Wednesday, December 27, 2017

Suara Monyet dari Surga


DUNIA HAWA Kenapa kelompok atau orang-orang yang mengaku agamis itu banyak yang mulutnya sangat kotor? Lihat saja komen-komen mereka. Berbagai macam makian dan kata buruk mereka lontarkan di page saya. Mulai bahasa lonte, anjing sampai yang lebih mengerikan seperti penggal dan bunuh.

Padahal ketika saya iseng ngintip profile mereka, di status mereka banyak yang berdoa, pasrah dan mengutip ayat dan hadis.

Kenapa bisa begitu bertolak belakang antara apa yang mereka yakini dan apa yang mereka perbuat?

Jawabannya adalah karena mereka mengikuti pemuka agama yang berpakaian ulama tapi bersifat iblis. Saya dulu pernah menulis dengan judul “Iblis berbaju ulama”.

Loh kok bisa begitu?

Kalau mau kembali melihat sejarahnya iblis, dia adalah mahluk yang sejatinya taat beribadah kepada Tuhan. Hanya karena kesombongannya, ia pun menjadi mahluk yang terkutuk.

Jadi, jangan coba tandingkan tauhidmu dengan iblis. Mayoritas manusia akan kalah jika diukur dari ritualnya. Iblis sudah beribadah kepada Tuhan 60 ribu tahun lamanya sebelum manusia pertama diciptakan..

Karena itu, iblis fasih ketika berbicara agama. Bahkan juga sangat fasih dalam memuji Tuhan.

Lalu apa yang membedakan iblis dengan ulama sebenarnya yang mengikuti Nabinya?

Jelas, AKHLAK.

Akhlak-lah yang menjadi pembeda, manakah manusia yang beragama untuk mencapai sifat keTuhanan dan mana manusia yang berTuhankan agama.

Iblis boleh mencapai ketinggian maqom ritual, tetapi ia miskin spiritual. Agama membuat jiwanya kering dan tandus, karena ia tidak pernah mengerti yang namanya MAKNA. Ia boleh canggih dengan ilmu yang ia miliki tapi tidak sedikitpun ia paham apa yang diucapkannya.

Sejatinya, pengetahuan itu seperti padi.

Semakin banyak isinya, ia akan semakin merunduk. Pemahamannya luas dan ia tidak akan sanggup sombong karena akhirnya mengetahui bahwa ia bukanlah apa-apa.

Nah, tangkai padi yang tegak ngacengan itu pasti gada isinya apa-apa..

Akhirnya, karena kosongnya ilmu tapi ia merasa berisi, yang keluar hanyalah caci maki tanpa ilmu sama sekali. Copas dan share ayat atau hadis tanpa pernah mencoba memahami apa yang ia bagikan.

Hanya dengan begitu saja ia merasa paling beriman dan meras sebagai golongan yg pasti masuk surga. Menyedihkan memang...

Bahkan makna tulisan inipun ia tidak paham.

Kesombongannya menutup dirinya dari nasehat baik yang sebenarnya berguna baginya. Kabut di akalnya begitu gelap sehingga cahaya setitik pun tudak bisa masuk meneranginya.

Yang terjadi, ia akan kembali mencaci. Percayalah..

Ia juga tidak paham apa itu secangkir kopi. Buatnya ketika air panas, berwarna hitam, ada manisnya, dan orang mengatakan “itu kopi”, ia akan mempercayainya. Bahkan jika sebenarnya yang dihidangkan di depannya adalah air comberan..

Meski begitu, kita harus menerima keberadaan mereka di sekitar kita. Anggap saja kita ada di sebuah taman. Ada suara jangkrik, suara burung, suara angin. Suara monyetpun ada. Eh, seruput dulu ah

@denny siregar 

Friday, December 22, 2017

Hari Ibu Tradisi Kafir


DUNIA HAWA Benarkah memperingati hari ibu itu tradisi kafir? Itu pertanyaan dari seorang teman ketika mendengar ceramah Abdul Somad di youtube bahwa peringatan hari ibu tanggal 22 Desember itu adalah tradisi orang kafir.

Benarkah? Mari kita lihat sejarah dulu...

Mengutip dari laman tirto.id, peringatan hari ibu di masing2 negara ternyata berbeda. Hari Ibu di Amerika Serikat (AS) jatuh pada minggu kedua bulan Mei, jadi bukan bulan Desember.

