestinya kemeja itu bisa menjadi bukti kuat dalam persidangan.

Secara logika, peluru yang menembus kepala Nasrudin akan menyemburkan darah ke baju yang ia kenakan.

Namun rumah sakit yang memberikan pertolongan pertama kepada Nasrudin, hanya mengembalikan celana korban. Sementara kemeja kotak-kotak yang dikenakan Nasrudin tidak diketahui keberadaannya.

Boyamin yakin kemeja yang menjadi bukti utama itu dihilangkan oleh pihak tertentu.

Kejanggalan lain terletak pada barang bukti berupa peluru. Peluru yang ditemukan di lokasi penembakan Nasrudin berukuran 9 milimeter, sementara barang bukti yang diajukan ke pengadilan adalah kaliber 38.

Dalam persidangan, saksi ahli forensik RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Mun'im Idris sempat mengaku ada pihak yang mendatangi dan memintanya mengubah keterangan soal peluru yang ditemukan.

Namun Mun'im enggan menyebutkan nama dan hanya mengatakan pangkat kepolisian orang tersebut adalah Komisaris Besar.

@tribunnews


Gencarnya Penolakan Terhadap FPI, Pembubaran Tinggal Menunggu Waktu Saja

DUNIA HAWA - Suksesnya aksi yang dijalankan oleh FPI, sempat membuat kita berpikiran bahwa ormas ini didukung sebagai besar masyarakat Muslim Indonesia.


Bukan tanpa alasan saya mengatakannya, namun data di lapangan menjadi bukti nyata bagaimana aksi 411 dan 212 berjalan sukses. Kalau saya boleh jujur, saya masih gagal paham, atas aksi membela umat Islam ala FPI.

Ormas ini begitu pintar memainkan perannya, yang sanggup menarik massa dalam jumlah yang banyak, cukup hanya dengan slogan ‘’Membela Allah’’ umat Islam langsung berbondong-bondong datang tanpa tahu sebab yang sebenarnya. Saya menyayangkan hal ini, namun ditengah asa saya yang kian redup, ternyata masih ada umat Muslim yang mau berpikir objektif atas aksi yang dilakukan oleh FPI ternyata tidak sepenuhnya membela umat Islam, dibalik itu begitu jelas aroma berbau politik yang dimainkan ormas ini.

Gencarnya Rizieq Shihab, mengumandangkan takbir, menolak pemimpin non-Muslim, serta menolak pemerintahan Jokowi-Jk, ditambah lagi aksi sweeping melarang muslim mengenakan atribut Natal, dan mengucapkan Selamat Natal (tidak berlaku dalam mengucapkan Gong Xi Fat Cai) ternyata membuat emosi masyarakat sudah diambang batas, masyarakat gerah atas brutalnya FPI, yang suka mengatur-atur umat Islam.

Maka, sekarang tidak heran, gejolak suara penolakan serta tuntutan untuk membubarkan ormas ini kian kencang dari beberapa daerah. Baru-baru ini GP Ansor Balikpapan menolak kehadiran FPI, karena menurut mereka kehadiran FPI dikhawatirkan akan merusak hubungan antar umat beragama yang sudah kondusif itu. Ini seperti tamparan keras bagi FPI, yang ingin melebarkan sayap markasnya di bumi Indonesia, ternyata menuai kecaman dari banyak pihak.

Sebelumnya FPI juga direncanakan akan mendeklarasikan diri sebagai organisasi keagamaan di Tulungagung, Jawa Timur, resmi ditolak pemerintah daerah setempat.

“Setelah berdiskusi dengan jajaran Forpimda, kami nyatakan tidak mengakui keberadaan FPI di Tulungagung,” tegas Bupati Syahri Mulyo. Penolakan terhadap FPI semakin kencang terdengar, setalah kelompok adat Dayak di Palangkaraya, mengeluarkan pernyataan dengan tegas menolak kedatangan FPI di Kalimantan Tengah itu. Aksi demo yang terus menuntun agar FPI segara dibubarkan, sebagai bentuk pernyataan sikap bahwa masyarakat muslim sudah enggan dibohongi dengan slogan membela umat Islam ala FPI.

Belum lagi warga Pontianak melarang keberadaan FPI didaerah mereka, ditambah warga Kendal yang meminta FPI harus segera dibubarkan, semakin jelas bahwa FPI tidak dibutuhkan di Republik Indonesia ini. Aspirasi penolakan terhadap FPI, kini sudah sampai di pemerintah pusat, masalahnya adalah, FPI tidak terdaftar sebagai badan hukum, sebagai yayasan, ataupun perkumpulan.

Itu artinya kalau tidak terdaftar, pemerintah tidak bisa membubarkan ormas ini. Atau istilah yang sering saya pakai “FPI itu hanya sekumpulan kaum pengangguran” yang dibentuk hanya untuk membuat onar. Alasan-alasan inilah yang membuat FPI tidak bisa dibubarkan, namun untuk mematikan ruang gerak ormas ini, kita semua, setiap daerah harus sepakat untuk menolak keberadaan FPI.

Karena hanya dengan menolak sajalah ormas ini tidak bisa lagi berkembang. Namun penolak saja sepertinya tidak begitu cukup untuk menghentikan ormas ini, pihak-pihak yang selama ini memberikan dana kepada FPI, untuk segara menghentikan aliran dana nya, agar ormas ini segera lenyap dengan sendirinya, dan Indonesia bisa hidup tenang tanpa provokasi yang dilakukan FPI yang berpotensi memecah belah bangsa. Karena saya yakin, tujuan utama ormas ini dibentuk untuk melakukan onar.