Di Inggris, Hari Ibu dikenal sebagai Mothering Sunday, dan selalu jatuh pada hari Minggu keempat Prapaskah - biasanya pada akhir Maret atau awal April. Jadi juga bukan bulan Desember.

Hari ibu di Rusia juga di terapkan di akhir bulan November.

Satu kesamaan dari negara-negara itu dalam memperingati hari ibu adalah mengingatkan peran penting seorang ibu dalam rumah tangga, sehingga banyak negara menjadikannya hari libur nasional.

Lalu siapa yang menetapkan hari ibu jatuh pada tanggal 22 Desember ? Orang kafir kah?

Ternyata tanggal 22 Desember sebagai hari ibu itu ditetapkan dalam Kongres Perempuan Indonesia pada tahun 1928 di Jogjakarta. Dan kongres itu dihadiri banyak tokoh dari Budi Utomo, PSI, Muhammadiyah, Jong Java, Jong Madura sampai Jong Islamieten bond.

Mereka bukan orang kafir - jika kata kafir disematkan pada non-muslim.

Dan semangat hari ibu di Indonesia lebih luas maknanya, tidak seperti negara2 lain. Hari ibu itu ditetapkan untuk mengenang perjuangan kaum perempuan di Indonesia.

Situasi itu memang situasi perjuangan, dimana ditetapkannya sebuah hari adalah untuk mengenang nilai-nilai perjuangan..

Jadi pak Somad ternyata tidak belajar sejarah, sehingga dengan seenaknya mengatakan bahwa peringatan hari ibu di Indonesia adalah tradisi orang kafir. Itu bisa berarti pak Somad mengkafirkan para pejuang yang dengan semangat perjuangan menetapkan sebuah hari bersejarah.

Saya juga heran ketika ada seorang yang dianggap ustad dengan seenaknya mengkafir-kafirkan, seolah-olah dirinya tidak kafir.

Padahal Rasulullah SAW sudah mengatakan, bahwa siapapun yang mengatakan seorang kafir sementara yang dituduhnya tidak begitu, maka sebutan itu akan kembali padanya...

Tapi okelah, mungkin masalahnya ada di sebutan “ibu”. Saya sarankan kepada bani micin curah, supaya tidak terindikasi kafir maka gantilah sebutan ibu menjadi “Selamat hari Ummi”.

Semoga dengan itu semua menjadi syariah dan varokah sesuai tradisi timur tengah..

Gimana? Mau Kofi atau mau fentung kah?? Kate lapo koen? Aku lak ganteng jadi boleh gendakan..

Seruffuttt...

"Happy Mother Day"

@denny siregar 

Sunday, December 17, 2017

Anies, Monas dan Politisasi Natal


DUNIA HAWA Gayung tak bersambut. Rencana Anies untuk mengadakan Natal di Monas, ternyata “ditolak” oleh banyak gereja, termasuk Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia atau PGI.

Sesudah Pilgub DKI yang penuh kontroversi dan terindikasi SARA, Anies mencoba merajut kembali “tenun kebangsaan” yang ternyata sudah koyak itu.

Hanya yang tidak diperhitungkannya adalah tenun kebangsaan itu bukan sejenis kain yang mudah disatukan kembali oleh benang. Ia adalah jiwa-jiwa yang sekarang terluka akibat politisasi agama berlebihan.

Merajutnya tidak cukup hanya dengan merangkul, tetapi harus dengan ketulusan hati yang dalam. Nyatanya umat Kristen di Indonesia, banyak yang tidak melihat ketulusan hati itu.

Anies dan Sandi mencoba merayu pihak Gereja dengan berjanji akan membayar semua kebutuhan dalam perayaan Natal itu melalui APBD.

Bukan, bukan itu…

Kalau masalah uang, kita yakin, pihak Gereja akan jauh lebih dari mampu untuk sekedar membayar perayaan Natal sebesar apapun dan dimanapun. Anies dan Sandi tentu salah besar jika berbicara uang. Mereka tidak memahami akar masalah yang lebih dalam.

Pihak Gereja mencium ada ketidak-tulusan dalam undangan itu. Ada nuansa politisasi, penunggangan atas nama umat dan hari besar umat Kristen oleh kepentingan politik tertentu.

Mereka lebih baik mundur teratur dan berkilah dengan sopan, bahwa Natal akan diselenggarakan di indoor saja dan penuh dengan kesederhanaan.

Sikap PGI dan beberapa Gereja ini seharusnya membuat Anies Tafakur, merenung lebih dalam “apa yang salah” dari semua ini. Tidak mudah merangkul -apalagi dengan niat yang ditunggangi kepentingan- sesudah menonjok kuat-kuat, lalu berbaik-baik memberi makan.

Saudara-saudara yang Kristen memang mengamalkan ayat kasih mereka, “siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu (Matius 5:38-39)”.

Tetapi meski secara raga mereka menerima situasinya, secara batin tentulah tidak mudah untuk menyambung kembali tali itu.

Apalagi sesudah mereka selama beberapa bulan dituding “kafir, tidak berhak memimpin negeri ini sampai penghinaan terhadap symbol-simbol keyakinan mereka yang dibiarkan begitu saja tanpa ada tindakan hukum yang berarti”.

Pasti sangat menyakitkan...

Inilah langkah politis PGI yang paling keras yang pernah saya lihat. Sebuah perlawanan halus berdekatan dengan perayaan hari besar keagamaan mereka.

Semoga ini menjadi pelajaran besar bersama, termasuk semua politisi dimanapun berada. Bahwa tidak selayaknya agama dicampur-adukkan dalam politik dan dijadikan acuan dalam kehidupan berbangsa. Lukanya akan menjadi sangat dalam dan sembuhnya lama.

Ah, Natal tahun ini penuh dengan pesan yang tersirat dalam bentuk tindakan.

Semoga secangkir kopi tetap menjadi perekat diantara kita, karena dalam kehidupan berbangsa tidak ada yang kedudukannya lebih tinggi maupun lebih rendah. Semua sama dalam merasakan nikmatnya..

Salam Natal, saudara-saudaraku dalam kemanusiaan. Salam hormat untuk kalian semua dimanapun berada.

Dari saya, sesama anak bangsa

@denny siregar






Tuesday, December 12, 2017

Bali Sudah Intoleran


DUNIA HAWA - "Bali Sudah Intoleran", begitulah framing berita yang mereka bangun terkait penolakan sebagian masyarakat Bali terhadap Abdul Somad.

Padahal sesungguhnya masyarakat Bali, kemaren, menolak penceramah yang berpotensi memecah belah. Yang ceramahnya menghina simbol agama lain, yang menjelek-jelekkan fisik orang lain dan yang membawa agenda khilafah.

Situasi yang sama yang dialami oleh Ansor dan Banser, saat ingin mengganti penceramah yang ingin menyerukan khilafah, tetapi di framing berita bahwa Ansor dan Banser membubarkan pengajian.

Mirip dengan yang dilakukan Ansor dan Banser, komunitas masyarakat Bali memaksa Somad untuk mencium bendera Merah Putih, berikrar kesetiaan pada Pancasila dan menyanyikan Indonesia Raya, untuk membuktikan ketaatannya pada NKRI.

Tapi Somad menolak. Meskipun akhirnya menyerah dan hanya menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Inilah yang mereka tidak beritakan.

Mereka malah secara massif membangun berita bahwa Bali intoleran. Dan propaganda itu disebar kemana-mana di media sosial, dimana mereka masih menguasainya..

Bali harus menjaga dirinya sendiri dari kelompok pendukung khilafah, yang sekarang membungkus dirinya dengan “acara Maulid”, “pengajian” dan sebagainya.

Di Bali, toleransi sangat tinggi antar umat beragama. Bahkan para pecalang selalu menjaga shalat Jumat sebagai bagian dari melindungi ibadah umat Islam di tengah-tengah masyarakat yang beragama Hindu.

Model-model propaganda seperti ini yang akan terus dimainkan mereka, memainkan pikiran banyak orang bahwa yang dilawan oleh mereka yang nasionalis adalah agama Islam.

Mereka berlindung dibalik agama untuk memainkan agenda besar mereka, yaitu membentuk negara khilafah.

Terus mainkanlah gendangmu, kawan, jangan pernah lelah. NKRI ini harus dijaga. Jangan sampai kita menjadi Suriah kedua, dimana politik berbaju agama meluluh-lantakkannya.

Kuasai media sosial, karena disanalah perangnya sekarang. Jangan terpengaruh propaganda “playing victim” yang mereka mainkan.. Buat mereka, yang ada itu menang atau kalah bukan bagaimana mencari solusi bersama.

Saya boleh tidak pandai bicara. Tapi tulisan-tulisan saya akan terus mengorek borok yang mereka tutupi dengan kata-kata indah.