Kini pembaca sudah mengetahui kenapa FPI begitu yakin dan gencar melakukan aksi-aksinya, karena tidak ada aturan yang mampu membubarkan mereka. Tidak ada pasal hukum yang mampu menghentikan mereka. Sekarang saya mengajak, untuk kita sama-sama menolak FPI di daerah kita masing-masing, kalau kita masih mau hidup rukun antar umat beragama.

@christovel silaban


Anies Baswedam Kurang Piknik

DUNIA HAWA - Debat kedua KPUD Pilkada Jakarta kembali memunculkan isu reklamasi. Paslon Anies-Sandi yang mengusung isu akan menghentikan reklamasi dimintai penjelasan oleh Calon wakil gubernur DKI Jakarta nomor pemilihan dua, Djarot Saiful Hidayat, bagaimana nanti kebijakannya.


Tetapi namanya juga masih akan dipikirkan ke depan, jawaban paslon ini diawal sangat normatif. Sandiaga Uno, yang menanggapi pertama berbicara tentang keadilan dan transparansi. Sedangkan Anies yang sudah mulai panas memberikan tanggapan yang sangat menyedihkan dan ssngat tidak intelek.

“Warga Jakarta saat ini tidak punya pantai, tidak pernah merasakan pesisir. Namanya Sunda Kelapa, tapi di mana nyiur melambai. Itu nggak ada. Biarkan rakyat memiliki pantai. Bukan hanya top of the top,” pungkas Anies.

Wuih, Pak Anies kok bicaranya seperti itu?? Kok mengatakan warga Jakarta tidak punya pantai?? Bukankah Pantai tidak hilang karena adanya reklamasi?? Memangnya pulau di reklamasi itu tidak punya pantai yah?? Malah jadi tambah dong.

Kalau masalah pantai di Jakarta, banyak sekali. Bahkan ada lebih dari seribu. Tidak percaya?? Cari di Kepulauan Seribu. Hehehe.. Anies sepertinya terlalu mengada-ada dan sangat tendensius kalau mengatakan tidak ada pantai di Jakarta. Mau cari pantai gratis?? Masih ada. Tetapi pastinya tidak akan seindah daerah Ancol yang sudah dikelola dengan baik.

Ini adalah beberapa contoh pantai yang ada di Jakarta.

1. Pantai Ancol

2. Kepulauan Seribu

3. Pulau Bidadari

4. Pulau Tidung

5. Pulau Pramuka

7. Teluk Jakarta

8. dll

Banyak pantai di Jakarta, Pak Anies. Semuanya bisa didatangi oleh warga Jakarta. Karena sudah dikelola dan dipercantik serta memperkerjakan banyak warga disana, maka wajar saja kalau ada bayaran. Tentu juga untuk kesejahteraan warga Jakarta yang mata pencahariannya di daerah wisata tersebut.

Masalah mata pencaharian nelayan saya pikir tidak akan menjadi masalah. Laut Jakarta luas dan sebaran pulaunya juga melimpah. Sangat tidak masuk akal gara-gara raklamasi nelayan jadi tidak hidup dan kehilangan mata pencaharian. Dimana-mana kalau orang bekerja dan berusaha pasti akan ada hasilnya. Memangnya kalau tidak ada reklamasi, nelayan tidak mengeluh kesulitan hidupnya?? Tetap saja.

Pak Anies sepertinya kurang piknik dan jarang liburan ke Pantai-pantai di Jakarta. Kebanyakan mainnya cuma di Ancol saja. Atau apakah juga sudah main-main ke Pulau hasil reklamasi?? Ada pantainya atau tidak?? Apa dibeton semua daerah pesisir pantai di Pulau reklamasinya??

Semoga saja Anies paham apa yang disampaikannya. Jangan sampai dia menista gelar profesor yang disandangnya. Sebagai seorang akademisi harusnya ngomong terukur dan punya data dan tidak ngasal. Kalau tidak maka gelar profesor itu tidak pantas anda sandang.

Salam #PantaiUntukAnies

@palti hutabarat


Visi - Misi versus Mimpi

DUNIA HAWA - Dari visi misi Paslon nomor satu, saking panjangnya dan penuh dengan kata-kata indah, harapan dan disertai oleh bahasa vikinisasi, membuat saya lupa apa yang dikatakan karena tidak menyentuh permasalahan, yang saya ingat hanyalah kata membuat Jakarta seperti yang diidam-idamkan warga Jakarta.


Dari kata diidam-idamkan, menurut saya itu sama saja dengan memberikan harapan saja, tetapi tidak tahu untuk mewujudkan idaman itu spesifiknya harus melakukan apa. Dan perlu digaris bawahi, setiap manusia memiliki idaman yang berbeda-beda dan tentu saja sesuai dengan selera masing-masing, keinginan masing-masing, dan perlu diketahui juga, bahwa keinginan dan idaman orang juga tergantung dari pengaruh pengetahuan dan watak seseorang, jika sesorang terbiasa bergaya hidup mewah dan konsumtif, tentu saja tidak akan ada habis-habisnya untuk memenuhi dahaga idamannya tersebut, Jadi idaman yang seperti apa yang dimaksudkan oleh paslon nomor urut satu?

Tidak usah naif dengan menganggap semua orang itu baik adanya, walaupun begitu, kita juga tidak baik terlalu curiga, coba lihat yang belum lama ini ditangkap tangan oleh KPK karena menerima suap, yaitu Hakim MK Patrialis, jika kita pikir secara kasat mata, mana mungkin Hakim yang relegius, saking relegiusnya tidak mau dipimpin kafir tetapi anehnya mau disuap oleh orang kafir ( kafir menurut versi sapi) itu menzolimi rakyat dengan melakukan perbuatan tidak terpuji, walaupun anehnya teriak-teriak dizolimi, jadi intinya idaman siapa disini harus jelas, jangan mengapung, saya juga jadi mengapung nih nulisnya, bingung sih apa yang mau dikomentari, karena semua masih tahap mengidam-idamkan.

Saya jadi inget Viki Prasetyo, yang terkenal dengan vikinisasinya, yang membuat otak saya bekerja dengan ekstra keras untuk menelaah omongannya, ingat bung, ini Indonesia, lebih baik menggunakan bahasa Indonesia, supaya kami rakyat jelata memahami makna dari ucapanmu supaya tidak ngapung pikiran kami, gundah gulana menderita tidak menentu terombang ambing pikiran karena mencari makna segala ucapanmu.

Berbeda lagi dengan visi dan misi pasangan nomor urut dua yaitu, Basuki-Djarot, mereka berdua memiliki visi dan misi yang memang sedang dalam proses berjalan, dan harapan akan menjadi lebih baik lagi. Di dalam segi birokrasi, Ahok-Djarot membentuk badan   pelayanan, ingat ya, badan pelayanan, bukan badan perizinan karena dimasa kepemimpinan Ahok –Djarot ingin melakukan pelayanan yang berdasarkan empati, dimana empati itu sendiri memposisikan dan merasakan bagaimana jika kita menjadi dia, bisa dibayangkan jika semua orang memiliki nilai empati yang tinggi, tentu saja semuanya akan baik adanya.

Empati adalah hal yang penting didalam kehidupan, penegak hukum tidak lagi memaksa untuk orang-orang supaya mematuhi hukum karena semua berempati. Penegak hukum itu galak karena melakukan tugasnya, yaitu menegakkan hukum, bahkan nyawa taruhannya, bisa dibayangkan jika didunia ini tidak ada hukum, tidak ada aturan, maka semua akan kacau dan semua orang bertindak semaunya. Mungkin isu penggusuran yang dilakukan Ahok dijadikan bahan menyerang, tidak berprikemanusiaan dan lain-lain, mari kita pikir, jika kita menjadi Ahok, yang digusur adalah orang-orang yang menyalahi aturan, tinggal didaerah aliran sungai, dimana sungai yang seharusnya lebarnya 35 meter menjadi 5 meter. Selain itu efek banjir juga membuat tidak hanya menimpa warga sekitar sungai tersebut, tetapi warga lainnya juga, apakah itu benar?

Walaupun demikian, Ahok tidak serta merta mengusir begitu saja, Ahok juga berempati terhadap yang digusur dengan membuatkan rumah susun dengan segala fasilitas yang lebih manusiawi dari tempat sebelumnya, dan tidak berhenti disitu saja, Ahok juga memikirkan, tinggal ditempat baru pasti banyak kesulitannya, dari tempat yang jauh dari tempat kerja, sekolah anak, dari sebab itu Ahok menyediakan bis gratis untuk mereka, bahkan subsidi-subsidi lainnya pun diberikan untuk dapat bertahan ditempat yang baru. Karena pada dasarnya Ahok-Djarot ingin melakukan administrasi keadilan sosial bagi seluruh warga Jakarta, ingat dan perlu dicatat ya keadilan sosial.

Penekanan keadilan sosial itulah yang saya suka dari Ahok-Djarot, selain itu mereka juga merencanakan pembuatan rumah sakit disetiap kecamatan supaya lebih dekat dengan warga, tidak hanya itu tentu saja Kartu Jakarta Sehat ikut meringankan warga, karena berobat dengan gratis.

Karena bahasa yang mudah dimengerti,  karena yang dipaparkan adalah hal yang nyata , jika ada masalah A, maka solusi B tentu saja dengan dilengkapi cara-caranya, kan konyol jika bermimpi ingin membuat rumah apung, tapi tidak tahu caranya. Masih banyak yang bisa dijabarkan dari visi-misi Ahok yang rasional, masuk akal, dan yang paling penting adalah bisa diterapkan, karena sudah diketahui caranya, bukan menghayal.

Nah untuk visi dan misi Anies, inilah yang paling tidak bisa dikomentari, karena dia tidak memiliki visi misi, dan karena tidak memiliki visi dan misi, mangkanya dia ngikut visi-misi yang sudah ada dengan membeberkan raport merah Ahok . Helowww pak, ayo dong cari cara yang lebih baik supaya Jakarta menjadi lebih baik, inovasi dong pak, inovasi, jangan pentium satu terus dengan nyir-nyir yang belum tentu anda sendiri bisa lebih baik dari Ahok-Djarot, karena jadi menteri saja bapak gak tuntas loh, inovasi dong pak, supaya kita tidak ketinggalan.

Ah ya sudahlah….capek…mau mikir hal yang produktif  di dunia nyata dulu ya…

@cak anton


Ketika Blunder-blunder Sylvi Malah Menguntungkan Ahok

DUNIA HAWA - Dulu, saya selalu membanggakan Sylvi kepada rekan-rekan saya yang bertanya tentang politik. Tujuannya supaya rekan-rekan saya tidak terlalu meremehkan pasangan Agus-Sylvi.


Saya selalu mengatakan, pilihan timses Agus untuk gaet Sylvi itu tepat, sebab Sylvi adalah birokrat lama di Jakarta, termasuk di era Ahok. Keuntungannya, dia bisa tunjukkan kekurangan dan aplikasikan apa yang sudah ia pelajari dari Ahok.

Pikir saya, dia sudah termasuk ahlinya. Itu di luar kemungkinan dia bakal jadi tersangka atau tidak lho.