Dan karena itulah mereka dendam karena sekian tahun lamanya, mereka tidak punya kesempatan bagus untuk menghantam saya.

Bali, Manado, Papua, Jawa dan banyak provinsi lainnya, kita jaga wilayah kita sekuat mungkin.

Satu waktu, kita akan duduk dan minum secangkir kopi bersama untuk bercerita tentang indahnya perjuangan menjaga tetap indahnya perbedaan di negeri ini.


Klarifikasi Tentang "Bali Sudah Intoleran"


Untuk meng-counter berita BALISUDAH INTOLERANSI brikut klarifikasi dari Bali. Dari status di dinding Facebook Jemima Mulyandari. 

Awalnya Ustad Abdul Somad Menolak Mencium Sang Saka Merah Putih. Sejak kemarin banyak beredar pemberitaan “Bali Menolak Ustad Abdul Somad Berceramah Di Bali”. Itu semua adalah pemberitaan yang salah dan menyesatkan. Beginilah kronologis cerita yang sebenarnya:

1. Ustad Abdul Somad datang ke Bali untuk berceramah pada hari Jumat, 7 Desember 2017.

2. Bali menyambut baik siapapun juga yang datang ke Bali termasuk Ustad Abdul Somad. Mau berceramah juga silakan, karena Islam adalah salah satu agama yang diakui secara sah di NKRI.

3. Namun dikarenakan sepak terjang dan ceramah Ustad Abdul Somad di masa lalu dan sampai kini yang seperti itu (tak perlu diterangkan lagi kita pasti sudah tahu sama tahu.

Ada banyak videonya sudah beredar dimana-mana. Silakan dicek sendiri di youtube), maka Bali merasa sangat perlu untuk menyatukan komitmen, visi dan misi dengan Ustad Abdul Somad. Visi dan misi tersebut adalah komitmen bahwa kita semua termasuk Ustad Abdul Somad adalah anak bangsa yang cinta NKRI, Pancasila, UUD 45, Bhinneka Tunggal Ika dan Sang Saka Merah Putih.

4. Ternyata Ustad Abdul Somad menolak mencium Sang Saka Merah Putih. Kenapa beliau menolak? Silakan menanyakan alasannya kepada Ustad Abdul Somad sendiri. Bukan kapasitas saya untuk menjawabnya.

Yang jelas, bukanlah hal yang sulit dan berlebihan bagi setiap anak bangsa untuk mencium bendera negaranya sendiri. Para atlet yang akan berlaga, anggota Paskibraka dan banyak moment lainnya sudah lazim melakukan prosesi mencium Sang Saka Merah Putih. Tak ada yang aneh dan tak ada yang sulit dengan itu semua.

Justru Ustad Abdul Somadlah yang mempersulit dirinya sendiri dengan menolak permintaan yang semudah itu. Itupun sudah melalui proses negosiasi panjang yang melelahkan sampai berjam-jam di dalam ruangan tertutup di Hotel Aston, Gatsu Barat, Denpasar, Bali. Hal mudah dibuat jadi sulit. Itulah yang terjadi saat itu.

5. Bali tidak berhak memaksa. Jika Ustad Abdul Somad memang tidak bisa menyamakan komitmen, visi dan misi sebagai anak bangsa yang cinta NKRI, ya berarti silakan pulang. Keputusan ada di tangan Ustad Abdul Somad sendiri mau pulang atau tidak.

6. Ustad Abdul Somad tetap menolak mencium Sang Saka Merah Putih. Itu artinya Ustad Abdul Somad sendirilah yang memilih untuk pulang dan tidak melanjutkan acara ceramahnya di Bali.

7. Saat berita nomer 6 diketahui masyarakat Bali yang berkumpul di depan Hotel Aston, suasana menjadi ramai meminta Ustad Abdul Somad agar segera pulang. Point nomer 7 inilah yang diberitakan sana sini bahwa Ustad Abdul Somad diusir dari Bali. Padahal Ustad Abdul Somad sendiri yang sudah memilih untuk pulang.

8. Akhirnya Ustad Abdul Somad berubah pikiran. Ustad Abdul Somad mau menyanyikan lagu Indonesia Raya, mau mengakui NKRI, Pancasila, UUD 45 dan Bhineka Tungga Ika sebagai 4 pilar kebangsaan Indonesia yang sudah final dan tidak dapat diubah dan tidak dapat diganggu gugat, sekaligus mau mencium Sang Saka Merah Putih sebagai tanda kecintaannya kepada NKRI. Semua prosesi ini dilakukan di depan Hotel Aston, dihadapan semua masyarakat Bali yang berkumpul di sana.