Sayangnya, dalam banyak kesempatan, Sylvi malah sering melakukan blunder. Blunder-blunder itu jelas makin menyulitkan dan memperlemah performa paslon.

Contoh pertama adalah pendapat Sylvi mengenai penggusuran yang berbeda dengan Agus. Agus selalu berujar bahwa tidak akan ada penggusuran terhadap rumah-rumah yang ada di bantaran sungai. Dia akan menciptakan pembangunan yang manusiawi katanya.

Entah apapun caranya. Selama kampanye Agus sempat bilang bahwa nanti akan dibuat mengapung. Yang penting pemimpinnya harus kreatif. Mungkin karena begitu kreatifnya, rumah-rumah bisa dibuat mengapung. Ahok tidak sekreatif itu.

Di sisi lain, Sylvi malah melakukan blunder dengan mengatakan pada warga bahwa warga harus cerdas dalam melihat penggusuran. Apa yang nampak seperti penggusuran itu adalah tindakan untuk membuat warga mendapat hidup yang lebih baik.

“Mereka minta, Bu, jangan digusur. Saya selalu katakan masyarakat harus cerdas. Kenapa mau digusur? Karena akan ditata,” ujar Sylvi di Krukut, Tamansari, Jakarta Barat, Selasa (3/1/2017), seperti yang ditulis detik.com.

Sampai di sini saja, saya yakin Ahok sudah pasti senyum-senyum tidak simetris. Ahok sudah melihat celah untuk menunjukkan ketidakharmonisan pasangan tersebut. Buktinya, di debat pertama Ahok sempat singgung, “Saya bingung. Yang satu bilang mau dibuat mengapung, … tapi Bu Sylvi bilang masyarakat harus cerdas.”

1-0 untuk Ahok.

Blunder yang kedua terjadi di debat pertama. Masih ingat kejadian menarik di sesi 4? Anies memaparkan tentang banyaknya rakyat Jakarta yang tersaingi oleh orang-orang dari luar Jakarta. Artinya, lapangan pekerjaan banyak direbut oleh imigran. Anies kemudian bertanya tentang bagaimana memaksimalkan Timpora (Tim Pengawas Orang Asing).

Pertanyaan teknis begitu sudah pasti akan diberikan Agus pada Sylvi. Agus tidak mungkin sok jago menjawab area yang dia tidak tahu. Nanti jadinya mirip jawaban Prabowo ke Jokowi ketika debat capres dulu, “Apa itu TPID?” Jangan sampai Agus juga tanya, “Apa itu Timpora?”

Betul juga, Sylvi yang berdiri dan menjawab dengan panjang lebar. Pada waktu itu, Sylvi membahas empowerment, modal usaha 50 juta/unit, fasilitas yang membuat masyarakat lebih inovatif, dan lain sebagainya.

Sayangnya, walaupun jawabannya komprehensif, Anies melakukan sindiran ekstra keras dengan berkata, “jawaban Ibu menarik dan kreatif, tapi sayang nggak nyambung Bu.” Sontak gelak tawa meledak di ruang debat.

Mungkin waktu itu Agus langsung tepok jidat kemudian menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

Memang selanjutnya Sylvi mengelak, “lho, saya kan punya dua kesempatan. Jadi untuk kesempatan kedua ini saya akan bahas tentang pengawasan orang asing.” Haha. Saya yakin kura-kura akan geleng-geleng.

Intemezzo, ini yang membuat banyak orang lebih suka Ahok ketimbang paslon lainnya. Paslon-paslon lain terlalu banyak ngeles dan mengeluarkan kalimat-kalimat diplomatis. Sulit sekali bagi mereka untuk bilang maaf atau “saya salah” atau “saya keliru.”

Lanjut, Sylvi akhirnya menjawab bahwa dia akan memaksimalkan pengawasan orang asing. Menurut saya ini hanya mengulang pertanyaan, “bagaimana cara anda memaksimalkan Tim Pengawasan Orang Asing?”

Kalau ditanya, “apakah anda akan memaksimalkan?” Jawaban “kami akan memaksimalkan” itu boleh-boleh saja. Tapi kalau ditanya, “bagaimana caranya?” Ya lain lagi. Harus teknis.

Ini adalah contoh mengapa banyak sekali hasil survei netizen yang mengatakan bahwa pasangan selain Ahok-Djarot tidak punya kemampuan yang cukup untuk menguasai masalah.

Kemudian, Sylvi melanjutkannya dengan menjelaskan proyek kartu Satu Jakarta. Taktiknya meniru Jokowi, Sylvi mengangkat kartu tersebut. Kemudian Sylvi mengatakan bahwa kartu itu akan dipakai untuk segala hal oleh warga asli Jakarta, baik itu pendataan atau transaksi.

Ahok mengambil kesempatan lagi. Dia pintar sekali melihat celah. Dia lihat bahwa walaupun sudah lama jadi birokrat, Sylvi tidak banyak menguasai birokrasi Jakarta. Seharusnya Ahok berterima kasih karena telah mendapat ide dari serangan Anies.

Ahok balik serang Sylvi. Begini katanya, “Lho, kalau kartu itu, kami sudah ada, namanya Jakarta One.” Nah lho, namanya mirip.

Ahok mempertanyakan kembali, apakah Sylvi mengerti peraturan keuangan yang berlaku terkait dengan pembuatan kartu-kartu semacam itu. Ahok mengklaim sudah disetujui oleh BI, sebab prosedur dan standarnya sudah dikerjakan dan dipenuhi. Bahkan Pemda sudah melakukan MoU dengan banyak bank. Aspek lain, pengadaan dana bergulir itu sudah dievaluasi dan tidak diperbolehkan oleh BI, tetapi Agus-Sylvi masih ingin meneruskan.