9. Karena komitmen, visi dan misi sudah sama, Bali mempersilakan Ustad Abdul Somad melanjutkan tujuannya datang ke Bali untuk berceramah. Ustad Abdul Somad malah dikawal dengan baik oleh perwakilan masyarakat Bali dan anggota keamanan, sehingga acara ceramahnya bisa berjalan dengan baik dan lancar.


Demikianlah tulisan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya.

Tertanda:

Jemima Mulyandari

Denpasar, 8 Desember 2017


Liciknya G erakan HIZBUT TAHRIR

Sementara ini bisa dibilang agenda HTI berhasil. Pasca “dipukulnya” HTI oleh Jokowi dengan Perppu Ormas, HTI sempat seperti burung yang sayapnya patah. Ia terombang-ambing mencari “keadilan” yang tampaknya makin jauh dari kenyataan.

Tapi Hizbut Tahrir bukan organisasi kemarin sore memang. Gerakan mereka terbukti sudah ditakuti banyak negara, karena mereka sistematis dan militan. Karena itulah negara-negara tersebut lebih baik memenggal kepala ular itu dan menangkapi banyak pentolannya..

Belajar dari itu, Hizbut Tahrir Indonesia memakai taktik baru. Panji boleh dilarang berkibar, tetapi ideologi tetap jalan.

HTI menggunakan bendera yang mereka sebut “Panji Rasulullah” sebagai tamengnya. Bendera hitam dan putih ini sudah identik dengan HTI, karena merekalah yang mempopulerkan dan menggunakannya dalam aksi demo di jalan.

Dengan bendera itu, sulit bagi aparat untuk menindak HTI karena nanti dianggap bertentangan dengan umat Islam. HTI pun masuk ke dalam aksi-aksi massa besar dengan bendera itu sekaligus menggaungkan ideologi khilafah dalam setiap kesempatan.

Strategi kedua HTI adalah menyebar “ustad-ustad” mereka yang piawai menyihir massa untuk menguasai momen besar seperti tabligh akbar dan Maulid.

Rencana ini sebenarnya tercium oleh Ansor dan Banser, dan serentak mereka bergerak mencegahnya. Disinilah saya melihat kehebatan orang-orang HTI - sekaligus kelicikannya.

HTI menggunakan ormas berbeda untuk melindungi dirinya. Dengan bahasa manis “persatuan Islam”, mereka merangkul salah satu ormas besar sekaligus memukul ormas besar lainnya.

Ansor dan Banser tahu bahwa mereka akan diadu, dan jika terjadi bentrokan, maka kerugian besar akan terjadi. Saya salut dengan langkah Gus Yaqut Ketua GP Ansor yang paham situasi dan mundur selangkah untuk mendinginkan suasana.

Ketika Ansor dan Banser mundur selangkah itulah, HTI menggunakan kekuatan pasukan dunia mayanya yang militan, untuk “menghabisi” karakter Ansor dan Banser sebagai “ormas pembubar pengajian”.

Ini strategi cerdik sekaligus sangat licik.

HTI mengambil dua keuntungan sekaligus. Pertama, nama Banser dihancurkan, kedua HTI merangkul Ansor dan Banser dengan tagline “persatuan Islam”.

Dengan begitu HTI yang diwakili oleh “ustad-ustadnya” akan tampak sebagai sosok yang lembut sedangkan Ansor dan Banser sosok yang berangasan.

Dan situasi ini tidak didiamkan begitu saja oleh mereka, harus ada propagandanya. Maka meluncurlah tagline “Ustad pemersatu Islam”.

Dahsyat memang permainan caturnya.

Hizbut Tahrir Indonesia ini memang ular berkepala tiga. Mereka bisa dengan enak menyebutkan demokrasi di Indonesia itu haram, tapi pada satu kesempatan dimana mereka terpojok, mereka bisa menjadi sosok-sosok yang mengagungkan NKRI.

Mereka yang dulu membidahkan Maulid Nabi, mendadak cinta Maulid. Dan tiba-tiba saja bilang, “Kami ini juga dari NU”. Siapa coba yang bisa bermain seperti itu kalau bukan orang yang culas dan menghalalkan segala cara?