Ahok melanjutkan dengan tuduhan bahwa pasangan no. 1 tidak mengerti peraturan keuangan. 2-0. Tepuk tangan riuh terdengar.

Di debat kedua, Sylvi melakukan blunder lagi. Setidaknya saya melihat dua hal.

Pertama, pada saat tanya jawab antar paslon bagian pertama (ada dua sesi tanya jawab). Ketika paslon 1 diberi kesempatan untuk bertanya pada paslon 2, Agus mempertanyakan akuntabilitas dana dari pengembang yang dipakai untuk membangun banyak infrastruktur. Agus mempermasalahkan dana yang tidak masuk dalam kas pemda tersebut.

Ahok kemudian menjelaskan bahwa dia pernah jadi DPR-RI komisi 2. Dia juga yang ikut menyusun UU terkait diskresi tersebut. Ahok mengatakan bahwa menjadi sebuah masalah karena ada aturan pemda yang melarang penerimaan uang administrasi dari swasta. Itulah yang membuat Ahok tidak menarik kontribusi berupa uang, melainkan barang. Pemberian pengembang dilabel kontribusi bagi masyarakat.

Sylvi kemudian menganggapinya kembali. Dengan pongahnya Sylvi mengatakan, “Saya mengerti tentang keuangan negara (saya lupa tepatnya dia berkata apa).” Intinya dia menyombongkan pemahamannya.

Menurut Sylvi uang harus masuk dulu, entah itu dari diskresi atau kebijakan-kebijakan lain. Tidak boleh uang langsung disalurkan ke asisten pembangunan. Selain itu, DPRD harus tahu.

Ahok yang masih punya kesempatan menjawab sekali lagi akhirnya turun dari kursinya. Saya lihat, Ahok senyum tidak simetris lagi. Saya penasaran, serangan apa lagi yang akan diberikannya.

Ternyata betul. Ahok mengatakan, “Kadang-kadang, sama-sama birokrat ini agak lucu. Saya menguasainya. Yang dibilang Bu Sylvi betul, tapi itu mengenai pengadaan barang yang berbeda.” Maksudnya, beda kasus, beda juga dasar hukumnya.

Pengaturan penerimaan kontribusi terkait pengembang tersebut masuk dalam UU keuangan berbasis kinerja. Itu baru diberlakukan tahun 2001. Ahok menyindir dengan mengatakan bahwa walaupun birokrat-birokrat ini sudah lama bekerja, undang-undang tersebut baru diberlakukan semenjak 2001.

Kasarnya, Ahok hendak mengatakan bahwa Sylvi kudet, kurang update. Terbukti bahwa Ahok menutup jawabannya dengan kalimat, “Saya kita Bu Sylvi kurang menguasai UU keuangan berbasis kinerja.”

Haha… Asal anda tahu. Kalau anda menonton debat, anda akan lihat betapa ngakaknya Anies saat itu. Terima kasih untuk kameramen yang sudah menyorotnya.

3-0 untuk Ahok vs Sylvi. Entah sudah berapa kali Agus menutup mukanya dengan kedua telapak tangan.

Puncak blundernya Sylvi adalah ketika paslon no. 1 dan 3 seakan saling berkedip untuk menjatuhkan Ahok. Taktik mereka keren sekali, tapi jahat!

Ketika paslon no. 3 diberikan kesempatan untuk bertanya pada pasangan no. 1, Sandiaga Uno malah bertanya pada Sylvi mengenai apa saja yang kurang dari reformasi birokrasi yang sudah dilakukan Ahok.

Sylvi yang sangat suka dengan situasi itu—sebab strategi mereka diharapkan akan menjepit Ahok—menjawab bahwa birokrasi harus ramping struktur dan kaya fungsi. Ini jawaban yang baik menurut saya, prinsipil sekali. Tapi tunggu dulu. Saya mendengarkannya sambil menunggu tuduhan apa yang akan dilontarkan pada Ahok.

Selanjutnya, menurut Sylvi usaha perampingan dan penataan birokrasi sudah dilakukan. Sayangnya masih banyak kelemahan. Sylvi sepertinya hendak menilai buruk kecenderungan Ahok yang memberikan kredit tinggi bagi orang yang bekerja keras walau tidak sesuai dengan gelarnya.

Sepertinya, bagi Sylvi pekerjaan harus murni didasarkan pada gelar dan latar belakang pendidikan, bukan kerja kerasnya. Maka dari itu Sylvi mengatakan, “Jangan sampai kalau orang disiapkan untuk jadi dokter, seharusnya bukan jadi camat. Kalau orang lulusan IPDN, seharusnya tidak urus air.”

What?!!?? Sylvi menjawab dengan enteng sembari menghadap Anies, tanpa sadar dia membelakangi Agus. Sekali lagi, Sylvi memberikan jawaban yang self-defeating. Pengunduran diri Agus dari kemiliteran untuk naik jadi gubernur menjadi sebuah masalah oleh karena prinsip yang diujar Sylvi tadi.

Entah yang merencanakan naiknya Agus ini siapa. Apakah itu SBY, parpol pendukung, atau bahkan Agus sendiri, saya tidak tahu. Yang jelas mereka pasti migrain sambil memukul-mukul meja dengan seekor ikan tongkol.

Last but not least…

Mungkin lain kali timses Agus harus berpikir ulang untuk memilih birokrat yang diharapkan untuk jadi pesaing Ahok. Sampai sekarang, belum ada yang bisa menandingi Ahok dalam hal penguasaan masalah dan birokrasi.

Saran saya, lebih baik lakukan seleksi atau lelang jabatan cawagub seperti yang dilakukan Ahok pada PNS-PNS Jakarta. Iya. Lelang jabatan cawagub. Cawagub kan juga sebuah jabatan bergengsi. Sandi saja rela keluarkan puluhan miliar demi menjadi cawagub. Saya yakin, cuma sampai cawagub!

Atau kalau perlu, minta rekomendasi Ahok mengenai birokrat mana yang benar-benar menguasai birokrasi dan masalah-masalah di Jakarta. Ketidakandalan akan masalah lapangan akan membuat jawabannya cuma berputar-putar di kalimat, “pemimpin harus kreatif.” Aduh, kasihan.

Saran berikutnya, bisa juga Agus tidak perlu mencari cawagub tetapi mendaftar untuk jadi wakil Ahok. Sayangnya menjadi wakil Ahok pasti tidak mudah bagi Agus, sebab ketika diundang di Mata Najwa beberapa waktu lalu, Ahok sendiri bilang, “[cawagub]Djarot lebih bagus ketimbang cagub lain [Agus dan Anies].”

Saran terakhir, ada baiknya Agus mempertimbangkan untuk mencari cawagub dari penduduk bumi datar. Mungkin di bumi datar banyak orang yang bisa memberikan teori-teori mencengangkan untuk mengatasi banjir dan mereformasi birokrasi.

Saya kira pembaca juga sudah bisa memperkirakan teori apa saja yang akan dicetuskan oleh penduduk bumi datar.

@abel kristofel 


Nasihat Dahsyat Imam Ali Kepada Hakim Seperti Patrialis Akbar

DUNIA HAWA - “Kalian berlaku adillah dalam memutus sebuah perkara. Perlakukan setiap orang sama di hadapan hukum, sehingga orang-orang terdekatmu tidak rakus dan musuh kalian tidak putus asa terhadap keadilanmu” (Imam Ali r.a.).


Seorang pemikir Kristen, George Jordac menjuluki Imam Ali sebagai “The voice of human justice.” Penjulukan atau predikat ini tidak berlebihan. Sebab, Imam Ali adalah sosok pemimpin langka. Nasehat-nasehatnya masih relevan, meski jarak antara Imam Ali dan generasi sekarang sudah merentang lebih dari 1400 tahun.  Salah satunya adalah nasehatnya kepada para pemimpin dan para hakim.

Ketika kita dibuat miris dengan tingkah laku hakim yang sangat jauh dari rasa keadilan. Ketika kita dibuat heran dengan tindakan korupsi, penyelewengan dan beragam tindakan tercela yang dilakukan oleh para hakim, maka kita tidak lagi menaruh kepercayaan kepada hukum.

Bagaimana meletakkan hukum pada rel yang sesungguhnya ? Bagaimana tindak-tanduk seorang hakim yang memenuhi rasa keadilan itu ? Seorang hakim yang tidak silau oleh kemilau harta, tahta dan wanita ? Suatu ketika Imam Ali memberikan contoh dalam kehidupannya ketika Beliau menjabat sebagai Khalifah sepeninggal Nabi Muhammad Saw.

Ketika diberitahukan kepada Imam Ali r.a. bahwa Syuraih (seorang qadhil hakim) membeli sebuah rumah seharga 80 dinar, beliau memanggilnya dan berkata kepadanya :

“ Kudengar Anda telah membeli rumah dengan harga 80 dinar, dan telah anda buat akta jual belinya, lengkap dengan saksi-saksinya ?” Tanya Sang Imam.

“Benar, wahai Amirul Mukminin,” Jawab Syuraih. Maka Imam Ali menatapnya dengan wajah penuh amarah, lalu berkata kepadanya :

“Hai Syuraih, suatu hari maut akan menjelangmu, dan ia tidak akan membaca akta jual beli itu, dan tidak akan menanyakan kepadamu tentang bukti-buktimu. Ia akan membawamu pergi sampai menyerahkan dirimu ke tempat kuburanmu dan meninggalkanmu sendirian di sana….

Maka perhatikanlah baik-baik, wahai Syuraih; jangan sampai Anda membeli rumah itu dengan uang yang bukan milikmu. Atau membayar harganya dengan harta yang bukan menjadi hakmu yang halal. Sehingga dengan berbuat begitu Anda telah merugi, kehilangan rumah di dunia dan rumah di akhirat!”

Ketahuilah, sekiranya Anda datang kepadaku ketika hendak membeli rumah yang telah Anda beli itu, pasti kutuliskan bagi Anda sebuah akta yang akan membuat Anda kehilangan hasrat untuk membelinya, meski hanya dengan satu satu dirham atau kurang dari itu! Inilah akta itu :

Inilah rumah yang telah dibeli oleh seorang hamba yang hina dina dari seorang hamba lainnya yang telah terpaksa pergi meninggalkannya; sebuah rumah di antara rumah-rumah keangkuhan, yang dimiliki oleh kaum yang sedang menuju kefanaan, dan dihuni oleh kaum yang akan diliputi kebinasaan.”

Rumah ini memiliki empat batas:

Pertama, yang berbatasan dengan sumber segala penyakit;
Kedua, berbatasan dengan pengundang segala musibah;
Ketiga, berbatasan dengan hawa nafsu yang membinasakan;
Keempat, berbatasan dengan setan yang menyesatkan…dan di bagian inilah dibuatkan pintu rumah itu!
Rumah ini dibeli oleh seorang yang terpedayakan oleh angan-angannya dari seorang yang terpenjarakan oleh datangnya ajal, dengan harga berupa keluar dari kejayaan hidup sederhana dan masuk ke dalam kesengsaraan mencari, bersusah payah dan merengek.