Lalu kemana arah strategi HTI sebenarnya? Jangka pendek, jelas Pilpres 2019. Jangka panjang NKRI bersyariah, bahasa halus dari khilafah.

Dendam HTI kepada Jokowi itu luar biasa. Hanya pada masa pemerintahan Jokowi inilah, eksistensi mereka terhenti total dan terpaksa mereka harus bersembunyi dan berpura-pura cinta Indonesia.

HTI dengan mudah nemplok parpol, lengket dengan ormas, bersinergi dengan penguasa, selama tujuan mereka sama. Bahkan ketika orang-orang HTI ada di dalam sebuah organisasi, mereka dengan lihai mengambil alih kendali.

Jadi paham kan kenapa banyak negara di dunia melarang keberadaan Hizbut Tahrir dan menangkapi para pengikutnya?


@denny siregar 

Stop Menghujat Anies-Sandi!


DUNIA HAWA - Saya heran kepada teman-teman yang sibuk mencari cacat dari pemerintahan Anies-Sandi. Gak usah begitulah. Toh semua bukan salah mereka. Siapa yang bisa melawan cuaca yang begitu ekstrim coba, sehingga banjir besar akhirnya melanda Jakarta.

Saya yakin, pak Anies dan pak Sandi sudah bekerja dengan baik. Memantau titik-titik banjir melalui cctv bukan perkara mudah.

Bayangkan, ada berapa ribu cctv tersebar di seluruh Jakarta? Capek lho ngelihat satu-satu. Kamu bisa gak? Kalau gak bisa, gak usah nyinyir dong.

Lagian kan sejak awal pak Anies sudah berkomunikasi. Banjir sudah diomongi baik-baik supaya jangan masuk Jakarta lagi, karena pemimpin Jakarta sekarang sudah santun tidak seperti yang dulu.

“Dibanjirkan” lah istilahnya sebagai kata ganti dimanusiakan. Intinya adalah keberpihakan.

Tapi ya namanya hujan itu rahmat Tuhan, berarti banjir juga adalah rahmatNya. Jadi jangan salahkan pak Anies dan pak Sandi dong, mereka kan sudah berdoa dan menyerahkan semua pada Tuhan sesuai arahan Gubernur Jabar. Semua ini sudah ada yang mengatur, jadi gak perlu lagi teriak2 disana banjir, disini banjir.

Lagian, banjir itu adalah pancuran kehidupan.

Dengan adanya banjir, akan meningkatkan kembali ekonomi masyarakat. Ojek payung, pendorong mobil mogok, penyewa ban sampai perahu-perahuan akan kembali bekerja sesudah jamannya Ahok mereka merana. Ini yang tidak dilihat oleh banyak orang.

Banjir juga sebagai budaya juga harus dilestarikan. Budaya yang ingin dihilangkan oleh Gubernur lama.

Sesudah sekian tahun, baru kali ini kita mendengar lagi reporter melaporkan banjir sudah sepaha dan sedada. Pokoknya masalah paha dan dada, kita ini nomer satunya. Ditanya KFC aja, “paha atau dada?” langsung ngaceng kemana-mana.

Lagian masalah banjir ini masalah dalam negeri. Sulit bisa gaya kalau masalah dalam negeri, gak bisa dibuat foto dengan selendang bendera Palestina sambil baca koran berdiri.

Stop bully pak Anies dan pak Sandi masalah banjir. Nanti juga kalau khilafah kalau sudah berdiri, banjir surut sendiri. Banjir itu pribumi, jadi punya hak yang besar di Indonesia ini.

Selamat bekerja ya pak Anies dan pak Sandi. Jangan hiraukan orang yang membully kalian terus.

Karena orang bijak berkata, “Mereka yang selalu melihat kekuranganmu, sulit akan melihat sesuatu yang menonjol di balik celanamu”. Ini nasihat yang sangat bijak, bisa direnungkan dalam-dalam sambil lari pagi dari rumah ke kantor.

Berakit-rakit ke hulu, pak Anies-Sandi, berenang-renang ke tepian. Artinya, daripada waktu banjir berenang ke tepian, lebih baik sewa rakit. Murah kok.

Selamat malam, jangan lupa saya lho pak.

Saya ini dulu pemilih bapak. Kertas pemilihan bapak dulu saya jaga, saya lipat supaya jangan rusak. Sedangkan kertas si “pemahaman nenek lu” itu saya tusuk-tusuk saking bencinya. Seruput dulu, sudah malam pak..

@denny Siregar