Dan bila si pembeli ditimpa suatu kerugian yang berada dalam jaminan si penjual. Maka kedua-duanya akan dihadapkan di tempat pengumpulan dan perhitungan pusat segala pahala dan hukuman di saat telah dikeluarkan perintah untuk menuntaskan segala urusan.

Ia akan diantar ke sana oleh maut, pencerai berai tubuh-tubuh para raja. Pencabut nyawa kaum tiran yang bersimaharajalela; penghancur kerajaan para Fir’aun, Kisra dan Kaisar, juga para penguasa Tubba dan Himyar, serta semua yang menumpuk-numpuk harta dalam jumlah besar.

Mereka yang mendirikan bangunan-bangunan megah dan bermewah-mewah, mengukir dan melukis, menyembunyikan dan menyangka akan hidup untuk selama-lamanya. Atau yang katanya mempersiapkan bagi sang keturunan, maka pada hari itu akan merugilah orang-orang yang berbuat kebatilan (QS Al-Mukmin:68).

Demikianlah akta ini dibuat, disaksikan oleh akal di kala ia melepaskan diri dari kungkungan hawa nafsu dan selamat dari segala ikatan duniawi.”

Penulis hanya mengambil satu contoh ini, di antara banyak contoh lain. Nasihat dahsyat Imam Ali kepada seorang hakim ini sungguh luar biasa. Intinya, seorang hakim harus mengesampingkan urusan dan kepentingan pribadinya. Ia tidak boleh silau oleh harta, tahta dan wanita. Ia mesti hidup sederhana dan menjadi contoh serta suri teladan bagi masyarakat umumnya. Jika sudah mampu berbuat demikian, kita tidak akan lagi mendengar dan melihat seorang hakim terjaring OTT oleh KPK, Insha Allah.

@akhmad reza


Ahok Menang Telak Debat Kedua, Anies Emosian, AHY Tetap Mengapung

DUNIA HAWA - Tiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono (kiri)-Sylviana Murni (kedua kiri), Basuki Tjahaja Purnama (ketiga kiri)-Djarot Saiful Hidayat (ketiga kanan), Anies Baswedan -Sandiaga Uno di Debat Calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta di Jakarta, 27 Januari 2017. Debat calon Gubernur dan Wakil Gubernur kedua mengusung tema tentang reformasi birokrasi, pelayanan publik, serta strategi penataan kawasan perkotaan.


Debat kedua Pilkada DKI Jakarta 2017 usai sudah. Masing-masing paslon dan tim sukses menyatakan hal yang sama bahwa mereka sukses dalam debat kali ini. Sukses dalam penilaian mereka masing-masing tentunya. Tetapi dalam penilaian saya, Kali ini Ahok menang telak dari paslon lainnya.

Ada beberapa hal yang bisa kita lihat menjadi penentu kemenangan telak Ahok ini. Salah satu faktor penentu kemenangan Ahok kali ini adalah Ahok tidak terpancing emosi dan kebablasan seperti debat pertama. Kebablasan yang dimaksud adalah menyinggung profesi dosen yang diakuinya dalam acara Mata Najwa.

Ahok memang tampil tenang dan tidak terpancing emosinya meski terus dipancing oleh Anies. Bahkan hebatnya, Ahok malah membuat Anies menjadi emosi karena serangan kecil namun nyelekit yang dilakukannya. Bahkan tanpa sadar, Anies menyombongkan diri terkait peringkat Ombudsman Kemendikbud yang katanya diraih pada masa dia menjabat.

Padahal, Anies mendapat peringkat 22 dari 22 untuk Kepatuhan Pelayanan Publik saat dia menjabat. Peringkat 9 yang diperoleh Kemendikbud pada penilaian 2016 dimana Anies sudah direshuffle pada bulan Juli 2016. Klaim bahwa peringkat 9 adalah hasil kepemimpinannya tidaklah hal yang tepat dinyatakan. Karena dalam periode tersebut Anies tidak lagi menjadi Mendikbud.

Anies memang terlihat emosi ketika menyampaikan peningkata peringkat tersebut kepada Ahok. Sayangnya, kesombongan yang diutarakannya malah mempermalukan dirinya sendiri. Anies tidak mau mengakui peringkat 22 dari 22 yang adalah hasil kepemimpinannya dan malah mengklaim kesuksesan padahal dia sudah direshuffle pertengahan tahun.

Pancingan-pancingan Anies untuk memancing Ahok emosi terus gagal dan malah menjadi momen bagi Ahok untuk menunjukkan diri dia juga bisa berubah menjadi semakin tenang dn sabar. Malahan sekarang Anies yang terlihat emosi dan pada akhirnya menjawab dengan tidak tepat.

Lain hal dengan Anies, AHY tidak ada perubahan. AHY masih sama seperti debat pertama. AHY semakin memperkukuh dirinya sebagai anak bawang dalam Pilkada DKI 2017. Setiap pertanyaan selalu dijawab akan diusahakan lebih baik, memimpin dengan hati, dlsbgnya. Tidak ada data satu pun yang keluar.

Hal yang paling aneh adalah ketidakpahaman AHY tentang PP yang dikeluarkan oleh ayahnya sendiri SBY. Meski sudah salah dan tidak paham tentang daerah sepandan sungai tetap saja ngeles dengan memakai istilah “Good Will”. “Good Will apa?? Mau buat warga tidak aman tinggal di bantaran sungai??

AHY memang tidak berubah dan hanya sekedar menyampaikan hal-hal normatif. Malah bicara masalah pengalaman dia di militer dan mengkritik gaya Ahok yang impulsif dan represif. Setahu saya malah di militer lebih keras lagi dibandingkan gaya kepemimpinan Ahok.

Ya, Ahok memang menang telak di debat kedua ini. Pancingan dan serangan kedua paslon lain bisa ditangkal dengan tenang. Bahkan malah membuat Anies kena serangan balik dan emosian, serta Ahy mati kamus dan hanya menjawab normatif serta mengapung. Rakyat Jakarta pun semakin ditunjukkan kualitas cagubnya dan tinggal memilih. Mau Cagyb mengapung No 1), atau Cagub tenang serta menguasai lapangan (No 2) atau cagub yang salah data serta emosian (No 3)??

Salam Menang Telak

@palti hutabarat


Agus Harimurti Yudhoyono Dibentak Kapolres Jakarta Selatan

DUNIA HAWA - “Kegiatan saudara mengganggu yang lain. Saudara silahkan maju, saudara menghambat lalu lintas, membuat kendaraan lain tidak bisa lewat! Teriak Kapolres Jakarta Selatan, Komisaris Besar Polisi, Iwan Kurniawan melalui pengeras suara.


Kapolres Jakarta Selatan kesal dengan ulah Agus Harimurti Yudhoyono yang naik ke atas kap mobilnya All New Navara Nissan warna hitam, lalu orasi dengan pengeras suara.

Padahal posisi mobilnya Agus Harimurti Yudhoyono berada tepat di jalan utama depan Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan. Lalu lintas pun tidak bergerak dan kemacetan total terjadi.

Bikin diri seolah-olah dirinya adalah VIP, padahal kenyamanan pengguna jalan adalah prioritas utama. Dalam peraturan perundang-undangan, terutama di bidang lalu lintas, tidak dikenal istilah VIP (Very Important Person). Adapun istilah yang diatur dalam peraturan perundang-undangan adalah “pengguna jalan yang diprioritaskan” atau “kendaraan bermotor yang memiliki hak utama”.

Merasa tidak digubris oleh Agus Harimurti Yudhoyono, Kapolres akhirnya emosi dan berang, lalu membentaknya.

“Maju mobilnya maju! Mobil Anda menghambat perjalanan mobil lain, maju!”, bentak Kapolres Jakarta Selatan, Komisaris Besar Polisi, Iwan Kurniawan.

Mendengar bentakan Kapolres, bukannya mentaati perintah aparat keamanan, dengan cueknya Agus Harimurti Yudhoyono terus berorasi dari atas kap mobilnya seolah-olah menganggap remeh pihak Kepolisian.

Bukan hanya Agus Harimurti Yudhoyono yang masa bodoh dengan instruksi Kapolres, para relawannyanya yang tengah mendengarkan AHY berorasi  pun meneriaki Kapolres karena merasa keberatan dengan seruan Kapolres agar bubar.

“Huuuuu, nggak asik! Ayo terusin! Mas Agus belum turun,” teriak para relawan norak bermental kampungan. Akibatnya suasananya benar-benar gaduh dan kemacetan parah pun tidak terhindarkan lagi.

Akibatnya fatal, Kapolres Jakarta Selatan pun marah besar dan berang. Tak ayal lagi, Agus Harimurti Yudhoyono dibentak dengan suara keras karena selain merasa tidak digubris, juga disertai dengan kondisi yang sangat gaduh dan kemacetan parah yang terjadi akibat penumpukan mobil yang terhakang mobilnya Agus Harimurti Yudhoyono.

“Saudara ribut, yang lain terganggu! Atau kami akan menggunakan kewenangan kami untuk membubarkan saudara!” Bentak Kapolres dengan nada tinggi.

Mendengar bentakan itu, Agus Harimurti Yudhoyono buru-buru segera masuk ke dalam mobilnya dan ngacir dari tempat itu. Bossnya ngacir, para relawannya juga turut ngacir membubarkan diri.

Kewenangan aparat keamanan sudah jelas dan mengikat untuk membubarkan dengan paksa aksi massa yang menganggu ketertiban umum sesuai amanah yang termaktub dalam perundangan-undangan yang berlaku.

Selain itu, aturan pengamanan terkait ketertiban pengguna kalan raya juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Aturan lainnya juga diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas.

Agus Harimurti ngacir, Kapolres Jakarta Selatan itu lalu mengusir para relawan bayaran yang norak itu agar tidak bikin gaduh.

“Sudah tahu di sini hotel, banyak pengunjung, saya harap semuanya tenang! Tidak ada yang menggunakan alat, tidak ada yang menghalangi jalan, silahkan bubar!” ujar Kapolres dengan nada tinggi.

Ya begitulah ulah calon Gubernur alay dan masih labil. Belum jadi Gubernur DKI saja sudah melanggar membangkang terhadap instruksi aparat keamanan. Mau jadi apa Jakarta ini dipimpin  Gubernur alay model begini?

Harusnya Agus Harimurti Yudhonyono paham bahwa kepentingan umum diatas segala-galanya dengan membantu pihak Kepolisian menciptakan keamananan, kenyamanan dan ketertiban di jalan raya.

Tapi ya begitulah, namanya juga calon Gubernur karbitan, mental alay dan norak tentu saja masih melekat dan susah hilangnya.

Kura-kura begitu

@argo javirez


Selamat Tahun Baru Imlek 2017

Hari ini tentunya adalah hari yang istimewa bagi masyarakat Tionghoa di seluruh dunia, termasuk di Indonesia

Selamat tahun baru Imlek 2017M



Gong Xi Fa Cai.


Salam Persaudaraan dlm Kemanusiaan.

@dunia hawa